Layanan Kesehatan di Negara Khilafah

0
4708

Oleh: drh. Murniati, M.Si (Anggota HELPS)

Lepasnya tanggung jawab negara dengan cara mendorong praktek liberalisasi dan komersialisasi sektor kesehatan ini, telah membawa banyak dampak buruk bagi orang-orang miskin4. Pertama, Pemberlakuan sistim pembayaran yang disebut “user fees” pada pelayanan kesehatan publik. Disini, hampir tidak ada pembedaan antara RS pemerintah dan RS swasta, sehingga menyempitkan kesempatan bagi rakyat miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan murah. Kedua, Adanya segmentasi dalam pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat. Artinya, setiap golongan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan berdasarkan kemampuan ekonominya. Orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan apa adanya, sementara orang kaya akan mendapatkan pelayanan lebih bagus dan canggih. Hal ini, bagaimanapun sangat bertentangan dengan prinsip “pelayanan kesehatan untuk semua”, tanpa pandang bulu3.

Ketiga, Karena tujuan pelayanan kesehatan sekarang ini adalah mengejar profit semata, maka faktor “kemanusiaan” menjadi semakin terpinggirkan dalam hal pemberian pelayanan yang layak. Keempat, Karena sistem kesehatan sudah dikomersialisasi atau diliberalisasikan, maka pelayanan kesehatan hanya bersifat individual, bukan lagi sebagai sebuah gerakan kolektif untuk menyehatkan bangsa. Padahal pengembangan sistem kesehatan nasional berfungsi untuk menguatkan sumber daya manusia (SDM), yang tentunya berpengaruh terhadap laju perkembangan ekonomi bangsa4.

Pemberian layanan kesehatan kepada rakyat saat ini, tetap saja belum menyentuh sebab yang menjadi dasarnya yaitu kemiskinan, yang diakibatkan ketimbangan ekonomi akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme-neoliberal. Sistem ini telah melahirkan ‘wabah kemiskinan global’ yang menjadi induk bagi berkembang biaknya segala jenis penyakit mematikan di negeri-negeri berkembang dan ketidakmampuan rakyat miskin mendapatkan obat dan perawatan medis yang berkualitas dan gratis. Lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti Bank Dunia, IMF dan WTO, selama ini hanya menjadi alat dari kepentingan negara maju dan perusahaan farmasi multinasional6.

Sementara penerapan konsep jaminan kesehatan hanya berujung pada kesengsaraan dan bencana kemanusiaan walau bagaimananpun bagus implementasinya, seberapa lamapun dilaksanakannya. Adapun tentang fakta-fakta kegagalan sistem jaminan kapitalis sekalipun jarang dipaparkan secara gamblang pada masyarakat luas, namun cepat atau lambat pasti terbongkar. Ibarat menyimpan daging busuk, cepat atau lambat pasti akan tercium aroma tak sedapnya. Faktanya, sebuah permainan melawan kodrat bernama kapitalisme kesehatan justru tengah berlangsung seru di negeri ini. Berbicara masalah kapitalisme, ideologi Kapitalisme memandang bahwa kesehatan merupakan jasa ekonomi (economic service), artinya negara tidak memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma pada masyarakatnya. Ada harga tertentu yang mesti dibayar oleh masyarakat untuk mendapatkan jasa kesehatan, sehingga diciptakan klasifikasi-klasifikasi pelayanan kesehatan, misalnya kamar kelas I,II,III, VIP dan sebagainya, atau obat-obatan dengan kelas Generik dan sebagainya. Kenapa perlu diberikan klasifikasi, agar masyarakat dapat mengukur kemampuannya dalam membeli jasa kesehatan sesuai dengan keuangannya. Harapannya bahwa jasa kesehatan ini dapat di akses seluruh masyarakat dengan tipe kondisi keuangannya. Inilah cara ideologi Kapitalisme mendistribusikan sarana pemenuhan kesehatan ditengah-tengah masyarakat6.

