Oleh: Aulia Yahya, Apt
Penggurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Sulsel
Anggota Healthcare Professional for Shariah (HELP-S)
Alhamdulillah, ungkapan suka cita begitu menggema menyambut bulan Ramadhan yang penuh rahmat sambil berbagi kabar gembira atas kedatangannya. “Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman: Puasa adalah perisai, yang dengannya seorang hamba membentengi diri dari api neraka, dan puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya.” [HR. Ahmad dari Jabir radhiyallahu’anhu]
Saat berpuasa, seseorang berpantang diri untuk makan, minum dan segala hal yang dapat membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Dengan demikian, selama berpuasa tubuh tidak mendapatkan asupan makanan maupun cairan kurang lebih 14 jam (bahkan di beberapa tempat belahan bumi lainnya bisa mencapai 16 – 21 jam lebih) setiap harinya secara berturut turut selama sebulah penuh. Oleh karenanya, tentu banyak hal yang mesti dipersiapkan dan diperhatikan agar jalannya ibadah puasa dapat berlangsung dengan baik, kondisi tubuh tetap fit, serta mampu menyesuaikan pola makan dan pola tidur agar bisa menjalani puasa dengan baik. selain pola makan dan pola tidur, yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah pengaturan terhadap pola konsumsi obat selama puasa.
Meskipun dalam Islam memberikan keringanan untuk tidak berpuasa bagi seseorang jika sedang sakit, namun dalam kondisi tertentu ada sebagian orang meskipun sakit masih ingin tetap berpuasa sehingga diperlukan pengetahuan tambahan agar aktifitas puasanya tidak menjadi alasan untuk menghentikan total konsumsi obat tertentu secara rutin.
Berbeda dengan bulan lainnya, penggunaan obat saat puasa Ramadhan memerlukan penyesuaian aturan tersendiri. Ini penting untuk diperhatikan, agar penggunaan obat tetap sesuai dengan indikasi, dosis, waktu pemberian dan cara pemberian serta menghindari efek samping obat, dan yang utama puasanya tetap terlaksana dengan baik. Terutama untuk obat yang harus digunakan jangka panjang, penggunaannya harus tepat sesuai aturan agar mencapai efek pengobatan sekaligus mengurangi efek samping yang tidak diinginkan.
Adanya perubahan pola makan dan minum berimpas pada penyesuaian jadwal mengkonsumsi obat, karena obat dalam hal ini hanya dapat dikonsumsi sebelum waktu sahur habis dan setelah waktu berbuka puasa.
Sebagai contoh; penggunaan obat dengan aturan pakai 1 x 1 sehari tidak terlalu jadi masalah karena waktu mengkonsumsi obat dapat dipilih apakah diminum pada saat sahur atau berbuka puasa. Hanya saja perlu diperhatikan, Jika aturannya 1 kali sehari sebelum makan, maka obat bisa diminum pada saat sahur (setengah jam sebelum makan sahur) atau pada saat berbuka (setengan jam sebelum makan besar). Hal lainnya yang mesti dilihat adalah waktu lazim penggunaan obat sesuai anjuran, apakah biasanya dikonsumsi pagi atau malam. Misalnya untuk obat hipertensi sebaiknya diminum pada pagi hari (saat sahur) dan obat kolesterol yang sebaiknya diminum pada malam hari (saat berbuka) dengan mempertahankan waktu minum obatnya selalu konsisten di jam yang sama.
Adapun jika aturannya 1 kali sehari setelah makan, obat bisa diminum seperti diatas, hanya saja diminumnya ± 5-10 menit setelah makan besar.
Untuk penggunaan obat 2 x 1 sehari, obat diminum disesuailam sesuai jadwal sahur dan berbuka puasa. Untuk obat dengan aturan pakai 3 x 1 atau 4 x 1, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter dan apoteker, tujuannya agar diberikan rekomendasi perubahan frekuensi pemakaian obat, atau dengan penggatian jenis sediaan obat dengan sediaan lepas lambat atau obat dalam golongan yang sama, sehingga akan mengurangi frekuensi penggunaan obat. Adanya perubahan frekuensi pemakaian obat dapat mempengaruhi farmakokinetik atau kerja obat dalam tubuh.
Kecuali dinyatakan lain, bahwa seseorang dengan kondisi penyakit kronik dimana penggunaan obat yang terus menerus, adalah perlu pemantauan yang lebih ketat. Bahkan dalam kondisi akut tertentu, pilihan membatalkan puasa lebih baik ketimbang justru kekhawatiran akan memperparah kondisi sakitnya.
Di luar dari uraian di atas, merujuk pada penjelasan ulama, terdapat jenis sediaan obat yang jika digunakan tidak membatalkan puasa, diantaranya, salep, krim, suppositoria, sublingual (diselipkan dibawah lidah), tetes mata, tetes telinga, obat kumur asal tidak ditelan, obat injeksi, intra muskular, intra vena (dikecualikan infus berupa nutrisi makanan). Catatan : boleh tidaknya jenis obat tertentu digunakan selama berpuasa serta konsekuensi batal atau tidaknya puasa seseorang adalah kompetensi dan kewenangan dari para ulama, sehingga harus tetap merujuk pada pendapat ulama.
Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, jaga kesehatan dan tetap Cerdas Menggunakan Obat [ ].