sumber gambar : https://www.freepik.com/photos/medical
Oleh : Alfiyah Kharomah
Praktisi Kesehatan, Anggota HELP Sharia
Pendahuluan
1,2 juta dosis vaksin virus corona Sinovac didatangkan, 6 Desember lalu. Rencananya masih akan didatangkan lagi 1,8 juta dosis vaksin pada akhir desember ini atau awal Januari 2021. Menghitung kebutuhan vaksin untuk masyarakat, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, jika target yang dicapai Herd Immunity (kekebalan kelompok) untuk memutus mata rantai penyebaran pandemi COVID-19 adalah sejumlah 70% dari total penduduk masyarakat, 269 juta jiwa (rekomendasi WHO). Maka, jumlah individu yang harus divaksin adalah 188 juta penduduk Indonesia. Jumlah ini dikurangi jumlah kategori eksklusi maka jumlah yang menjadi target vaksinasi sejumlah 181 juta jiwa. Dengan memperhitungkan bahwa 1 orang membutuhkan 2 dosis vaksin, dan juga memperhitungkan guideline dari WHO bahwa pemerintah mempersiapkan 15% untuk cadangan, maka total vaksin yang dibutuhkan adalah sekitar 426 juta dosis vaksin.
Untuk menempuh itu maka pemerintah berusaha memenuhi jumlah tersebut dengan lima jalur pengadaan vaksin. 4 diantaranya bersifat bilateral dan satu yang sifatnya multilateral. Dari 4 jalur yang bersifat bilateral ini pemerintah telah menandatangani kontrak dengan Sinovac sebesar 125 Juta dosis, dengan Novavax untuk 130 juta dosis, yang ketiga akan segera menandatangani kontrak dengan AstraZeneca untuk 100 juta dosis vaksin sebagian firm dan sebagian opsi, kemudian dengan BioNTech Pfizer untuk 100 juta vaksin dimana 50 juta adalah firm dan sisanya adalah opsi.
Sedangkan multilateral, Indonesia masuk GAVI COVAX Facility yang memberikan vaksin secara gratis kepada negara-negara anggotanya. Artinya menurut Budi, Indonesia sudah mengamankan sekitar 330 juta dosis secara ‘firm’ dan 330 juta dengan ‘opsi’. Sehingga Indonesia sudah mengamankan 660 juta. Ia menyampaikan bahwa ada ‘buffer’ yang cukup kalau ada beberapa sumber yang kemudian gagal diuji klinisnya atau tertunda proses pengirimannya.
Rencananya, vaksin tahap pertama, akan diberikan kepada 1,3 juta petugas kesehatan, tahap kedua, 17,4 juta diberikan kepada petugas publik, dan selanjutnya pada masyarakat Lansia sekitar 21,5 juta orang. Vaksin dipastikan akan diberikan apabila telah keluar izin penggunaan darurat atau Emergency Used Authorization dari BPOM.
Vaksin Covid-19
Dari keempat vaksin yang telah diamankan oleh pemerintah, rupanya vaksin Sinovac yang paling kontroversial di kalangan para ahli, peneliti dan tenaga medis. Faktanya vaksin ini belum mempublikasikan hasil penelitian uji klinisnya, terkait efikasi vaksin secara resmi. Namun, negara Turki dan Brazil yang menjalin kerjasama dengan vaksin ini, telah mempublikasikan efisiensi vaksin yang dibuat di negara China ini. Turki mengumumkan hasil dari uji klinis tahap III sebesar 91, 25% dengan jumlah sampel 1.322. Dengan kata lain, hasil efektivitas vaksin yang diumumkan masih skala kecil, belum menyeluruh. Berbeda dengan Brazil yang mengumumkan hasil uji klinis, bahwa efektifitas vaksin mencapai lebih dari 50 persen lebih dengan jumlah sampel 13.000 relawan yang disuntik. Namun sayang, pemerintah setempat enggan menyebutkan detail uji klinis tersebut.
Berbeda dengan uji klinis yang dilakukan di Indonesia, uji klinis pada vaksin Sinovac di Bandung, bekerja sama dengan UNPAD dan BioFarm sampai kini belum selesai. Karena perencanaan uji klinis tahap III baru akan memasuki Interim Report pada Januari 2021, dan akan selesai, dijadwalkan pada Maret 2021. Uji klinis dilakukan pada 1.620 relawan pada suntikan I dan 1.520 diantaranya mendapatkan suntikan yang ke-II. Keseluruhan uji klinis akan selesai pada bulan September 2021.
