sumber gambar : https://statik.tempo.co/?id=205617&width=650
Oleh: dr. Nisa Utami, Sp.PD
Muslimah News, OPINI – Kamis (10/3/2022), Indonesia kehilangan seorang dokter aktivis kemanusiaan, dr. Sunardi. Dalam perjalanan sepulang dari tempat praktiknya di Pondok Pesantren Ulul Albab, Sukoharjo, dr. Sunardi ditembak D3nsus 8-8 atas dugaan terlibat terorisme.
Dokter berusia 54 tahun yang sulit berjalan akibat patah tulang kaki (multiple fracture) ketika membantu misi kemanusiaan gempa Jogja pada 2006 dan riwayat strok yang dideritanya, dikatakan melakukan perlawanan sehingga harus ditembak di tempat.
Kejadian tersebut menyisakan banyak pertanyaan di benak masyarakat Indonesia. Banyak kejanggalan yang terjadi sehingga muncul spekulasi dari para ahli terjadinya extrajudicial killing. Bagaimana pandangan Islam terhadap kejadian ini?
Banyak Kejanggalan dan Dugaan Extrajudicial Killing
Dugaan masyarakat tentang adanya pelanggaran hukum dan HAM dalam proses penangkapan yang menyebabkan tewasnya dr. Sunardi bukan tanpa alasan. Begitu banyak kejanggalan yang menyisakan pertanyaan di benak masyarakat Indonesia. Bahkan, para ahli menyatakan kejadian ini termasuk ke dalam extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
Pakar sosiologi hukum dan filsafat Pancasila Prof. Suteki menjelaskan, extrajudicial killing adalah tindakan-tindakan yang menyebabkan kematian seseorang yang dilakukan aparat negara tanpa melalui proses hukum dan pengadilan.
Ciri-ciri dari extrajudicial killing adalah 1) melakukan tindakan yang menimbulkan kematian; 2) tanpa proses hukum yang sah yang seharusnya dimulai dengan adanya Surat Penangkapan atau terdapat bukti tangkap tangan; 3) pelakunya adalah aparat negara; serta 4) tindakan yang menyebabkan kematian tadi tidak dalam rangka membela diri atau melaksanakan perintah UU.
Untuk ciri pertama dan ketiga jelas terjadi pada kasus dr. Sunardi. Ia tewas tertembak aparat D3nsus 8-8. Ciri kedua, tidak ada keterangan apakah Surat Penangkapan telah dilayangkan kepada dr. Sunardi atau keluarganya. Penetapan status tersangka oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan baru diumumkan pada konferensi pers pada Jumat (11/3/2022), sehari setelah penembakan terjadi.
Akan tetapi, meskipun statusnya tersangka, bukan berarti bebas menembaknya hingga mati. Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. dari LBH Pelita Umat menyatakan bahwa meskipun terdapat pelanggaran hukum, seharusnya dapat memprosesnya terlebih dahulu sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tidak bersalah (presumption of Innocence) dan memberikan kesempatan bagi pihak yang tertuduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law).
Ciri keempat extrajudicial killing juga ditemukan pada kasus ini. Aparat D3nsus 8-8 berdalih adanya perlawanan dari dr. Sunardi sehingga dilakukan penembakan sebagai bentuk pembelaan diri petugas. Selain itu, katanya, petugas khawatir membahayakan penduduk sekitar yang melintasi jalanan.
Jika khawatir membahayakan pengguna jalan dan lebih berisiko mencederai petugas karena penangkapan dilakukan sambil berkendara, mengapa tidak melakukan penangkapan di rumah atau tempat praktiknya saja? Bukankah alamatnya sudah jelas dan bisa didatangi kapan saja? Mengapa memilih menyergap di tengah perjalanan?
Prof. Suteki pun menilai aparat bertindak sembrono karena melakukan pencegatan di jalan umum seperti ini. Padahal, bisa dilakukan penguntitan atau pemantauan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan bahaya di jalanan.
Oleh karena penyergapan terjadi dalam perjalanan, masyarakat banyak yang menanyakan perihal penampilan aparat saat melakukan penangkapan. Apakah memakai seragam petugas kepolisian? Kalaupun dalam kostum penyamaran, sudahkah menunjukkan lencana kepolisian sebagai tanda pengenal?
Polri berdalih bahwa aparat telah berusaha membujuk dengan cara melompat ke bagian bak belakang mobil dr. Sunardi. Dengan pernyataan Polri ini, coba kita bayangkan sejenak situasi malam itu. Jika ada seseorang yang tampak mengejar kita di tengah perjalanan malam hari hingga melompat ke bak belakang mobil, apa respons pertama yang kita lakukan? Di tengah maraknya kasus begal kendaraan bermotor, walaupun mengaku petugas kepolisian sekalipun, tentu reaksi “melarikan diri” adalah sesuatu yang wajar sebagai bentuk pertahanan diri. Kalaupun petugas mengaku telah memperkenalkan diri, apakah ada rekaman video yang menjadi bukti pernyataan tersebut?
