Oleh: dr. Yanuar Ariefudin (Anggota HELP-S)
Ada persamaan antara konsep Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan HL Blum dalam menyelesaikan masalah masyarakat. Konsep tersebut sama-sama ditujukan untuk mengubah masyarakat meskipun keluaran yang ingin dicapai berbeda. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menginginkan perubahan masyarakat agar masyarakat mengemban mabda Islam. Sedangkan H.L. Blum menginginkan perubahan masyarakat agar masyarakat sehat.
Menurut H.L Blum, ada 4 faktor yang bersama-sama mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat, yaitu: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Di sini tidak akan dibahas satu persatu, namun yang menjadi titik pembahasan adalah bahwa H.L. Blum memberikan porsi yang lebih besar terhadap lingkungan dan menjadikan lingkungan sebagai strata pertama dalam menyelesaikan masalah public health.
Lingkungan menjadi perhatian yang sangat serius untuk mewujudkan masyarakat sehat. Ada pertanyaan, “Mengapa perubahan lingkungan menjadi poin pertama dan perubahan perilaku diposisikan sebagai poin kedua?”. Karena lingkungan lebih diperlukan untuk mengubah masyarakat daripada perilaku individu. Contohnya: jika ada masyarakat dan dilingkungan yang bersangkutan terdapat pabrik yang mengeluarkan polusi, maka bukan individunya yang dirubah. Individu tetap dididik untuk hidup sehat sedangkan yang harus ditangani sebetulnya adalah polusi pabrik itu.
Ada pertanyaan serupa, “Mengapa dakwah kita tidak mengubah individu saja? Mengapa yang ditekankan mengubah masyarakat? Bukankah ketika mengubah individu nantinya masyarakat akan baik dengan sendirinya?”
Ternyata perubahan masyarakat tidak simpel. Jika sistem aturan yang di masyarakat rusak, maka orang baik pun akan menjadi rusak. Dakwah Islam harus menyeluruh dari mulai aspek aqidah sampai aspek syariah. Jika dakwah hanya fokus mencetak individu-individu baik, tidak mustahil akan muncul individu-individu yang jujur, individu-individu yang sabar, individu-individu yang dermawan, individu-individu yang suka berinfak, berlomba mendirikan balai-balai pengobatan murah, berlomba mendirikan sekolah-sekolah Islam, akan tetapi individu-individu tersebut juga bermuamalah ribawi, memiliki asuransi-asuransi yang diharamkan syara’, mengenakan pakaian-pakaian yang tidak sesuai syara’, ridha dengan demokrasi, dan ridha berbagai aturan-aturan rusak lainnya. Apakah hal demikian yang diinginkan? Tentu tidak! Oleh karenanya, mengubah masyarakat selain memperhatikan aspek individu agar berkepribadian Islam, juga memfokuskan dakwah untuk mengubah aturan masyarakat dari aturan yang telah nyata kerusakannya kepada aturan syariah.
Itulah pentingnya mengubah masyarakat. Mengubah individu memang perlu, tapi lebih terasa dampaknya jika yang dirubah adalah masyarakatnya. So, mengubah masyarakat tanpa mengesampingkan perubahan individu, bukan malah mengubah individu dengan mengesampingkan perubahan masyarakat. Seperti yang kita saksikan saat ini, berbagai gerakan Ishlahiyah (reformasi) berusaha mengubah individu dengan cara menjadi penasihat dan pemberi petunjuk yang selalu mengulang-ulang ucapan yang menjemukan tanpa ada pengaruh sedikitpun pada masyarakat. Nasihatnya itu-itu saja, seolah-olah Islam hanya itu-itu saja.
Anak SD, sudah memahami betul bahwa dirinya anak SD ketika ia mengenakan seragam putih merah. Ia akan kehilangan jati dirinya jika dia tidak memakai pakaian putih merah. Ga percaya? Coba kenakan pakaian anak SD dengan seragam putih biru, dan antarkanlah ia ke sekolahnya. Apa yang akan terjadi? Pasti ia akan nangis dan ga akan mau masuk sekolah. Itu terjadi karena ia merasa bahwa dirinya tidak sama dengan yang lain. Perasaan sebelumnya sudah dibangun pada dirinya bahwa anak SD seragamnya putih merah.
Perubahan yang dimaukan ialah perubahan dari individu-individu yang memiliki akhlaq baik tadi juga menghendaki aturan-aturan Islam. Mereka akan berusaha tidak menyentuh muamalah ribawi, dan berusaha menuntut agar diterapkannya ekonomi syariah. Begitu juga aturan-aturan yang lain. Masyarakat harus merasa tidak ridha kalau diatur dengan aturan demokrasi karena mereka adalah seorang muslim dan aturan yang sesuai dengan fitrah mereka adalah aturan syariah. Merasa tidak ridha jika mereka melihat para muslimah membuka auratnya di tempat-tempat umum dan menuntut untuk ditegakannya hokum syariah, dan lain sebagainya.
Hal menarik pernah saya saksikan ketika teman kami yang dari Jerman tiba-tiba datang mengenakan kerudung, baju lengan panjang dan rok panjang. Meskipun ketika ditanya oleh dokter pembimbing, ia menjawab “hanya ingin ikut-ikutan dan ingin menyoba”. Itulah yang akan terjadi ketika daulah tegak, orang akan malu keluar rumah tanpa menutup aurat. Tahun 2010 yang lalu hal itu terbukti meskipun daulah belum tegak dan pakaian muslimah hanya aturan kampus.
Dari kedua contoh di atas, membuktikan bahwa mengubah masyarakat membutuhkan perubahan lingkungan. Sedangkan lingkungan terikat dengan kebijakan. Mari dorong masyarakat untuk mengubah dirinya sendiri dan mendoroang masyarakat agar menuntut perubahan sistem yang rusak ini dengan menjadikan sistem syariah sebagai aturan negara.
Tiada kemuliaan tanpa Islam,
Tak sempurna Islam tanpa Syariah,
Tak akan tegak Syariah tanpa Daulah Khilafah Rasyidah.