sumber gambar : https://www.newhamscp.org.uk/gang-serious-youth-violence/gang3-2/
oleh : dr. Staviera A.
Berita remaja sebagai pelaku kekerasan makin marak dari hari ke hari. Beberapa diantaranya bahkan menyebabkan efek yang berat dan fatal bagi korbannya, hingga membuat masyarakat tak habis pikir dengan kelakuan remaja masa kini. Cuplikan video dan kronologi kejadiannya cukup membelalakkan mata dan merasakan kengerian ketika melihat perilaku generasi muda bangsa ini.
Belum tuntas kasus penganiayaan Mario Dandy yang menyebabkan kerusakan otak berat pada korban yaitu David Ozora, muncul berita pembacokan sesama pelajar di Kota Bogor yang menelan korban jiwa. Di Kabupaten Bogor ada senior menggebuki junior hingga hidung patah dan lebam pada wajah.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dalam laman berita Republika online menyatakan bahwa di tahun 2023 tercatat 6 kasus perundungan / kekerasan fisik di satuan pendidikan. Contohnya santri berusia 13 tahun dibakar santri senior di Pasuruan. Ada juga siswa SMK membawa parang karena tidak terima ditegur gurunya di Samarinda. Hal serupa terjadi di Kupang pada September 2022 lalu.
Perilaku Agresif pada remaja
Agresif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya bersifat / bernafsu menyerang. Definisi agresi dari sebuah buku berjudul “Behavior management : applications for teachers” karya Thomas J. Zirpoli, yang menyatakan bahwa perilaku agresif adalah segala bentuk tindakan yang berupaya membahayakan, memberikan rasa sakit atau cedera kepada orang lain.
Perilaku agresif pada remaja ini sangat meresahkan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam laman berita Republika juga menyorot kemunculan kasus-kasus perilaku agresif yang dilakukan remaja di awal tahun 2023. Bahkan sebelumnya, untuk korbannya sendiri sepanjang 2022 tercatat ada 502 kasus anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis (Republika, 15/03/2023).
Hal ini cukup membuat merinding, mengingat bahwa generasi muda ini yang akan membangun peradaban negeri kita 10-20 tahun mendatang. Bayangkan, bagaimana nasib negeri kita di tahun-tahun mendatang apabila calon penerusnya senang menyakiti sesama?
Faktor yang memengaruhi
KPAI sendiri melansir bahwa terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi timbulnya perilaku agresif, yaitu diantaranya pengaruh negatif teknologi dan informasi, permisivitas lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak.
Sebuah tinjauan pustaka tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku agresif pada remaja yang dilakukan oleh Putri Rahmaning Sekar memaparkan bahwa terdapat faktor frustasi, gangguan berpikir dan gangguan emosional yang dapat memicu perilaku agresif. Selain itu terdapat faktor keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan.
Mengurai akar masalah
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda terkait faktor mana yang paling berpengaruh dan merupakan akar masalah dari maraknya perilaku agresif pada remaja. Dua penelitian menunjukkan bahwa faktor internal yaitu kemampuan mengontrol diri (self management) dan kematangan emosi lebih beresiko rendah terhadap timbulnya perilaku agresif.
Artikel ilmiah lainnya menunjukkan kaitan pengaruh teman sebaya dan juga pengaruh peran ayah (keluarga). Penelitian lain menunjukkan pengaruh media yang menampilkan kekerasan terhadap timbulnya perilaku agresif pada remaja. Penelitian ini menunjukkan adanya faktor eksternal dari luar diri remaja yang dapat memengaruhi timbulnya perilaku agresif.
Mencegah perilaku agresif : perlu mencakup faktor internal dan eksternal
Menangani perilaku agresif remaja yang diam-diam semakin meningkat ini memerlukan intervensi di seluruh aspek yang mencakup faktor internal dan eksternal. Solusi parsial mungkin dapat memberikan sedikit efek, namun untuk hasil maksimal diperlukan kesadaran umum dalam seluruh lini masyarakat, mengingat kejadian ini terjadi akibat multifaktor yang bekerja simultan.