Selain itu, kalaupun terdapat tindakan yang membahayakan petugas, apakah sudah melakukan asas subsidiaritas? Indriyanto Seno Adji menerangkan asas subsidiaritas ini berarti bahwa untuk mencapai suatu tujuan, perlu ada “tindakan lunak” guna mengatasi keadaan.
Prof. Suteki juga menjelaskan implementasi asas subsidiaritas ini adalah sekalipun terancam, petugas masih bisa menghindar dengan melarikan diri sehingga tidak boleh melakukan penembakan dengan dalih pembelaan. Bukankah jalan raya tersebut masih luas? Bukan terpojok di tepi jurang sehingga tidak ada jalan lain selain menembak mati dr. Sunardi.
Banyaknya kejanggalan inilah yang menyebabkan adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus penangkapan dr. Sunardi yang berujung tewasnya beliau di tangan aparat. Bahkan, dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme 2018 sekalipun, terdapat larangan pelanggaran HAM, yaitu pada pasal 28 ayat (3) yang mengatur penangkapan terduga teroris harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip HAM yang apabila penyidik melanggar ketentuan ayat (3), maka dapat dipidana sesuai UU Hukum Pidana.
Syariat Islam untuk Keadilan Hakiki
Sistem peradilan dalam Islam diterapkan dengan penuh keadilan tanpa pandang bulu. Segala bentuk tuduhan atau dakwaan perlu mendatangkan saksi dan menempuh proses peradilan sesuai syariat. Tidak pandang bulu, baik aparatur negara, pejabat, atau bahkan kafir sekalipun, semuanya sama di hadapan hukum peradilan Islam.
Masih ingatkah kisah Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam persengketaan baju besi dengan orang Yahudi? Khalifah Ali yang salah satu saksinya tidak bisa diterima karena masih ada hubungan kekerabatan, sementara dalam sistem peradilan Islam mengharuskan adanya dua saksi, maka pembelaannya tidak terbukti. Ketika gagal membuktikan pembelaannya, si Yahudi pun menang dan mendapatkan baju besi tersebut. Oleh karenanya, penerapan hukum saat ini sungguh kontras dibandingkan dengan keadilan dengan sistem peradilan Islam.
Ustaz Arief B. Iskandar dalam tulisannya menyampaikan keprihatinan yang sama bahwa siapa pun asal sudah mendapat stempel “terduga teroris” oleh aparat berwenang, ia seolah “halal” untuk diburu dan dihabisi; seolah tidak perlu ada bukti kuat bahwa ia benar-benar terlibat tindak terorisme; juga seolah tidak penting untuk menangkapnya secara baik-baik, lalu diadili di ruang pengadilan agar ia bisa membela diri.
Sepanjang sejarah penerapan syariat Islam, tidak ada darah seorang muslim pun tertumpah, melainkan akan diberikan pembelaan yang besar dari umat dan Negara Islam. Rasulullah saw. selaku Imam kaum muslim sekaligus Kepala Negara Islam Madinah telah melindungi setiap tetes darah kaum muslim.
Demikian pula Khulafaurasyidin dan khulafa setelah mereka. Mereka terus melindungi umat dari setiap ancaman dan gangguan. Umat dapat hidup tenang di mana pun mereka berada karena ada yang menjadi pelindung bagi mereka. Sikap ini semata-mata karena ketaatan kepada Allah Taala yang terwujud melalui penerapan syariat Islam.
Dalam Islam, membunuh muslim secara sengaja tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat mendapat ancaman Allah Taala: (1) kekal di Neraka Jahanam, (2) mendapat murka Allah, (3) terlaknat (diusir dari rahmat) Allah, serta (4) Azab yang sangat besar.
Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa: [4]: 93), “Siapa saja yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya ialah Neraka Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan baginya azab yang besar.”
Lantas, sampai kapan umat Islam harus berduka dengan penerapan hukum yang semena-mena? Berapa banyak lagi nyawa muslim yang harus melayang jika kita tetap tinggal diam melihat kezaliman nyata di depan mata? Sedangkan sistem kehidupan Islam telah menawarkan keadilan hakiki yang tidak hanya melindungi nyawa, melainkan juga mengundang kemaslahatan Allah. Wallahualam bissawab. [MNews/Gz]
sumber: https://muslimahnews.net/2022/03/13/2547/