Namun fakta dilapangan berkata sebaliknya, meskipun Kapitalisme telah memberikan solusi berupa kelas, agar distribusi produk kesehatan dapat menyebar secara merata. Namun kenyataanya tidak seluruh masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah masih banyak masyarakat dalam kondisi keuangan yang lemah atau keterbatasan sarana kesehatan didaerah-daerah terpencil3. Studi kasus pada keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anaknya. Penghasilan seorang ayah yang menjadi satu-satunya anggota keluarga yang bekerja, hanya cukup memenuhi kebutuhan makan dan biaya sekolah kedua anaknya. Berbicara tentang kondisi kesehatan, bahwa musibah sakit tidak bisa diprediksi kapan datangnya. Bagaimana keluarga kecil ini memenuhi kebutuhan kesehatan, sementara untuk kebutuhan makan dan sekolah masih pas-pasan terkadang bahkan kurang. Maka Kapitalisme melihat masalah ini dari sudut pandang pasar (bisnis). Solusi itulah yang kemudian disebut dengan Asuransi Kesehatan. Keluarga kecil itu kemudian diminta untuk menyisihkan dana pendapatan setiap bulan untuk kejadian tak terduga, kemudian disetor kepada penyedia jasa layanan asuransi baik itu swasta ataupun yang langsung di koordinir oleh pemerintah contoh BPJS-Kesehatan. Begitulah kapitalisme menciptakan masyarakat berkelas-kelas dalam paket asuransi yang ditawarkan. Maka masyarakat mendapatkan kelas kesehatan tergantung dengan kondisi keuangannya, ketika terdaftar dalam kepesertaan jaminan kesehatan. Sistem rusak inikah yang hendak di telan mentah-mentah oleh pemerintah Indonesia?

Konsep Jaminan Kesehatan Khilafah
Konsep jaminan kesehatan khilafah adalah konsep yang berasal dari Allah SWT, rabbul’aalamiin. Terpancar dari mata air pemikiran yang bersumber dari-Nya, yaitu Al Quran dan As-Sunnah. Dipersiapkan Allah SWT hanyalah agar menjadi rahmat, kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, bahkan alam semesta. Adapun diantara yang prinsip dari konsep agung tersebut adalah:

Pertama: Kesehatan/Pelayanan Kesehatan adalah Pelayanan Dasar Publik.

Kesehatan/pelayanan kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok publik yaitu sebagaimana ditegaskan Rasulullah SWT, yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah – olah dunia telah menjadi miliknya”. (HR Bukhari). Hal tersebut aspek pertama, aspek kedua, pemerintah telah diperintahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Ini ditunjukkan oleh perbuatan Rasulullah SAW. Yaitu ketika beliau dihadiahi seorang dokter, dokter tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin. Dari kedua aspek disebutkan terlihat jelas bahwa kesehatan/pelayanan kesehatan ditetapkan Allah SWT sebagai jasa sosial secara totalitas. Yaitu mulai jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai prinsip etik dalam islami1. Tidak boleh dikomersialkan, walaupun hanya secuil kapas, apapun alasannya. Termasuk tidak diterima alasan, kesehatan harus dikomersialkan agar masyarakat termotivasi untuk hidup sehat. Karena, ini persoalan lain, lebih dari pada itu, ini adalah pandangan yang dikendalikan ideologi kapitalis, bukan Islam.

Disamping itu faktanya, sebagaimana yang kita saksikan saat ini, komersialisasi kesehatan telah berakibat pada kemudharatan, bahaya, kesengsaran pada masyarakat, yang itu semua tidak dibenarkan Allah SWT terjadi5. Demikian ditegaskan Rasulullah SAW dalam tuturnya yang mulia, artinya “Tidak boleh membuat mudharat (bahaya) pada diri sendiri, dan tidak boleh pula membuat mudharat pada orang lain”(HR Ahmad dan Ibnu Majah). Dan juga, kita saksikan komersialisasi telah berakibat pada penistaan kemanusiaan manusia, yang Allah perintahkan untuk dijaga kemuliaannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al Isra:70, artinya, ”Sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu Adam (manusia)”.

Kedua: Negara Bertanggungjawab Penuh

Pemerintah/Negara telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat. Diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tidak hanya bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya1. Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya,”Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertang- gungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al-Bukhari). Sehubungan dengan itu, dipundak pemerintah pulalah terletak tanggung jawab segala sesuatu yang diperlukan bagi terwujudnya keterjaminan setiap orang terhadap pembiayaan kesehatan; penyediaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan; penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan SDM kesehatan; penyediaan peralatan kedokteran, obat-obatan dan teknologi terkini; sarana pra sarana lainnya yang penting bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan terbaik, seperti listrik, transportasi dan air bersih; dan tata kelola keseluruhannya8.

