Oleh: dr.Eko Budi (member of HELP-Sharia)
Bagi sebagian orang, membicarakan suatu tema “di luar agama” namun mengaitkannya kepada agama Islam, maka akan dianggap aneh, atau bahkan tidak dianggap sebagai pembicaraan yang intelektual (ilmiah). Misalnya agama Islam dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan distribusi kekayaan di tengah masyarakat, Islam dikaitkan dengan korupsi dan suap, atau bahkan dikaitkan dengan sistem kesehatan dan wabah penyakit. Islam dianggap tidak berkaitan dengan berbagai sisi kehidupan (publik) manusia. Islam dianggap sama dengan agama-agama lain yang hanya mengurusi keimanan dan ibadah ritual.
Bahkan masih ada yang menolak dengan berbagai alasan masing-masing, misalnya; “ini kan bukan negara agama”, “jangan sok suci lah, jangan bawa-bawa agama”, “kita ini sudah ada di zaman modern, jangan balik ke zaman kuno”, ”agama (Islam) sudah tidak cocok dengan perkembangan zaman”, “kita ini kan berbhinneka, jangan maksa-maksa dong”, “kita ini sudah punya kesepakatan bangsa”, “sistem demokrasi yang dipakai sekarang ini sudah baik kok tinggal memperbaiki orangnya”, dan lain sebagainya.
Inilah yang dinamakan sekulerisme. Menurut kamus Merriam-Webster, sekulerisme diartikan sebagai paham di mana agama dilarang berperan dalam pemerintahan, pendidikan, atau aspek publik dari masyarakat. Dalam ranah publik agama tidak dianggap penting, sejauh mungkin diabaikan aturannya. Urusan agama adalah di ranah privat (personal) dan di tempat ibadah. Meskipun mereka yang menyatakan seperti ini adalah orang-orang yang secara ritual religius, tetap saja hakikatnya mereka ini sebenarnya adalah sekuleris, baik sadar ataupun tidak.
Dalam prinsip sekulerisme, manusia dengan realitas akalnya yang lemah dan terbatas harus diberikan hak membuat aturan sendiri untuk mengatur ranah publik sesuai pedapat mereka, kesepakatan mayoritas mereka atau perwakilan mereka. Sejarahnya sekulerisme ini lahir di Eropa di zaman Renaissance beriringan dengan revolusi Prancis yang menyebar ke seluruh Eropa, dunia Islam, dan seluruh penjuru bumi sekarang ini.
Agama Islam sendiri tidak pernah mengenal sekulerisme. Islam mengajarkan prinsip penyelarasan perbuatan manusia dengan guidance dari Sang Pencipta dan Pengatur secara totalitas karena hal ini merupakan konsekuensi iman mereka kepada Allah Swt, nabi Muhammad Saw, dan al Qur’an. Islam datang membawa seperangkat guidance yang sempurna (QS. Al Maidah:3) dan komprehensif (QS. An Nahl:89) bagi manusia, lintas zaman, lintas benua, dan lintas generasi spesies manusia. Bersyukur, istilah ber-Islam kaffah saat ini sudah mulai disadari oleh umat Islam dan marak dibicarakan.
Dalam urusan sistem kesehatan pun, Islam juga memiliki paketnya, bahkan paket komplit. Di dalam al Qur’an dan hadits Nabi akan kita temukan cukup banyak pasal yang membahas seputar kesehatan. Sebagian di antaranya bisa kita perhatikan berikut ini.
“…dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” (TQS. Al Maidah:32)
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku” (TQS. Asy-Syu’ara: 80)
“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.” (TQS. Thoha: 81)
“Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (TQS. An-Nahl: 69).
“Maka seorang pemimpin adalah pengurus bagi rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang diurusinya” (HR.Muslim)
“Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku” (HR.Bukhari-Muslim)
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya, diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi)
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan disukai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR Muslim)
“Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.” (HR Hakim)
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
“Agama Islam itu adalah (agama) yang bersih/suci, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan. Sesungguhnya tidak akan masuk surga, kecuali orang-orang yang suci.” (HR. Baihaqi).
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu” (HR. Bukhari)
“Bahwasanya Rasulullah pernah mengirim seorang tabib (dokter) kepada Ubay bin Ka’b. Kemudian dokter tersebut memotong uratnya dan melakukan al-kay (pengecosan besi panas)” (HR.Muslim)
Rasulullah Saw pada saat mendapatkan hadiah berupa seorang tabib (dokter) dari Muqauqis, Raja dari Mesir, kemudian beliau menjadikan tabib tersebut melayani kesehatan penduduk Madinah tanpa ditarik biaya (Abdurahman al Maliki dalam Politik Ekonomi Islam, 2001)
Hadits dari Imam Bukhari dan Muslim bahwa ada serombongan orang dari kabilah Urainah yang baru masuk Islam. Dari rombongan ini terdapat delapan orang mengalami sakit limpa saat datang di Madinah. Rasulullah Saw sebagai penguasa Madinah memerintahkan agar para mualaf tersebut tinggal di dekat penggembalaan ternak zakat kaum kaum muslimin yang dikelola oleh Baitul mal di dekat Quba untuk dirawat, diberi makan dan minum dari peternakan secara cuma-cuma sampai mereka sembuh.
Apabila dielaborasi ayat-ayat al Qur’an dan hadits (termasuk praktik langsung Nabi Muhammad saw terkait kesehatan tatkala beliau menjadi penguasa Madinah), serta kebijakan khulafaur rasyidin dalam urusan kesehatan, tampak bahwa Islam punya perhatian besar. Tidak hanya perhatian yang besar, lebih dari itu, Islam memiliki prinsip-prinsip sistem kesehatan, karena Islam selain sebagai agama juga sebagai sistem kehidupan yang paripurna.