Meskipun Mereka Sakit Jiwa, Mereka Tetap Beribadah

2
2745

Oleh: dr. Yanuar Ariefudin (Anggota HELP-S)

Sebuah Kisah Coass di RSJ Amino Gundohutomo Semarang

Sambutan pertama yang diberikan oleh pasien baru di IGD RSJ cukup membuatku kaget. dengan disertai mata yang melotot dan mimik muka yang kurang bersahabat dia menggertak, “Heh”. Spontan aku dan beberapa temenku langsung istighfar. Padahal kalo kaget aturannya mengucapkan tasbih ya.. hehe…

Hari pertama mendapat jatah jaga IGD. Padahal aku belum tau apa-apa dan belum pernah interaksi dengan orang yang menderita sakit jiwa. Nasib punya jenis kelamin laki-laki. Selalu jaga malem pada hari pertama stase baru (Ini hanya berlaku pada kelompokku kok. Buktinya FK Undip yang jaga denganku seorang perempuan).

Dari siang pukul 14.00 sampai maghrib belum ada pasien yang mengesankan bagiku. Yah, namanya orang sakit jiwa ya begitu kelakuannya. Agak petang sedikit mendapat pasien yang berani mengancam dan mengajak berantem denganku. Untung dari belakang bapak perawat langsung menjatuhkannya dan aku pun ikut mengikat kakinya. hehe…. Terdengar tangis seorang ibu pasien ketika aksi itu kami lakukan. Setelah injeksi diazepam akhirnya sedikit demi sedikit pasien semakin tidak sadar dan akhirnya tertidur. Ibu pasien meluapkan semua isi hatinya kepadaku, dari mulai cerita tentang cita-cita sang anak (pasien tersebut) menjadi pengusaha sampai jatuh dan bangkit lagi dan jatuh lagi dan seterusnya sampai berkali-kali. Ia tak dapat menahan malu kepada teman-temannya sampai akhirnya begini.

Mas yang baca ini dan merasa pernah ingat kejadian itu jangan marah ya! Sabar coy! Aku cuma pengen berbagi cerita. Sorry, aku jadikan prolog untuk tulisan ini. Habisnya dirimu berkesan sih. Ngajak berantem segala. hehe…

Aku ingin berbagi kepada pembaca mengenai 2 pasien yang cukup spektakuler. Semoga bisa menambah rasa syukur kita dan mampu melejitkan keshalihan kita.

Pasien 1 : Dia Rajin Shalat Dhuha dan Tahajud

Aku lupa namanya, ia pasien yang aku tangani pada hari pertama aku jaga di IGD. Beberapa hari berikutnya aku pun mengunjungi beberapa bangsal wanita. Temenku menemukan ia sedang shalat. Kemudian aku pun menghampiri dan bertanya, “Lagi shalat apa mbak?”. Kemudian ia menjawab, “shalat dhuha mas”. Subhanallah.. Aku membatin dalam hati, “Bukankah orang yang sakit jiwanya tidak ada kewajiban shalat? Bahkan ia saat ini barusan shalat dhuha di mana shalat dhuha merupakan shalat sunnah”. Kemudian saya bertanya, “hafal surat asyamsyi dan ad-dhuha?”. Dia pun menjawab, “Hafal mas. Yasin saja saya hafal. Tiap maghrib saya membaca Yaasin”. Mendengar jawaban itu aku malu. Tapi aku tidak percaya begitu saja, aku pun mencoba ngetes. “Coba mba, mau ga ngaji Yasin, aku pengen denger?”. Kemudian dia pun memulai dari ta’awudh samapai sekitar belasan ayat dan aku hentikan. Sudah mba, terima kasih ya sudah mau ngobrol. Oya, masih sering mendengar suara-suara yang ga ada sumbernya? Kemudian ia menjawab, “masih”. Yasudah, berarti mba belum sembuh. Rajin shalat terus ya semoga bisa cepet sembuh dan bisa ketemu sama ibu dan suami lagi. Ia pun menimpali, “Iya mas, saya juga setiap hari tahajud jam 3 malem. Saya biasa bangun jam 3 malem di rumah. Jadi setiap jam 3 malem saya otomatis bangun. Saya pengen sembuh mas doakan ya mas”.