Diperlukan seperangkat konsep yang menyeluruh untuk dapat menjangkau kedua faktor secara bersamaan. Indonesia sebagai negeri mayoritas muslim memiliki nilai-nilai Islam yang lengkap dan mendetail, dan bersifat rahmatan lil ‘alamin dimana tidak hanya menjangkau muslim saja namun juga mengurusi non muslim sebagai warga negara.
Dari segi faktor internal, Islam dalam konsep Aqidahnya memiliki seperangkat pemahaman untuk menyikapi kehidupan. Memiliki motivasi kontrol diri dan hawa nafsu yang kuat, serta mengelola emosi dan perasaan naluriah, bukan menghapusnya. Keimanan akan menguatkan faktor internal remaja yang penuh pergolakan dan mencari jati diri supaya diarahkan ke tujuan yang benar.
Dari segi faktor eksternal, Islam memiliki seperangkat aturan (syariat) tentang bagaimana interaksi dalam keluarga, apa yang boleh menjadi tontonan dan tuntunan, serta pergaulan yang sehat, produktif dan beradab. Begitupun terdapat aturan sanksi (uqubat) berat bagi orang yang menganiaya sesama (hukum qishash) untuk memberi efek jera.
Konsep di atas menunjukkan betapa pentingnya menjaga nyawa dan keamanan manusia. Selain itu remaja dididik dengan standar “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain”. Bukan semata-mata be happy dalam menjalani kehidupan sebagaimana konsep hedonisme dan permisivisme yang banyak berkembang saat ini di masyarakat dan dibiarkan saja.
Sayangnya sekarang konsep-konsep ini berlalu saja karena kalah dengan konsep sekulerisme atau memisahkan agama dari kehidupan. Sholat terus, tawuran jalan. Santri pun ada yang jadi pelaku kekerasan fisik. Hal ini karena penerapan agama hanya pada ibadah ritual saja tapi tidak betul-betul mengikuti agama dalam hal perilaku.
Mari kembali mempelajari, menghidupkan dan menerapkan nilai-nilai Islam sebagai upaya untuk menyelamatkan generasi dari gaya hidup bebas yang bablas. Mengingat ada banyak faktor yang memengaruhinya, maka hendaknya penerapan Islam dilakukan secara menyeluruh agar dapat menjangkau seluruh faktor dan mendapat hasil maksimal, mencetak generasi yang beradab dan berperilaku mulia.
Referensi :
- https://news.republika.co.id/berita/rr3m5m330/fsgi-awal-2023-ada-6-kasus-perundungan-dan-14-kekerasan-seksual-di-sekolah
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3411865/
- https://www.republika.id/posts/38530/alarm-bahaya-kekerasan-remaja
- Sekar, Putri. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Agresivitas Remaja. 14. 27. 10.35134/jpsy165
- Amaliasari, Risqi & Zulfiana, Uun. (2019). Hubungan antara Self-Management dengan Perilaku Agresi pada Siswa SMA. Cognicia. 7. 308. 10.22219/COGNICIA.Vol7.No3.308-320.
- Sabintoe, Deis & Soetjiningsih, Christiana. (2020). HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA SISWA SMK. PSIKOLOGI KONSELING. 17. 707. 10.24114/konseling.v17i2.22073.
- Situmorang, Nina & Pratiwi, Yuliatmi & R., Dimas. (2018). PERAN AYAH DAN KONTROL DIRI SEBAGAI PREDITOR KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF REMAJA. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 2. 115. 10.24912/jmishumsen.v2i1.1839.
- Sari, Cindy & Faridah, Faridah & Kertapati, Yoga & Chabibah, Nur. (2022). Hubungan Lingkungan Teman Sebaya dan Game Online dengan Perilaku Agresif Anak. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 6. 6559-6568. 10.31004/obsesi.v6i6.1946.