Republika.co.id – Sebuah produk atau jasa yang memakai embel-embel “syariah” belakangan ini menjadi trendsetter di masyarakat, khususnya umat Islam. Coba kita lihat fenomena bank syariah yang menjadi produk pilihan perbankan bagi umat Islam. Mereka yang memilih bank syariah terjamin secara hukum Islam, sehingga mendatangkan rasa aman dan nyaman ketika bertransaksi.
Munculnya bank syariah menjadi trigger bagi para pelaku bisnis untuk menjadikan produk atau jasanya dibuat atau diusahakan memenuhi kaidah prinsip Islami. Contohnya, pelaku industri makanan yang kini mengusahakan produknya mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Bahkan, sampai jasa angkutan transportasi (ojek) kini banyak menggunakan konsep syariah, dengan tidak mencampuradukkan penumpang dan pengemudi berlainan jenis kelamin.
Fenomena syariah yang menjadi tren inilah yang direspons Majelis Syuro Upaya Kesehatan Islami (Mukisi)-sebagai wadah tertinggi rumah saki Islam se-Indonesia– untuk membuat rekomendasi kepada MUI supaya segera menetapkan standar nilai syariah pada sebuah rumah sakit (RS).
Rekomendasi ini salah satu harapan yang disampaikan Ketua Mukisi, dr H Masyhudi AM Mkes, dalam sebuah acara pelantikan kepengurusan baru, Oktober lalu. “Kami sudah berkomunikasi dengan MUI untuk penetapan standar RS Syariah ini. Insya Allah, dalam waktu dekat akan segera ditetapkan melalui Fatwa atau ketetapan lainnya,” katanya dalam konferensi pers di RS Sari Asih Ciputat Tangerang Selatan sebagaimana dikutip situs republika.co.id.
Lantas, seperti apa konsep syariah yang ditawarkan oleh Mukisi? Konsep Syariah di RS mendasarkan kepada Maqashid al-Syariah al-Islamiyah karya Imam Syatibi. Menurut salah satu ulama besar dari mazhab Maliki tersebut, ada konsep lima kebutuhan dasar manusia yang bisa diterapkan di RS Syariah. Yakni memelihara agama (khifdz ad-diin), memelihara jiwa (khifdz an-nafs), memelihara keturunan (khifdz an-nasl), memelihara akal (khifdz al-aql), dan memelihara harta (khifdz al-mal).
Dari lima maqashid tersebut, satu persatu konsep tersebut akan coba penulis sampaikan dalam kesempatan terbatas ini. Pertama, konsep memelihara agama berarti RS harus peduli dengan ibadah setiap agama pasien. Bagi pasien yang beragama Islam, tenaga medis yang merawatnya harus konsisten dalam menerapkan dan menjalankan ibadah baik untuk dirinya sendiri maupun pasien. Dalam aplikasinya, mereka harus mampu memberikan pengertian tentang tata cara ibadah dalam kondisi sakit.
Kedua, memelihara jiwa bisa diartikan sebagai membangun spiritualitas orang yang sakit supaya tetap tegar ketika menghadapi ujian. Di sinilah peran RS Syariah untuk tetap membuat pasien dalam keadaan tenang, tidak cemas, sabar, dan memotivasi mereka agar sembuh. Apalagi, bagi pasien yang mengalami penyakit yang membutuhkan penanganan seumur hidupnya.
Ketiga, memelihara keturunan. Dalam Islam, dakwah memegang peranan penting sebagai sebuah sarana menyebarkan amar makruf nahi mungkar. Kekuatan atau “bahan bakar” dakwah ada pada generasi baru yang akan menggantikan para pendahulu. Jadi, rasanya tidak berlebihan apabila sebuah RS Syariah memiliki serangkaian program supaya menjadi tempat yang nyaman untuk persalinan. Harapannya, RS mampu menjadi tempat lahirnya generasi sehat untuk meneruskan estafet perjuangan dakwah.
Keempat, menjaga akal. Dalam Islam, selain jasmani, akal yang menjadi pembeda manusia dengan makhluk lain, juga harus sehat. Di sinilah fungsi RS Syariah yang memberikan perhatian serius kepada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan. Salah satu bentuk perhatian tersebut adalah menyediakan layanan bimbingan yang intens bagi pasien yang alami gangguan jiwa. Peran tersebut harus dikuatkan dengan ketersediaan dokter spesialis kesehatan jiwa yang cukup.
Kelima, memelihara harta. Ada ungkapan, seseorang bisa jatuh miskin karena sakit. Harta benda yang disimpan bisa habis digunakan seseorang untuk membiayai upaya penyembuhan sebuah penyakit yang dideritanya. Saat ini, memang ada fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan skema pembayaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah (sebelumnya Jamkesmas). Namun, ada lapisan masyarakat miskin yang tidak tersentuh fasilitas JKN BPJS PBI. Mereka inilah yang harus tetap diperhatikan oleh RS Syariah agar tetap mendapatkan fasilitas kesehatan sebagai upaya penyembuhan. RS Syariah bisa mengupayakan pendirian lembaga amil zakat sendiri yang bisa dimanfaatkan pasien yang mengalami kesulitan finansial.
Bagaimana dengan pasien non-Muslim ?
Salah satu kekhawatiran dari aplikasi RS Syariah adalah bagaimana memperlakukan mereka? Tentu RS dalam upaya pemenuhan kesembuhan, setiap RS harus memberikan yang terbaik bagi siapa saja. Tidak dibatasi oleh suku, agama, ras, atau apa pun. Prinsip inilah yang harus dijunjung tinggi oleh setiap RS. Jadi, dalam hal ini tidak ada alasan bagi pasien non-Muslim untuk berobat di RS Syariah. Soal pemenuhan ibadah bagi umat lain, RS Syariah bisa mengupayakan ritual peribadatan sesuai pemeluk agamanya, sepanjang tidak mengganggu kenyamanan pasien lain. Jadi, apa sebenarnya yang ditakutkan ketika menjalani upaya penyembuhan di RS Syariah?
Syahrial Faza
Humas RSI Sultan Agung (Pilot Project RS Syariah Indonesia)
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/12/01/ohhso621-selamat-datang-rs-syariah