New Normal of Health

Share

Oleh: dr. Eko Budi (member of HELP-Sharia)

Beberapa pekan belakangan ini istilah new normal viral dan menjadi opini public di Indonesia dan internasional. Meskipun belum ada definisi yang baku dari new normal, istilah ini bisa dimaknai sebagai keadaan di mana manusia kembali beraktivitas sehari-hari meskipun model atau caranya berbeda dengan sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

Sebagaimana yang kita rasakan bersama, setelah bumi kedatangan partikel (makhluk) super mungil tak kasat mata berwujud virus corona baru, manusia menjadi target serangan sehingga sampai akhir Mei 2020 telah menginfeksi 5.819.962 orang dengan 362.786 kematian yang terlaporkan seluruh dunia (www.who.int). Covid-19 ini menyebar ke pelosok bumi dengan kecepatan mengerikan seiring mobilitas manusia. Pandemi ini juga telah merontokkan sistem kesehatan beberapa negara.

Dampak non kesehatan pun sudah di depan mata, misalnya potensi resesi ekonomi global, keresahan sosial, serta perubahan perilaku manusia dan interaksi antarmanusia untuk menghindari penularan Covid-19. Hal ini menjadikan umat manusia makin menderita.

Jika sedikit flashback setengah tahun lalu, sebelum terjadinya Covid-19 ini, dari sisi kesehatan, sebenarnya realitas menunjukkan bahwa umat manusia masih mengalami banyak sekali problematika kesehatan. Mulai dari kematian akibat berbagai penyakit menular dan tidak menular yang masih tinggi, akses layanan kesehatan yang masih rendah, distribusi dan kualitas fasilitas serta SDM kesehatan yang tidak merata, berbagai indikator kesehatan yang masih buruk, serta jaminan kesehatan yang belum terwujud. Jika kita mau jujur, sebenarnya ini merupakan kondisi yang abnormal. Normalnya adalah jika tingkat kesehatan manusia secara keseluruhan dalam kondisi yang baik. Setelah terjadi pandemi, situasinya kian abnormal.

Nah, dari sini lagi-lagi mesti dikatakan bahwa kondisi abnormal ini (terutama abnormalitas kesehatan) adalah permasalahan sistemik, bukan perkara kesehatan an sich yang berdiri sendiri. Jika dirunut kembali dengan jernih, akan ketemu alur berpikirnya. Bahwa problematika kesehatan yang ada ini dimunculkan oleh sistem kesehatan yang dipakai. Sistem kesehatan yang dipakai dipengaruhi oleh sistem ekonomi dan politik yang dijalankan. Sedangkan sistem ekonomi dan politik pasti mengikuti ideologi (sistem kenegaraan) yang dianut suatu negara. Dari sini semestinya sudah kelihatan titik terangnya, meskipun baru sebesar cahaya lilin di malam hari. Alur berpikir seperti itu memang butuh energi besar untuk mengkajinya, dan baru sedikit orang yang mau melakukannya.

Simpulan ringkasnya bahwa ideologi yang dianut oleh negara Indonesia dalam hal ini adalah Kapitalisme liberal yang asasnya adalah sekulerisme. Bagi muslim, sekulerisme tentu berlawanan dengan keimanannya, karena bagi muslim kehidupannya di dunia ini mestilah secara alami diatur oleh tuntunan Allah SWT, agar sesuai dengan fitrahnya sebagai hambaNya.

Jadi, sebenarnya bagi Muslim khususnya dan umat manusia secara keseluruhan, apabila ingin menikmati new normal life, hidup normal sesuai fitrahnya, mestilah beralih dari kehidupan abnormal akibat sistem Kapitalisme menuju sistem hidup Islam, termasuk bidang kesehatan dengan sistem kesehatan Islamnya.

New normal by new norm. Insya Allah.

Read more

Local News