Oleh: dr. Iswahyudi (Residen Ortopedi dan Traumatologi FK Universitas Hasanuddin, Makassar)
Kematian 500 lebih petugas KPPS per Jumat (10/5/2019) tentulah menimbulkan tanda tanya. Pernyataan ketua KPU bahwa petugas KPPS meninggal karena kelelahan bukannya menjawab pertanyaan, malah menambah tebalnya kabut misteri. Logika yang paling sederhana akan mengatakan tubuh yang kelelahan akan memilih istirahat atau tidur, bukan meninggal. Logika yang sedikit mendukung adalah adanya comorbidities atau underlying disease dari petugas KPPS yang meninggal yang terpicu oleh faktor kelelahan. Dalam semesta kemungkinan, itu bisa saja terjadi, tapi dibutuhkan pembuktian sehingga tidak terkesan menyederhanakan masalah.
Kelelahan tidak bisa dijadikan Cause of Death/COD (sebab kematian) dimanapun di muka bumi ini. Dalam ilmu kedokteran forensik, COD hanya meliputi gagal napas, gagal jantung dan mati batang otak. Gagal napas, mengarah pada kegagalan oksgenasi otak, biasanya terjadi pada pasien-pasien yang tenggelam, korban kebakaran, pembekapan dan sebagainya. Termasuk juga mereka yang mengalam perdarahan hebat baik karena kecelakaan atau sebab lain yang menyebabkan darah yang mengandung oksigen tidak memadai untuk mensuplai oksigen ke otak. Hemotoksin pada racun ular berbisa juga bisa menyebabkan kegagalan oksigenasi ke otak akibat efek proteolitik racun tersebut sehingga darah menggumpal dan gagal bersirkulasi. Gagal jantung biasanya terjadi pada pasien-pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung, tersetrum listrik atau racun yang memicu aritmia jantung. Sementara pasien yang mati batang otak biasanya karena kasus neurologi, infeksi ataupun penyakit kronis lainnya.
Bagaimana dengan gejala-gejala yang diperlihatkan oleh para korban? Kebanyakan dari mereka awalnya mengeluh pusing dan sakit perut. Sebagian dilanjutkan dengan keluhan muntah darah. Ada juga yang berhasil diperiksa laboratorium darahnya dan ditemukan bahwa kadar haemoglobinnya rendah. Kalau penyebabnya adalah kelelahan, maka sulit untuk menemukan korelasi dengan gejala yang ditimbulkannya.
Namun tetap perlu dilakukan investigasi, apakah kelelahan ini karena petugas KPPS karena memang pekerjaannya yang melelahkan atau petugas KPPS melakukan pekerjaan lain selain pekerjaan teknis sebagai petugas KPPS. Bila pekerjaaannya yang terlalu berat, maka seharusnya terlebih dahulu dilakukan analisis beban kerja sebelum menyerahkan pekerjaan tersebut ke petugas KPPS. Bila petugas kelelahan karena mengerjakan pekerjaan lain diluar kapasitasnya sebagai petugas KPPS, maka perlu dilihat dulu. Bila pekerjaan itu masih terkait dengan penyelenggaraan pemilu dan tidak ada kaitannya dengan netralitasnya sebagai petugas KPPS, maka petugas KPPS sebenarnya tidak mengerti apa yang menjadi tugasnya. Bila itu berkaitan dengan netralitasnya sebagai penyelenggara pemilu sehingga menjadikan dirinya tidak netral, maka seharusnya dilaporkan ke Bawaslu untuk dilakukan penyelidikan. Bila pekerjaan lain yang dimaksud sama sekali tidak berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, seperti mencari nafkah sehari-hari, maka perlu direview kembali besaran gaji yang diterima oleh petugas KPPS. Mereka sebenarnya telah mengorbankan waktu kerja dan waktu istirahat mereka dengan menjadi petugas KPPS sehingga gaji yang seharusnya mereka terima sebanding dengan pengorbanan waktu yang mereka berikan.
Soal penting yang juga perlu diungkap adalah, mengapa bisa terjadi kematian yang begitu banyak, dalam waktu yang singkat dan dari orang-orang dengan profesi ad hoc yang sama. Kematian lebih dari 500 orang, dalam sudut pandang apapun, tentu bukan jumlah yang sedikit. Durasi yang singkat tentu semakin menguatkan ada yang tidak beres dengan kematian mereka. Yang tak kalah pentingnya adalah pekerjaan ad hoc yang mereka lakukan. Mereka datang dari berbagai latar belakang pekerjaan yang kemudian disatukan dalam pekerjaan yang sama sebagai petugas KPPS. Tiga variable tersebut paling tidak akan mengarahkan hipotesa yang dibangun untk mengungkap apa penyebab kematian petugas KPPS.
Over all, dibalik kematian para petugas KPPS seharusnya semakin menyadarkan kita bahwa demokrasi, mulai dari landasan filosofis hingga tataran praktis, sama sekali tidak memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Masihkah kita mempertahankan demokrasi ataukah kita ingin segera mematikannya?