By. Dwi Kirana LS*
Di penghujung sore hari, guyuran hujan begitu lebat yang berselang tidak begitu lama, dengan kehadiran dari tim pengacara Yayasan Lembaga Advokasi Konsumen di RM Pangestu, mulailah kehangatan suasana diskusi para pegiat pendidikan ekonomi kesehatan atas masyarakat, bersama komunitas lainnya seperti Helpsharia, MTR, Tokoh peduli Jember dan LBH PU, Rabu 8/1/2020.
Sepekan telah berlalu, Dinkes Jember yang menetapkan SKD KLB keracunan akibat mengkonsumsi pangan yang diduga karena pengolahan makanan rumah tangga dari varian ikan tongkol jenis tikus. Data awal kejadian keracunan pangan dicatat dari Dinkes Jember, terjadi pada tanggal 31/12/ 2019 seperti dilansir dalam laman
http://m.rri.co.id/post/berita/765765/daerah/250_kasus_keracunan_ikan_tongkol_pemkab_jember_tetapkan_klb.html
Langkah kesigapan Dinas Kesehatan Jember dalam melakukan surveilans epidemiologi keracunan pangan dari olahan makanan rumah tangga hingga tempat pelelangan ikan di pangkalan pendaratan ikan kecamatan Puger.
Surveilans ini berguna untuk mengetahui besar dan luasnya masalah serta gambaran epidemiologi peningkatan kasus keracunan pangan dari korban mencapai 350 orang, kesakitan yang terdistribusi di 21 PKM kecamatan dan beberapa Rumah Sakit.
Buntut kejadian ditetapkan sebagai KLB keracunan pangan oleh Bupati, membuat jajaran aparat terkait baik dari polsek puger dan babinsa setempat, turun ke lokasi TPI Puger hingga Dinas Perikanan Jember menyebutkan korban diduga mengkonsumsi ikan tongkol yang kondisinya sudah tidak segar. Disisi lain pihak Dinas Perikanan juga menyebut tidak menemukan indikasi adanya pedagang yang menggunakan zat pengawet seperti bahan pangan ikan yang berformalin.
Meneropong kasus keracunan makanan di Indonesia semenjak tahun 2000–2015, terdapat 61.119 kasus yang dilaporkan dengan tingkat mortalitas sebesar 0,4%. Dari jenis pangan yang sering menimbulkan keracunan makanan adalah masakan rumah tangga (46,9%), makanan jasa boga (18,9%), dan makanan jajanan (18,3%), sedangkan untuk patogen yang paling banyak ditemukan adalah Escherichia coli (20%), Bacillus cereus (19,4%), dan Staphylococcus sp (18,3%).
Cakupan diskusi bersama YLAK; selain kasus domestik keracunan pangan di Jember juga nasional menyangkut gagal bayar klaim asuransi seperti BPJS yang bisa jadi merugikan mitra kerja tempat pelayanan kesehatan juga masyarakat pengguna sebut Direktur eksekutif YLAK; Abdil Faruq, di media menyebut amal usaha Muhammadiyah mengklaim tagihan ke BPJS hingga 1,2 T ataupun jenis asuransi lain pada Jiwasraya maupun Bumiputra.
Sedangkan dari Direktur advokasi penyuluhan YLAK; Ferrdy Andreas, mensorotnya lebih pada bagaimana masyarakat dalam menyiman dan mengolah bahan pangan mentah itu sehingga tidak menjadi beracun namun bisa juga berpotensi akan menjadi musibah. Kejadian ini mungkin pertama kali terbanyak membawa korban menjadi sakit di Jember.
Diskusi ini bertujuan sebut host acara untuk mengkukuhkan amanat YLAK dalam menjalankan tugasnya, dalam hal membantu konsumen memperjuangkan atas haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen meliputi hal yang termaktub di pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen] yakni:
A. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
B. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
C. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
D. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
E. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen
Mengenai tata pelaksanaan dari regulasi pemerintah yang ada di dalam Permenkes no 2/2013 KLB keracunan pangan, di bab tentang peran serta masyarakat, sebutlah Mulia Hakam, dosen keperawatan bedah Unej, yang hadir di dalam forum diskusi ini dari komunitas Helsharia, menyebut bahwasanya di pasal 28;
(1)Setiap orang berperan serta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan KLB Keracunan Pangan.
(2)Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a.memberikan informasi adanya dugaan keracunan pangan dan korban keracunan pangan;
b.membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan KLB Keracunan Pangan; dan/atau
c.menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan KLB Keracunan Pangan.
(3)Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa bantuan tenaga, keahlian, dana atau bentuk lain.
Imbuh Hakam, bahwa korban keracunan yang berobat ke Puskesmas ataupun yang dibawa ke Rumah sakit bebas bea pengobatan (digratiskan) sedangkan spesimen, dan sampel ikan tongkol yang dikomsumsi korban telah dikirim ke labolatorium di Surabaya dengan menunggu hasilnya 14 hari kemudian katanya dari mengutip lansiran https://radarjember.jawapos.com/headline/03/01/2020/racun-berasal-dari-tongkol-tikus/
Tidak kalah serunya dari komunitas masyarakat tanpa riba; Ari Rahman pun mengungkapkan, bahwa apapun kejadiannya selama masyarakat dalam menyikapi bencana yang melanda, dan musibah kembali menyapanya di setiap musim, asal mau kembali pada aturan sang Pencipta pasti akan selamat dan mensejahterakan.[]
*Pegiat dan pemerhati PEKaMas (Pendidikan Ekonomi Kesehatan atas Masyarakat) tinggal di Jember