Perlu diketahui tidak semua uji klinis tahap tiga akan berjalan dengan baik. Tidak semua vaksin dalam setiap fase akan berjalan dengan lancar karena proses yang dilakukan saat ini adalah proses percepatan walau tidak mengabaikan setiap fase yang perlu dilakukan. Karena bersifat darurat, maka ada penyederhanaan proses dari yang seharusnya.
Baru-baru ini, misalnya, perusahaan vaksin Johnson &Johnson AS menghentikan sementara uji klinisnya karena mendapati “penyakit yang tidak bisa dijelaskan” pada relawan yang ikut uji calon vaksin. Kasus lainnya, awal September sudah ada laporan efek vaksin yang tidak diinginkan dari uji klinis fase III vaksin AstraZeneca dari Universitas Oxford. Laporan ini menyebabkan penghentian sementara proses uji klinik yang sedang berlangsung.
Sedangkan Novavax Inc milik Amerika Serikat, belum mempublikasikan hasil uji klinis tahap ke III-nya, selain itu, sama seperti Sinovac, vaksin ini juga belum mempublikasikan hasil efektifitas vaksinnya. Masih pertengahan tahun 2021, harapan mereka dapat memproduksi vaksin corona dalam jumlah besar.
Pfizer BioNTech sendiri telah melaporkan vaksinnya dalam hal keamanannya. Secara keseluruhan, vaksin, diberikan sebaai rejimen dua dosis pada salah satu dari tiga dosis (10µg, 20µg, 30µg) dapat ditoleransi dengan baik dalam dua kelompok usia 18-55 tahun dan 65-85 tahun. Efek samping lokal dan sistemik umumnya ringan dan lebh sering terjadi pada dua kelompok dengan dosis tinggi. Kejadian merugikan umumnya lebih ringan pada kelompok usia yang lebih tua. Tidak ada efek samping yang serius dilaporkan. Vaksin ini memiliki efikasi mencapai 93% (WHO, 2020).
Buru-Buru Vaksinasi Ada Apa?
Pada 16 Desember 2020, Presiden Jokowi mengumumkan pemerintah Indonesia akan memberikan vaksin gratis pada seluruh masyarakat. Angin segar ini menimbulkan banyak spekulasi, karena tidak biasanya pemerintah berbaik hati kepada rakyatnya. Ia menegaskan tidak ada biaya sama sekali. “Setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkuasi ulang dan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 adalah gratis”, ujar beliau di Istana Negara.
Hal ini telah mengkonfirmasi (baca: memveto) keputusan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/99860/2020 yang diteken pada 3 Desember menetapkan dua skema vaksinasi. Yakni vaksinasi skema biasa di bawah kendalinya, dan vaksinasi mandiri, yang kemudian ditafsirkan sebagai berbayar, yang diatur oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Rinciannya, 32 juta skema subsidi pemerintah dan 75 juta diberikan lewat skema mandiri (70:30).
Kata Direktur Eksekutif KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo pada CNN menyatakan penggratisan vaksin ini dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia yang terdampak Covid-19. Ia menyampaikan kalau kebijakan 70:30 persen itu susah tercapai, perjalanan bebas Covid-19 akan lebih panjang dan berat kemudian berefek pada pemulihan ekonomi. Ia menyebut kebijakan vaksin gratis ini akan membuat situasi politik nasional lebih kondusif. Tingkat kepercayaan masyarakatpun, meningkat sejak kedatangan 1,2 juta vaksin buatan Sinovac.
Kebijakan vaksin gratis ini diputuskan setelah mendapat masukan dari ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan SAGE (The Strategic Advisory Group of Experts on Immunization). Hal ini telah dikonfirmasi oleh Sekertaris Eksekutif Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCPEN) Raden Pardede. SAGE adalah kelompok penasehat utama WHO untuk vaksin dan Imunisasi.
Untuk ukuran rezim saat ini yang memiliki track record buruk selama penanganan wabah, dan sangat perhitungan kepada rakyatnya, kecil kemungkinan keputusan yang diberikan kepada rakyat adalah untuk kesehatan dan keselamatan rakyat. Apalagi jika vaksin itu benar-benar gratis. Bahkan, penanganan Covid-19 kuncitara (lockdown) yang paling efektif dengan kecil dampak ekonominya saja tidak diambil. Publik tidak pernah lupa bagaimana karut marutnya pemerintah dalam pengadaan APD yang berujung pada kematian banyak nakes, pengadaan rapid test yang tak terbukti efektif untuk test COVID-19, open donasi Covid pada masyarakat bahkan sampai tega mengkorupsi dana bantuan sosial. Ujug-ujug, pemerintah menggratiskan vaksin dengan dalih mendengar masukan dari masyarakat. Masyarakat manakah yang telah didengarkan?
(Bersambung ke bagian 2)