1 pekan berikutya, sekitar hari jumat, saya pun mengunjunginya kembali. Ternyata ia sedang tidur. Kemudian ia dibangunkan oleh temannya karena melihat aku datang. “Eh mba, ga usah dibangunin. Kasihan, gapapa kalo ia tidur” Ternyata ia bangun karena terlajur dibangunkan temannya. Ia pun bertanya, “Ada apa mas? Aku boleh pulang? Aku udah sembuh kok mas” Aku bingung mau jawab apa, tapi aku coba berusaha menenangkan dan ia pun akhirnya mau menerima keadaanya meskipun terlihat raut muka yang sedih. Aku kembali bertanya, “Baru bangun ya? Sudah shalat subuh?” Ia menjawab, “Belum mas, tadi aku disuntik terus tidur. Ini baru bangun. Ga usahlah mas, udah kesiangan” Aku pun menjawab, “Gpp, sana shalat shubuh. Kesiangan karena tidur atau ga sadar kan boleh?” Aku heran dengan diriku sendiri. Allah yang menurunkan syariat tidak memaksa orang yang sakit jiwa untuk shalat, tapi kok aku maksa-maksa pasien jiwa untuk shalat. hihihi… Ia dan teman-teman yang disekelilingnya ikut membantah argumenku. “Ga bisa dong mas, masa jam 10 disuruh shalat subuh? Ya ga sah”. Wah wah wah… aku diserang oleh 4 orang nih. Setelah aku jelaskan panjang lebar, mereka pun belum mau menerima. Akhirnya aku putuskan untuk menyudahi. Yasudah kalo gitu… Di sebelah ranjang pasienku ada pasien perempuan lain yang sedang membaca al-Fatihah, an-nas dan al-ikhlas. Kemudian aku tegur, “Eh kamu, kamu dari tadi kok ngaji al-Fatihah ga selese-selese?” Dengan muka polos, ia menjawab, “hehe… aku lagi belajar shalat mas”. Gubrak!!! Ini RSJ apa pesantren ya?

Pasien 2 : Dia Hafal al-Quran

Seorang laki-laki bernama Hambali. Agak nyleneh awalnya. Dia mengaku Imam syafii, Imam Maliki adalah pamannya. Aku ga tau apa memang benar pamannya bernama Imam Syafi’I dan Imam Maliki. Tapi awal bertemunya, ia selalu cerita kalo ia naik haji tiap tahun dengan jalan kaki. Bagi para pembaca, ini kisah orang sakit jiwa, jadi jangan mengerutkan dahi dulu ya! Santai, santai… Ok lanjutkan… Ia punya kalung yang diyakini punya kekuatan. Saat dia bercerita panjang lebar, aku tidak menghiraukannya. Aku iseng bertanya. Namanya Imam Hambali, berarti hafal al-Quran dong. Kemudian ia menjawab, “Yo mesti. Kemudian dia melafadzkan salah satu surat di dalam al-Quran”. Subhanallah… aku kalah. KEmudian aku ngetes, “Mas, coba bacakan surat al-Baqarah ayat 284-286. Kemudian ia pun membacakan surat yang aku maksud. Aku minta membcakan surat al-Maidah dan potongan-potongan ayat al-Quran yang aku hafal. Ia pun dengan lancar membacakan untukku dengan benar. Sampai akhirnya aku menginginkan ia membacakan surat ali-Imran 104, dan ia pun salah. Maka aku mengatakan. Salah mas. Wah berarti ga hafal al-Quran neh. Kemudian dia dengan santai bilang. “emang, yang tadi aku baca surat an-Nisa, bukan ali-Imran. Hehe… ketipu ya…?!” aku seperti tak bisa berkata-kata saat itu. Aku kalah dengan orang sakit jiwa.

Mas, kalo ente yang aku maksud, jangan marah ya! Ini buat motivasi bagi kami-kami lho! Semoga sudah sembuh ya mas..

Masih banyak kisah yang luar biasa.
Mereka adalah orang yang memiliki keterbatasan MPJ
Mereka tidak ingin kondisi mereka demikian.
Tapi itulah yang telah Allah tetapkan untuk mereka.
Bersyukurlah kita…

2 COMMENTS

  1. Senang bisa membaca pengalaman pribadi anda tentang ODGJ. Hanya saja, saya sedikit gatal dg kata2 “orang gila” yg dituliskan >1x. Sebagai tenaga kesehatan pasti sdh sering terpapar dg komunikasi terapetik dan efektif yang sebenarnya tdk hanya dgunakan pd pasien saja, tapi bisa digunakan pd kehidupan sehari-hari, saya Yakin kata “gila” sdh harus diganti (terutama oleh tenaga kesehatan) dg “ODGJ (orang dengan gangguan jiwa).

    Terimakasih atas kebersediaannya untuk merubahnya.

LEAVE A REPLY