Sejarah Kedokteran Islam

Share

Oleh: dr. Putri Firdayanti (Anggota HELP-S)

Islam adalah peradaban emas yang lahir sejak turunnya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Pondasi peradabannya adalah penyembahan hanya kepada Allah SWT. Sementara dalam pengaturan kehidupan, peradaban Islam berpedoman kepada Syari’at Islam yang diberlakukan dalam sistem Khilafah. Aqidah, Syari’at dan Khilafah inilah yang melahirkan peradaban dan generasi emas.

Kejayaan peradaban Islam terus bertambah gemilang dari zaman khulafa ar-Rasyidin berlanjut hingga zaman khilafah Umayyah, khilafah Abbasiyah hingga khilafah Utsmaniah. Di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz, khilafah Umayyah mampu menoreh tinta emas kejayaan yang sangat mengharumkan nama Islam. Semasa pemerintahannya, tidak ada rakyat yang kelaparan. Kehidupan rakyat makmur dan pendapatan negara sangat tinggi. Bidang keilmuan berkembang dengan pesat. Di Bagdad, dibuka perpustakaan Bait al-Hikmah yang berfungsi sebagai lembaga penerjemah. Pada abad ke-10 M, perpustakan Mosul didirikan oleh Ja’far bin Muhammad. Semua pengunjung di perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan pengunjung yang rutin belajar di perpustakaan ini akan diberikan pinjaman buku secara teratur, bahkan bisa meminjamkan hingga 200 buku tanpa jaminan apapun. Madrasah Al Munthasiriah yang juga berada di Bagdad yang didirkan oleh khalifah Al Muntashir memberikan beasiswa kepada setiap siswa, melengkapi fasilitas sekolah dengan menyediakan perpustakaan, rumah sakit serta dilengkapi dengan wisata permandian.

Wajar, bila lahir ilmuan muslim yang hebat, ilmuan yang secara serius melakukan penelitan di segala bidang. Di bidang fiqih terkenal nama Abu Hanifah, Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal. Di bidang ilmu tafsir ada Al Thabari. Dalam ilmu Hadits, yang paling populer adalah Bukhari dan Muslim. Begitu juga di bidang kedokteran ada Ibnu Sina, Al-Thabari, Ar Razi dan Ibnu Rusydi. Di bidang Kimia ada Ibnu Hayyan. Di bidang optik ada Ibnu Haystsam. Di bidang ilmu kedokteran hewan ada Al-Jahiz, Ibnu Maskawaihi dan Ikhwanussafa.

Rasulullah SAW adalah inspirator utama kedokteran Islam. Meski beliau bukanlah seorang dokter, namun tutur katanya yang terekam dalam banyak hadits menjadi inspirasi di dunia kesehatan. Semisal “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga yang menciptakan cara penyembuhannya” (HR.Bukhari). Keyakinan ini memotivasi para ilmuan muslim untuk terus belajar. Pada abad 9 M, Hunayn bin Ishaq menerjemahkan sebagian besar karya kedokteran Yunani, Persia dan India ke bahasa Arab dan mengembangkannya lebih lanjut di hampir semua bidang kedokteran seperti anestesi, anatomi, immunologi, psikologi, bedah, opthalmologi, perinatologi, farmakologi, dll.

Dokter-dokter Islam adalah yang pertama kali mendirikan rumah sakit-rumah sakit dalam pengertian modern. Rumah sakit ini dibuat untuk penyembuhan pasien di bawah pengawasan staf yang terlatih, serta untuk mencegah penularan kepada masyarakat. Pada zaman pertengahan, hampir semua kota besar khilafah memiliki rumah sakit. Di Kairo, rumah sakit Qalaqun dapat menampung hingga 8.000 pasien. Tidak hanya itu, rumah sakit ini sudah digunakan sebagai pendidikan dan riset. Dokter muslim telah mampu menghilangkan katarak seribu tahun sebelum orang Barat mengetahui hakekat penyakit mata ini. Semua rumah sakit dilengkapi dengan tes kompetensi bagi setiap dokter dan perawatnya, aturan kemurnian obat, kebersihan dan kesegaran sirkulasi udara sampai pemisahan penyakit penyakit tertentu.

Masih pada abad yang sama, Ishaq bin Ali Rahawi menulis kitab Adab al Tabib, yang ditujukan untuk kode etik kedokteran. Al Kindi menunjukkan aplikasi matematika untuk kuantifikasi di bidang kedokteran, misalnya untuk mengukur derajat penyakit (sejenis termometer), mengukur kekuatan obat hingga dapat menafsirkan saat kritis pasien. Pada Abad 10, Ar Razi memulai eksperimen terkontrol dan observasi klinis, serta menolak beberapa metode Galen dan Aristoteles. Ar Razi meletakkan dasar-dasar mengenai penyakit dari analisis urin.  Sedangkan Ibnu Sina sudah dianggap bapak kedokteran modern. Salah satu karyanya yang terkenal dan juga mampu merangkum segala kemajuan ilmu kedokteran pada saat itu adalah Qonun fit Thib (The Canon of Medicine).

Abu al-Qosim al-Zahwari dianggap sebagai bapak ilmu bedah modern. Ibnu an-Nafis adalah bapak fisiologi peredaran darah yang merupakan perintis bedah manusia. Pada tahun 1242, beliau telah mampu menjelaskan secara detail sirkulasi peredaran darah jantung-paru-paru. Sementara Barat menemukan hal yang serupa pada tahun 1628.

Semua prestasi di atas tidak tercipta seketika. Tetapi adanya kesadaran di tengah-tengah masyarakat untuk mewujudkan pengobatan ala Nabi yang rasional tanpa mengenyampingkan aspek spiritual. Tidak hanya itu, peran negara sebagai pengayom masyarakat juga berjalan sebagaimana mestinya. Negara mendukung riset kedokteran, membuka seluas-luasnya kesempatan bagi siapa saja yang ingin belajar. Negara memberikan fasilitas yang menunjang kemajuan ilmu dan teknologi. Sehingga anggaran negara yang diberikan untuk riset kedokteran tidak hanya berkelas dunia tetapi berorientasi akhirat.

Read more

Local News