8,8 Juta Anak Indonesia Menderita Stunting

0
1998

Antaranews.com – Yogyakarta – Sebanyak 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting atau bertubuh pendek karena kekurangan gizi, atau meningkat sebesar 37,2 persen dalam waktu tiga tahun.

“Satu dari tiga anak di Indonesia mengalami stunting. Bahkan, jumlahnya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun,” kata Ahli Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Hamam Hadi, di Kampus UGM, Yogyakarta, Kamis.

Ia mengatakan, angka kejadian stunting di sejumlah daerah terutama wilayah Timur Indonesia seperti NTT lebih tinggi dibanding angka nasional, sebab di NTT lebih dari 50 persen anak yang menderita stunting.

Menurut dia, persoalan stunting patut menjadi perhatian untuk segera dituntaskan.

Pasalnya, tingginya prevalensi anak stunting telah memosisikan Indonesia ke dalam lima besar dunia masalah stunting.

“Indonesia menjadi kontributor besar dunia untuk stunting ini,” katanya lagi.

Ia menerangkan, stunting merupakan permasalahan gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama atau kronis, dan stunting terjadi sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil sang ibu kurang mengonsumsi makanan bergizi.

“Anak pendek ini merupakan gambaran kekurangan gizi kronis yang sebenarnya telah dimulai sejak janin hingga masa pertumbuhan sampai usia dua tahun. Jika pada periode tersebut kurang gizi dampaknya akan sangat signifikan pada kejadian anak pendek,” paparnya.

Dampak lainnya kekurangan asupan gizi di masa-masa tersebut, jelas dia, juga dapat meningkatkan kematian bayi dan anak apabila terjadi di usia dini.

Stunting, katanya, tidak hanya mengakibatkan tubuh anak yang pendek, tetapi juga memengaruhi pertumbuhan anak saat dewasa menjadi tidak maksimal.

“Perkembangan mental anak juga menjadi terganggu karena stunting ini. Kemampuan kognitif yang terhambat pada anak kurang gizi ini menyebabkan produktivitas ekonomi mereka menurun sehingga berdampak pada perekonomian nasional,” urai Hamam.

Ia menambahkan, akibat kurangnya asupan gizi mengakibatkan rata-rata tinggi anak laki-laki di Indonesia setelah usia dewasa akan mengalami defisit tinggi badan hingga 13,6 cm dibandingkan rujukan organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO).

Sementara itu, untuk anak perempuaan akan mengalami defisit tinggi badan 10,4 cm dibanding rujukan WHO.

Sumber: http://www.antaranews.com/berita/588779/88-juta-anak-indonesia-menderita-stunting-kata-ahli-gizi

===

Komentar:

Semakin menunjukkan bahwa berbagai persoalan yang menimpa sektor kesehatan terkait erat dengan sektor–sektor lainnya.

Dalam masalah stunting ini, setidaknya terkait dengan beberapa sektor berikut:

  1. Pendidikan –> minimnya ilmu tentang gizi dan kesehatan membuat orang tua tidak dapat memilihkan makanan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi anak – anaknya
  2. Ekonomi –> Tidak jarang kemiskinan membuat orang tua tak memiliki pilihan makanan bergizi untuk diberikan kepada anak–anaknya.
  3. Pemerataan pembangunan –> konsentrasi pembangunan yang timpang membuat arus perekonomian terpusat pada titik–titik tertentu saja sedangkan di daerah lainnya roda perekonomian berjalan sangat lambat yang berdampak pada kemiskinan dan rendahnya akses pendidikan warganya.

Pemerataan pembangunan sendiri erat kaitannya dengan visi bernegara:  Apa tujuan utama suatu negara berdiri?

Maka, untuk menyelesaikannya diperlukan pembenahan mendasar di segala aspek kehidupan. Pembenahan itu dimulai dengan penyadaran bahwa manusia diciptakan untuk menghamba pada ALLAH, untuk menjalankan syariat-NYA dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam kehidupan bernegara sehingga tujuan utama bernegara pun adalah menerapkan syariat-NYA.

Islam menggariskan bahwa relasi penguasa dan rakyatnya adalah bagaikan penggembala dan gembalaannya, di mana si penggembala bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan kesejahteraan gembalaannya. Dengan visi dan pola relasi yang demikian, maka penguasa akan berupaya mengedukasi dan memberikan fasilitas sebaik mungkin pada rakyatnya agar tak ada seorang pun di antara rakyatnya yang kelaparan.

Pembangunan pun dilakukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan masyarakat, untuk kesejahteraan rakyat. Dan bukankah kebutuhan dasar masyarakat di mana pun adalah sama? Sama–sama butuh keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Dengan demikian, tidak akan ada ketimpangan pembangunan: di ibu kota pembangunan sangat pesat sedangkan di ujung negeri sangat tertinggal. Efeknya, roda perekonomian berjalan lancar di setiap sudut negeri, kesejahteraan pun merata.

Dari sisi lain, masyarakat yang menyadari bahwa visi hidup ini adalah untuk menghamba pada–NYA akan memahami bahwa ALLAH memerintahkan kita untuk memberikan perhatian yang besar kepada tetangganya, sampai–sampai disebut tidak beriman seseorang yang tidur nyenyak sementara tetangganya kelaparan.

Khafidoh Kurniasih., S.Farm., Apt. (Anggota HELP-S)

LEAVE A REPLY