Waspada Ancaman Omicron

Share

sumber gambar : https://www.idxchannel.com/economics/omicron-kian-menggila-puan-minta-belajar-tatap-muka-100-persen-dievaluasi

Oleh : dr. Fauzan Muttaqien, Sp.JP

Setelah sempat mengalami pelandaian kasus dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat Indonesia nyatanya belum bisa benar-benar bernapas lega. Gelombang ketiga COVID-19 kini ada di hadapan mata. Setelah sebelumnya dihantam badai varian delta yang mencapai puncaknya di bulan juli agustus tahun kemarin, kini kita mesti bersiap kembali menghadapi badai varian baru, varian omicron.

Penyebaran yang Lebih Cepat

SARS cov varian B.1.1.529 atau yang kemudian dijuluki sebagai varian omicron, merupakan salah satu dari lima varian yang dikategorikan sebagai Variants of Concern (VOC) yakni varian virus corona yang menyebabkan peningkatan penularan, dan peningkatan kematian. Varian yang lain yang terkategorikan sama adalah varian alfa, beta, delta dan gamma. Varian ini pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada 9 November 2021 dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Di Indonesia, kasus pertama omicron berdasarkan pelacakan kontak, diduga didapatkan dari WNI yang tiba dari Nigeria pada 27 November 2021 dan dikarantina di Wisma Atlet.

Dan penyebaran pun akhirnya tak terbendung. Mengutip pernyataan ahli epidemiologi Indonesia di Griffith University Dicky Budiman sebagaimana yang dilansir oleh Kompas.com, penularan Covid-19 varian Omicron lebih cepat dengan angka reproduksi di atas 5. Dan terlebih lagi, dia mengatakan ini akan seperti fenomena puncak gunung es.

Dan benar saja, data menunjukkan pertumbuhan kasus varian ini sangat pesat. Berdasarkan data Lembaga Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), jumlah kasus Omicron di Indonesia per Senin, 31 januari telah mencapai 2.507 kasus. Jumlah itu naik 89,9 persen dalam waktu sepekan. Mengutip data GISAID, Omicron Indonesia meningkat 351 kasus dibanding hari sebelumnya 2.156 kasus.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers menyampaikan puncak penyebaran virus corona (Covid-19) varian Omicron di Indonesia diprediksi terjadi akhir Februari 2022. Pada saat itu, diperkirakan jumlah kasus aktif bisa mencapai tiga kali lebih tinggi dari puncak penularan varian delta yang mencapai sekitar 57 ribu kasus per hari. Artinya, bisa ada 171.000-342.000 kasus per hari di gelombang varian Omicron ini.

Kenali Gejala dan Keparahannya

Berbeda dengan varian COVID-19 sebelumnya, sekitar 80-90 persen kasus Covid-19 Omicron memiliki gejala ringan dan sedang. Gejala yang muncul pun berbeda dibandingkan varian sebelumnya. Pada varian sebelumnya 90 persen didominasi oleh keluhan demam dan anosmia, yakni kesulitan dalam mencium bau, maka pada varian omicron gejala demam hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien. Berkaca pada laporan di beberapa negara, semisal di London, gejala yang dominan adalah pilek, sakit kepala, letih, bersin, dan sakit tenggorokan. Laporan dari 40 penderita di Korea selatan menunjukkan hampir setengahnya tidak bergejala. Sementara yang bergejala melaporkan keluhan nyeri tenggorokan, batuk demam, nyeri kepala, dan hanya sedikit yang melaporkan kehilangan penciuman. Di Indonesia, berdasarkan penuturan dr Erlina Burhan, SpP(K) dari RS persahabatan gejala yang dominan muncul adalah batuk dan nyeri tenggorokan. Ini berbeda dari dari varian sebelumnya, yaitu varian Alpha yang umumnya dijumpai gejala demam, batuk, dan kehilangan indra penciuman dan pengecap.

Dari data yang diungkap oleh kementerian Kesehatan, per 31 Januari 2022 total pasien Omicron yang dirawat di RS ada 854 orang. Dari 854 pasien yang dirawat, sebanyak 461 tidak bergejala, 334 bergejala ringan, 54 orang bergejala sedang dan hanya 5 orang bergejala berat. Kasus kematian akibat Covid-19 Omicron di Indonesia sudah ada lima orang. 60% dari yang meninggal belum divaksin. Hal yang sama juga terjadi pada kasus gejala sedang dan berat.
Langkah-Langkah Kewaspadaan Individu

La Dharara Wala Dhirara‘, kaidah ini mengingatkan kita sebagai seorang muslim agar tidak menyebabkan kemudharatan bagi diri kita dan tidak menyebabkan kemudharatan pada orang lain. Meski kebanyakan bergejala ringan sedang, sebagai seorang muslim, kita tetap harus ekstra waspada, mengingat penularan yang lebih cepat dari varian ini.

Langkah langkah ikhtiar pencegahan sebagaimana yang direkomendasi pada varian-varian sebelumnya terbukti tetap efektif. 5M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas menjadi ikhtiar individual. Di samping itu, vaksinasi terbukti tetap efektif dalam mengurangi penularan.

Pada individu-individu muda dan sehat memang keluhan tidak parah bahkan bisa tanpa gejala. Namun, sebagaimana varian-varian sebelumnya, individu yang sehat tanpa gejala atau gejala ringan berpotensi mempercepat penularan akibat keabaian mereka terhadap protokol kesehatan. Dan keabaian ini akan berakibat fatal apabila mereka menularkannya kepada orang-orang yang memiliki komorbid dan resiko tinggi, yakni masyarakat dari kelompok lanjut usia dengan penyakit bawaan atau komorbid seperti gangguan jantung, ginjal, diabetes, dan obesitas.

Langkah Kewaspadaan Tingkat Negara

“Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya” (HR Bukhari dan Muslim)

Maka sudah semestinya negara melindungi rakyatnya dari kemungkinan badai gelombang ketiga varian omicron ini.
Rasulullah saw bersabda, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).

Hadis itu jelas menyatakan bahwa keselamatan rakyat adalah hal paling utama. Oleh karena itu, pemimpin seharusnya mengambil kebijakan tepat. Khalifah Umar bin Khaththab ra. mengambil hadis di atas sebagai landasan memegang kebijakannya untuk menutup pintu negeri Syam ketika terjadi wabah Thaun. Seyogianya para pemegang kebijakan pun mencontoh keputusan Khalifah Umar sejak dini.

Selain itu, kebijakan untuk memperbanyak tes secara gratis, menggalakkan pelacakan kasus dan meningkatkan ketersediaan pengobatan dan sarana kesehatan adalah hal yang wajib diberikan oleh negara.

Sudah cukup 4,34 juta orang di Indonesia yang menderita COVID-19, dan 144 ribu jiwa nyawa yang akhirnya harus meninggalkan kita. Jangan ditambah lagi.[]

Read more

Local News