sumber gambar : https://www.muslimmummies.com/wp-content/uploads/2019/11/Dating-Culture.jpg
Oleh : Staviera A., dr.
Sudah tiga puluh tahun semenjak pertama kali kasus HIV positif ditemukan di Bali, dan Indonesia masih berjuang dalam menekan pertambahan kasus HIV/AIDS. Data menunjukkan bahwa data pertambahan kasus baru HIV cenderung meningkat dari tahun 2010 (21.591 kasus) hingga 2019 (50.282 kasus) (databoks.katadata.co.id, 2/7/21).
Walaupun terdapat penurunan dari tahun 2020 (40.402 kasus, sumber www.theconversation.com ) dan 2021 (36902 kasus, sumber databoks.katadata.co.id), bukan berarti Indonesia bisa bernapas lega begitu saja. Mengingat berlaku fenomena gunung es dalam masalah HIV/AIDS, maka masih ada kemungkinan bahwa angka kasus di lapangan lebih besar dari data yang terkumpul.
Persebaran jumlah kasus HIV ini mayoritas pada usia produktif, yaitu usia 25-49 tahun (69,7%) dan usia 20-24 tahun (16,9%) (databoks.katadata.co.id, 29/8/22). Adapun untuk remaja dengan rentang usia 15-19 tahun persentasenya lebih sedikit (3,1%), namun menunjukkan bahwa HIV ini sudah menyasar kelompok pelajar pula.
Hal ini menunjukkan bahwa pencegahan dan penanganan HIV/AIDS dari berbagai sisi masih harus digencarkan. Kemenkes mengadopsi kebijakan yang sejalan dengan program PBB, yaitu triple 95. Kebijakan ini bertumpu pada orang dengan HIV (ODHIV), dimana 95-95-95 bermakna 95% ODHIV tahu statusnya, 95% ODHIV diobati, dan 95% ODHIV yang diobati mengalami supresi virus.
Sistem Pergaulan Islam : Mencegah Perilaku Beresiko Tinggi
Trend sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan pada saat ini menyebabkan masyarakat dan negara tidak menjadikan agama sebagai sumber solusi masalah kehidupan yang utama. Padahal, di dalam Islam sendiri sudah terdapat tuntunan-tuntunan perilaku manusia untuk mencegah manusia dari malapetaka, sebagaimana dalam hadits di bawah ini :
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيْهِمْ الطَّاعُوْنُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ قَدْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِيْنَ مَضَوْا…
”Tidaklah nampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.” [HR. Ibnu Majah, lihat ash-Shahihah no. 106]
Tersebarnya penyakit dalam hadits adalah tha’un yaitu penyakit bahaya dan bisa mematikan serta menular. Dalam kamus disebutkan makna tha’un:
مرض فيروسي معدٍ خطير مميت غالبًا
“Penyakit akibat virus (organisme) yang menular, berbahaya dan mematikan secara umum.” [lihat Kamus Al-Ma’any
Hadits di atas menunjukkan secara spesifik tentang kaitan perilaku pergaulan bebas dengan munculnya penyakit menular yang mewabah, seperti layaknya HIV/AIDS pada saat ini. Islam memperbolehkan adanya pemenuhan hubungan seksual dan berkasih sayang, namun hanya dalam ikatan pernikahan (antara suami dan istri sah) sebagaimana dalam QS Al-Mukminun ayat 5-6.
Islam juga melarang perbuatan zina (seks di luar ikatan pernikahan) baik dilakukan oleh remaja maupun dewasa, baik dalam hubungan pacaran, perselingkuhan, ataupun menggunakan jasa pekerja seks (PS). Hubungan seksual yang dilakukan homoseksual juga dilarang dan termasuk perbuatan keji (fahisyah) di dalam Islam. Kedua perilaku ini berpotensi dalam menyebarkan HIV/AIDS. Pelakunya terkategori resiko tinggi : PS, pengguna PS, dan lelaki seks dengan lelaki (LSL).
Secara tidak langsung, Islam melarang pornografi dan pornoaksi tersebar di masyarakat, apalagi menjadi komoditas sebagaimana QS Al-Israa ayat 32. Begitupun pelarangan zat-zat yang memabukkan (muskir) dan melenakan (mufattir), yang termasuk di dalamnya minuman beralkohol dan narkoba, dimana kedua hal ini lekat dengan perilaku pergaulan bebas pada remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni dan Ikhsan Fahmi bertajuk “Determinan Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja Pria di Indonesia Hasil SDKI” menunjukkan faktor-faktor yang erat kaitannya dengan perilaku seks pranikah pada remaja pria, diantaranya ada penggunaan narkoba, pernah pacaran, dan mempunyai teman yang sudah melakukan hubungan seks pranikah.
Belum lagi penanaman aqidah tentunya penting dalam pendidikan karakter generasi muda sehingga dapat menjadi kontrol diri yang baik untuk mencegah diri dari perilaku-perilaku beresiko tinggi. Apabila diaplikasikan dalam”Theory of Planned Behavior” dalam perilaku kesehatan (health behaviour), hal ini dapat menjadi control belief yang mencegah terjadinya perilaku resiko tinggi.
Konsep-konsep di atas menunjukkan bahwa Islam memberikan pencegahan primer terjadinya infeksi HIV, yaitu mencegah individu terpajan virus HIV melalui perilaku beresiko tinggi. Berbagai tuntunan dan larangan yang ada dalam konsep tersebut mungkin membuat gerah untuk kaum liberalis, hedonis, sekuleris dan pendukung LGBTQ+. Namun jika mau bersikap objektif, konsep-konsep Islam ini sungguh membawa maslahat untuk umat manusia.
Penerapan Islam secara holistik tentunya akan berpengaruh positif terhadap pencegahan kemunculan kasus baru HIV. Selain itu, sebagai seorang muslim sudah menjadi kewajiban pula untuk menerapkan seluruh tuntunan perilaku tersebut secara menyeluruh, baik dalam lingkup individu, masyarakat dan negara.