Oleh: dr. Eko Budi (member of HELP-Sharia)
Pokok-pokok pemikiran Islam yang menjadi landasan untuk membangun sistem kesehatan Islam adalah:
Pertama, kesehatan merupakan perkara penting yang menjadi kebutuhan kolektif manusia, agar bisa produktif dan beribadah kepada Sang Pencipta dengan optimal.
Kedua, kesehatan adalah hak semua manusia secara adil tanpa perbedaan latar belakangnya. Setiap warga negara mendapat layanan kesehatan secara egaliter.
Ketiga, negara (pemimpin) bertanggung jawab penuh dalam menjamin penyediaan layanan kesehatan terbaik dan bebas biaya. Rasa tanggung jawab pemimpin Islam akan muncul karena mereka menyadari bahwa tugas posisi sebagai pemimpin adalah amanah yang besar yang akan dipertangjungjawabkan kelak di akhirat.
Keempat, warga negara (baik individu maupun kelompok) dapat menyediakan layanan kesehatan sendiri baik dengan tujuan untuk membantu negara maupun untuk komersial.
Sistem kesehatan dalam Islam sendiri tersusun atas beberapa unsur utama (S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic Sciences), yaitu:
Pertama, peraturan yang komprehensif, meliputi hukum-hukum syariat Islam tentang kesehatan, kebijakan/manajemen kesehatan, administrasi kesehatan.
Kedua, sarana dan prasarana kesehatan yang memadai, meliputi Puskesmas dan rumah sakit dengan standard dan manajemen pengelolaannya, obat-obatan dengan industri farmasi, alat kesehatan dengan industri manufakturnya.
Ketiga, sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang memadai, meliputi dokter, paramedis, dan tenaga kesehatan lain dengan pusat pendidikan dan penelitiannya.
Keempat, pembiayaan kesehatan dari negara dengan prinsip at any cost, meliputi analisis alokasi kebutuhan dana dan sumber pendanaannya. Yang tentunya tidak akan menjadi beban rakyat maupun pasien, tetapi full pembiayaan negara tanpa pungutan/premi. Sehingga para manajer unit penyelenggara layanan dan tenaga kesehatan akan menerapkan standar profesi yang tinggi tanpa berpikir plafon biaya akan jebol atau rugi. Motto “mengutamakan keselamatan pasien” pun akan terwujud secara alami.
Unsur-unsur ini dapat dijabarkan lagi secara lebih rinci untuk memudahkan pemahaman.
Sedangkan tujuan dari sistem kesehatan Islam adalah untuk merealisasikan beberapa prinsip (Muhammad Usman dan Yahya Abdurrahman, 2017):
Pertama, pola baku sikap dan perilaku sehat. Pembinaan pola baku sehat baik secara fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan kepribadian Islam dan ketakwaan masyarakat.
Kedua, lingkungan sehat dan kondusif. Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan memperhatikan kesehatan, kebersihan, keasrian, drainase, dan kelestarian lingkungan.
Ketiga, pelayanan kesehatan yang memadai, bebas biaya, dan berkualitas. Hal ini hanya bisa direalisasikan jika ditunjang oleh sarpras kesehatan dan modalitas pengobatan yang mencukupi, serta SDM yang profesional dengan gaji yang lebih dari layak. Dukungan penelitian dan pendidikan kesehatan tentunya sangat diperlukan.
Keempat, kontrol efektif terhadap patologi sosial. Hal ini akan tercapai ketika tanggung jawab negara dijalankan secara optimal dengan menerapkan hukum-hukum Islam dan kontrol masyarakat yang responsif terhadap berbagai penyimpangan perilaku sosial. Masyarakat yang punya kepedulian, bukan yang acuh dan individualistik.
Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, pembangunan kesehatan harus meliputi aspek kesehatan promotif (mendorong sikap dan perilaku sehat), preventif (mencegah perilaku distortif dan munculnya gangguan kesehatan), kuratif (menangani kondisi patologis/sakit yang terjadi), dan rehabilitatif (memulihkan agar predikat sebagai makhluk bermartabat tetap melekat) secara simultan, dengan paradigma bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati.
Dalam lintasan sejarah umat Islam, seiring dengan perkembangan dan waktu, kita saksikan sistem kesehatan Islam menjadi mercusuar dan tolok ukur kemajuan kesehatan dunia, di tengah masih gelapnya peradaban Eropa. Jika kita mau jujur, kemajuan kesehatan Barat sebenarnya sangat berutang budi pada kesuksesan sistem kesehatan Islam terdahulu. Kemajuan ilmu-ilmu kesehatan dan teknologinya diawali oleh ilmuwan muslim. Kegemilangan capaian sistem kesehatan Islam itu tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi dan politik Islam, berupa penerapan syariat Islam kaffah selama kurun waktu 1 milenium lebih 3 abad! Penerapan syariat Islam dalam sistem pemerintahan Islam yang dikenal luas dengan nama Khilafah Islam.
Untuk memudahkan pemahaman tentang konsep dasar dan praktis sistem kesehatan Islam, kami coba berikan contoh ilustrasi sederhananya. Masing-masing warga masyarakat akan memahami konsep umum tentang kesehatan dan pencegahan penyakit. Dia paham saat dirinya sedang sakit. Dia mengerti kapan mesti ke fasilitas kesehatan (faskes) dan ke faskes mana yang akan didatangi. Tatkala dating di faskes itu dia mendapat perlakuan yang manusiawi dan fasilitas yang baik. Tenaga kesehatan yang melayaninya pun melakukan tugasnya dengan standar keilmuan tertinggi. Untuk menetapkan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan-pemeriksaan yang memang dibutuhkan tanpa pusing dengan plafon asuransi dan besaran take home pay yang akan diperoleh, karena semuanya terkover mulai sederhana sampai tercanggih sekalipun. Dan setelah ditangani, si sakit pulang sambil tersenyum membawa advis yang mencerahkan dan obat-obatan yang diperlukan tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Atau tatkala opname, dia tidak perlu sampai bingung memikirkan keperluan selama di rumah sakit bagi dirinya dan penunggunya, bahkan tatkala sendirian pun sudah terpenuhi keperluannya. Pada saat mendapatkan kesembuhan dari penyakitnya, dia pulang dengan membawa sejumlah uang (jika dia membutuhkan) agar bisa istirahat di rumah memulihkan kondisi sebelum bekerja kembali tanpa khawatir tidak bisa makan, bukan pulang dari rumah sakit dengan membawa kuitansi tagihan pembayaran selama perawatan.