Artinya, apapun alasannya merupakan perbuatan batil yang dibenci Allah SWT manakala fungsi pemerintah dikebiri sebatas regulator dan fasilitator, sementara fungsi dan tanggungjawab lainnya, seperti penyelenggaraan/pelaksanaan diserahkan kepada korporasi7. Yang demikian karena pembatasan fungsi tersebut pasti berujung pada kelalain pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya, yang hal tersebut merupakan perbuatan tercela, sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW, artinya “Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan pada- nya. Dan tidak beragama orang yang tidak menepati janjinya” (HR Ahmad bin Hambal). Selain itu, pembatasan peran Negara hanya sebagai regulator telah melapangkan jalan bagi penjajahan Barat dan hilangnya kemandirian dan kedaulatan Negara. Sementara itu, penjajahan apapun bentuknya diharamkan Allah SWT, demikian firman-NYa, QS An Nisa(4): 141, artinya, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang mukmin”.

Adapun tentang peran masyarakat, swasta, bila dipandang penting peran tersebut, seperti ketika Negara tidak memiliki teknologi kedokteran tertentu, pada hal sangat dibutuhkan masyarakat, maka dibatasi pada transaksi jual beli atau yang semisal, tidak boleh lebih dari pada itu. Disamping diberikan arahan dan motivasi agar beramal sholeh, seperti wakaf, dan shadaqah. Penting diketahui, ini tidak berarti jaminan kesehatan khilafah sama dengan jaminan model semasko di Rusia dan Polandia. Karena keduanya berbeda sama sekali, dari sisi manapun2.

Ketiga: Pembiayaan Berkelanjutan yang Sesungguhnya

Pembiayaan jaminan kesehatan Khilafah adalah model pembiayaan berkelanjutan yang sesungguhnya, setidaknya dikarenakan dua hal, Pertama, pengeluaran untuk pembiayaan kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai salah satu pos pengeluaran pada baitul maal, dengan pengeluaran yang bersifat mutlak7. Artinya, sekalipun tidak mencukupi dan atau tidak ada harta tersedia di pos yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan, sementara ada kebutuhan pengeluaran untuk pembiayaan pelayanan kesehatan, seperti pembiayaan pembangunan rumah sakit, maka ketika itu dibenarkan adanya penarikan pajak yang bersifat sementara, sebesar yang dibutuhkan saja. Jika upaya ini berakibat pada terjadinya kemudaratan pada masyarakat, Allah SWT telah mengizinkan Negara berhutang. Hanya saja penting dicatat, pajak tersebut jauh berbeda dengan pajak dalam pengertian kapitalisme karena selain bersifat temporal juga hanya diambil dari harta orang kaya yang didefinisikan secara islami, yaitu kelebihan harta individu masyarakat yang sudah terpenuhi semua kebutuhan pokoknya, dan kebutuhan sekundernya secara ma’ruf. Hutang yang dimaksud adalah hutang yang sesuai ketentuan syara’5.

Kedua, sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, sesungguhnya telah didesain Allah SWT sedemikian sehingga memadai untuk pembiayaan yang berkelanjutan, itu adalah hal yang pasti bagi Allah. Yang salah satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah.Yaitu mulai dari tambang batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya, yang jumlahnya berlimpah. Anggaran Pendapatan Belanjan Negara Khilafah, dimana tidak sepeserpun harta yang masuk maupun yang keluar kecuali sesuai dengan ketentuan syariat Islam7. Model APBN ini meniscayakan Negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya. Pembiayaan dan pengeluaran tersebut diperuntukan bagi terwujudnya pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi semua individu masyarakat. Yaitu mulai dari pembiayaan pembangunan semua komponen sistem kesehatan, seperti penyelenggaran pendidikan SDM kesehatan berkualitas secara gratis dalam rangka menghasilkan SDM kesehatan berkualitas dalam jumlah yang memadai; penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan segala kelengkapannya; industri peralatan kedokteran dan obat-obatan; penyelenggaraan riset biomedik, kedokteran; hingga seluruh sarana prasarana yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, seperti listrik, air bersih dan transportasi. Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuransi wajib, pembiayaan berbasis kinerja, karena semua itu konsep batil yang diharamkan Allah SWT5.

