Oleh: dr.Tuti Rahmayani (Anggota HELP-S)
Meningkatnya jumlah anak-anak dengan obesitas akhir-akhir ini bisa menjadi renungan bersama para orangtua. Agar lebih memperhatikan serius nutrisi anak.
Obesitas adalah penumpukan lemak berlebih di badan. Jadi tidak sekedar kelebihan berat badan (overweight). Proses penumpukan lemak ini membutuhkan proses yang lama. Begitu pula dengan upaya menghilangkan obesitas. Butuh kesabaran dan kekonsistenan dalam menjalaninya.
Obesitas diakibatkan ketidakseimbangan kalori yang masuk dan keluar. Sehingga kelebihan ini disimpan menjadi lemak.
Konsumsi makanan tinggi kalori (yang berlemak dan manis) tanpa diiringi pembakaran kalori lewat olahraga, akan meningkatkan resiko munculnya obesitas. Obesitas bisa juga dikatakan penyakit yang timbul akibat gaya hidup (life style disease). Konsumsi makanan cepat saji (biasanya tinggi kalori, rendah serat) dan aktivitas anak-anak yang didominasi gadget, minus olahraga semakin memudahkan anak menjadi obesitas. Obesitas perlu diwaspadai karena meningkatkan resiko munculnya diabetes, jantung koroner, stroke, sesak napas hingga kanker.
Pola hidup masyarakat “modern” yang terbiasa dengan segala sesuatu yang praktis, instan dan mudah juga turut mempengaruhi. Biar anak tidak rewel, dikasi gadget. Promosi makanan instan di media pun lebih banyak daripada makanan sehat bergizi. Lebih mudah beli ketimbang masak. Lebih mudah memberi susu botol daripada menyusui yang terkesan merepotkan, dsb.
Namun, setiap pilihan pasti ada resikonya. Jalan menuju sukses hakiki tidak ada yang mudah. Itu sudah sunnatullah. Termasuk mewujudkan generasi berkualitas. Perlu upaya serius dan tidak sekedarnya. Perlu kesabaran dan pengorbanan.
Setiap kerja keras pasti membuahkan hasil. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) misalnya, bisa menurunkan resiko obesitas. Sekaligus juga meningkatkan kekebalan tubuh sehingga tidak mudah sakit. Inilah investasi hakiki seorang ibu. Yang ikhlas menyediakan waktu dan dirinya untuk menyusui si buah hati. Ibu sendiri yang akan menuai hasilnya.
Orangtua juga harus berkorban meluangkan waktu mengajari anak bermain sepeda, berenang, bulutangkis dsb, agar anak teralihkan dari gadget dan playstation. Apalagi dengan maraknya pemberitaan tentang game Pokemon yang berbahaya.
Terakhir yang juga tidak kalah penting adalah peran negara. Negara harus memastikan warganya mampu memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan. Negara juga yang mampu meratakan distribusi ekonomi agar tidak muncul fenomena obesitas, namun di daerah lain gizi buruk. Negara dan aparatnya juga yang mampu mengedukasi para orangtua agar memiliki bekal cukup dalam mencetak generasi unggul. Baik lewat kurikulum formal ataupun dari media massa.