Oleh: dr. Aulia Rahman (Anggota HELPS)
Lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun dan jumlah percobaan bunuh diri jauh lebih tinggi lagi. Kasus bunuh diri dapat terjadi sepanjang usia dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua pada usia 15-29 tahun di seluruh dunia (WHO, 2012). Sekitar 75% kejadian bunuh diri terjadi pada negara berpenghasilan rendah-menengah. Terdapat indikasi bahwa pada setiap orang dewasa yang bunuh diri, terdapat dua puluh kasus percobaan bunuh diri lainnya. Berdasarkan data World Federation of Mental Health (WFMH) setiap 40 detik seseorang di suatu tempat di dunia meninggal akibat bunuh diri.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di seluruh dunia, dan jumlah muslim terbanyak di seluruh dunia, Indonesia memiliki angka bunuh diri yang cukup mengejutkan. Memang, jika melihat data WHO, kejadian bunuh diri di Indonesia adalah 4,3% per 100.000 populasi; masih kalah jauh dari negara kawasan Asia seperti Korea Selatan atau Jepang, namun dengan jumlah penduduk yang jauh lebih besar, bisa dikatakan terjadi kasus bunuh diri setiap harinya. Angka ini bisa jadi lebih tinggi terkait stigma di masyarakat terkait bunuh diri sehingga kerap kejadian bunuh diri tidak dilaporkan.
Bunuh diri di Indonesia memiliki beragam penyebab. Dikatakan bahwa pria menjadi korban empat kali lebih banyak daripada wanita; namun justru percobaan bunuh diri paling banyak dilakukan oleh wanita, yakni empat kalinya dibanding pria. Sekitar 90% lebih korban bunuh diri memiliki masalah mental sebelum kematiannya, dan masalah mental yang paling sering dijumpai adalah depresi. Depresi yang tidak tertangani adalah penyebab nomor satu kejadian bunuh diri.
Depresi merupakan suatu gangguan kejiwaan di mana seseorang merasakan tidak berguna, cenderung tidak bergairah untuk hidup, merasa lemah dan tak dibutuhkan. Depresi merupakan suatu kondisi tertekan/kesedihan yang menetap sampai mengganggu fungsi manusia itu sendiri. Jadi depresi bukan sekedar perasaan sedih sehari atau dua hari saja. Pada kasus depresi berat, keinginan untuk mengakhiri hidup rata-rata selalu muncul. Penyebab depresi sendiri sangat beragam, ada banyak faktor pencetus depresi mulai dari kematian orang yang disayangi, perceraian atau perpisahan, terpisah dari anak atau kehilangan hak asuh anak, kehilangan pekerjaan, sakit kronik, mengalami bully baik fisik maupun mental, serta banyak faktor lagi.
Dalam Islam, depresi yang tidak tertangani hingga berpikir untuk bunuh diri bisa dikaitkan dengan putus asa, dan hal ini merupakan suatu hal yang dilarang. Al Quran menyatakan antara lain:
… وَ لاَ تَايْئَسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللهِ، اِنَّه لاَ يَايْئَسُ مِنْ رَّوْحِ اللهِ اِلاَّ اْلقَوْمُ اْلكفِرُوْنَ. يوسف:87
…. dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir. [QS.Yusuf : 87]
… وَ مَنْ يَّقْنَطُ مِنْ رَّحْمَةِ رَبّه اِلاَّ الضَّآلُّوْنَ. الحجر:56
…. tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat. [QS. Al-Hijr : 56]
… وَ لاَ تَقْتُلُوْآ اَنْفُسَكُمْ، اِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا. النساء:29
….. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. [QS. An-Nisaa’ : 29]
Serta berdasarkan hadist-hadist yang berbunyi:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيْهَا خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا اَبَدًا، وَ مَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ فِى يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا اَبَدًا، وَ مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيْدَةٍ، فَحَدِيْدَتُهُ فِى يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا اَبَدًا. البخارى و مسلم و الترمذى و النسائى
Dari Abu Hurairah RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menerjunkan diri dari gunung untuk bunuh diri, maka dia di neraka jahannam menerjunkan diri di dalamnya, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa minum racun untuk bunuh diri, maka racunnya itu di tangannya dia meminumnya di neraka jahannam kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata tajam itu di tangannya dia melukai dengannya di neraka jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya”. [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasai]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: الَّذِى يَخْنُقُ نَفْسَهُ يَخْنُقُهَا فِى النَّارِ، وَ الَّذِى يَطْعُنُ نَفْسَهُ يَطْعُنُ نَفْسَهُ فِى النَّارِ، وَ الَّذِى يَقْتَحِمُ يَقْتَحِمُ فِى النَّارِ. البخارى
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang bunuh diri dengan menggantung diri, dia akan menggantung diri di neraka. Orang yang menikam dirinya (dengan senjata tajam) maka dia akan menikam dirinya di neraka. Dan orang yang bunuh diri dengan menerjunkan diri dari tempat yang tinggi, maka dia akan menerjunkan diri di neraka”. [HR. Bukhari]
Serta masih banyak ayat-ayat dan hadist senada lainnya. Terlihat nyata bahwa putus asa yang kemudian berakibat dengan membunuh diri merupakan suatu tiket cepat untuk mendapatkan murka dari Allah SWT.
Sebagai muslim, kita wajib beriman pada Qadha dan Qadar dari Allah SWT. Keyakinan inilah yang akan membedakan seorang muslim dengan yang tidak meyakininya. Betapa tidak, dengan keyakinan terhadap Qadha dan Qadar, seorang muslim akan terpacu untuk berusaha semaksimal mungkin tanpa melupakan bahwa hasil yang nantinya dicapai (atau pun tidak), itu adalah urusan Allah SWT. Manusia hanya dinilai berdasarkan apa yang dikerjakannya dalam ruang lingkup yang bisa dia kuasai. Di luar itu, terkait bencana, kematian, tragedi atau apa pun yang dia tak punya kuasa untuk mempengaruhi kejadiannya, maka dia tak perlu merasa terbebani karena dia berserah diri pada Allah SWT sebagai bukti keimanannya.
Terkait mereka yang sudah mengalami depresi, Islam memberikan penatalaksanaan yang komprehensif, tidak hanya terkait dengan gejala penyakitnya, tapi juga memberikan perhatian pada aspek ruhiyah dari pasien. Karena bagi seseorang yang tetap mengingat Allah dan senantiasa dikelilingi oleh lingkungan persaudaraan yang memperhatikannya, insyaAllah tindakan membunuh diri akan bisa dihindari. Begitu pentingnya aspek kesehatan jiwa hingga kekhilafahan selalu memiliki rumah sakit jiwa yang mumpuni sejak awal berdirinya. Begitu juga untuk pencegahan meningkatnya faktor-faktor yang mencetuskan depresi, Islam telah memberikan pengajaran terkait keimanan lewat keluarga, pengawasan yang ketat baik dari orang tua, saudara dan kerabat dekat, bahkan lingkungan dan negara, karena sejatinya, setiap muslim adalah bersaudara dan ikatan itu merupakan ikatan paling erat yang tidak bisa dipisahkan sebagai suatu kebutuhan kita sebagai manusia. Sehingga diharapkan tidak ada lagi penderita depresi yang tidak tertangani sampai jatuh pada aktivitas bunuh diri. Wallahu’alam.