Keempat: Kendali Mutu yang Sesungguhnya

Konsep kendali mutu jaminan kesehatan khilafah berpedoman pada tiga strategi utama, administrasi yang simple, segera dalam pelaksanaan, dan dilaksanakan oleh personal yang kapabel7. Yang demikian karena Rasulullah SAW telah bersabda, artinya, “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuat”. (HR Muslim). Berdasarkan tiga strategi utama tersebut, haruslah pelayanan kesehatan khilafah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Berkualitas, yaitu memiliki standar pelayanan yang teruji, lagi selaras dengan prinsip etik kedokteran Islam
b. Individu pelaksana, seperti SDM kesehatan selain kompeten dibidangnya juga seorang yang amanah
c. Available, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan selalu tersedia (continuous)
d. Lokasi pelayanan kesehatan mudah dicapai (accessible), tidak ada lagi hambatan geografis.

Seiring dengan sejumlah kriteria diatas, maka Negara benar-benar akan memberikan gaji yang pantas bagi para SDM kesehatan, disamping memberikan tugas yang memperhatikan aspek insaniyahnya.Termasuk dalam hal ini memperhatikan fungsi ummu wa rabbatul bait bagi dokter perempuan. Sementara itu, pemerintahan khilafah yang bersifat sentralisasi, dan administrasi yang bersifat desentralisasi meniscayakan Khalifah memiliki kewenangan yang memadai untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat, serta cepat dalam implementasi kebijakan.

Kelima: Upaya Promotif Preventif Berbasis Sistem

Sistem kehidupan Islam secara keseluruhan, mulai dari sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Khilafah, sistem pergaulan Islam, hingga sistem pemerintah Islam bersifat konstruktif terhadap upaya promotif preventif7. Sehinga akan terwujud masyarakat dengan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, lingkungan yang sehat, perilaku seks yang sehat, epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik. Hal ini tidak saja menjadi upaya preventif ditingkat keluarga berjalan efektif, namun juga meniscayakan keberhasilan upaya preventif tersebut.Demikianlah konsep-konsep prinsip jaminan kesehatan khilafah yang cemerlang, yang bersumber dari mata air ilmu dan kebenaran, yaitu Al Quran dan As Sunnah, dan apa yang ditunjuki oleh keduanya, berupa ijma’ sahabat dan qiyas. Inilah konsep yang berasal dari Allah SWT, satu-satunya konsep yang benar, yang lurus, sebagaimana Allah SWT tegaskan dalam berfirman-Nya, QS Al-Baqarah (2): 147, yang artinya, “Kebenaran itu dari Rabmu, maka janganlah sekali-kali Engkau (Muhammad) termasuk orang yang ragu”. Dimana konsep-konsep tersebut adalah bagian integral dari keseluruhan konsep sistem kehidupan Islam. Karenanya dibutuhkan sistem politik Islam dan Khilafah untuk menerapkannya. Wallahualambishawab []

Referensi:
1. Al-Ghazali, Sharif Kaf. The Origin of bimaristans (hospitals) in Islamic medical history. http://www.islamicmedicine.or/bimaristan.htm
2. Al Maliki. 2008. Politik Ekonomi Islam. Al Izzah. Bogor
3. Anonim. Jaminan Kesehatan Untuk Semua. www.depkes.go.id
4. Anonim. Makalah Konferensi Tokoh Umat 1433 H
5. An Nabhani. 2005. An Nidzomul Iqtishodi Fil Islam Darul Ummah. Beirut
6. Athiyat, A. Jalan Baru Islam. PTI. Bogor. 1997. hal. 18
7. Harimurti, P., Pambudi, E., Pigazzini.A., dan Tandon, A. 2013. The Nuts and Bolts of Jamkesmas. Indonesia’s. Government Financed Health Coverage Program WHO. Washington, DC..www-wds.worldbank.org
8. Hizbut Tahrir. Ajhizatu Daulatul Khilafah. Hizbut Tahrir. Beirut.
9. Yamani, J. K. 2002. Kedokteran Islam dari Masa keMasa. Dzikra. Bandung.

LEAVE A REPLY