Oleh: KH. Shiddiq Al Jawi (Dewan Penasehat HELPS)
Tanya :
Assalamu’alaikum.
Ustadz, mau nanya. Bagaimana hukumnya apabila ada perusahaan obat membiayai dokter untuk sebuah seminar produk mereka. Tapi dokter itu tidak ada perjanjian untuk meresepkan produk mereka. Apakah itu sudah termasuk risywah (suap)? (Dr. Fauzan, Sp.JP, Banjarmasin).
Jawab :
Wa alaikumus salam.
Hukum seorang dokter menerima hadiah dari detailer perusahaan farmasi, baik berupa uang, barang, maupun fasilitas/jasa (spt mengikuti seminar, umroh, piknik dsb) adalah sbb :
(1) haram, jika dokter itu bekerja/praktik untuk pihak lain di sebuah rumah sakit, klinik dll dan dokter itu sudah digaji oleh RS tersebut.
Hal itu diharamkan karena dokter itu sudah digaji oleh RS tersebut, maka hadiah apa pun di luar gaji yang terkait dengan pekerjaan dokter itu yang dia ambil dari pihak lain adalah haram.
Dalil keharamannya adalah sabda Nabi SAW :
مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
“Barangsiapa yang kami angkat sebagai pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan, lalu kami sudah berikan gaji kepadanya, maka apa saja yang dia ambil di luar gaji itu adalah harta khianat (ghuluul).” ( HR Abu Dawud).
(2) boleh, jika dokter itu praktik mandiri di klinik sendiri dan tidak bekerja pada pihak lain. Dengan kata lain, dokter itu hanya mendapat pendapatan dari praktiknya itu, dan tidak digaji oleh pihak lain.
Dalam kondisi seperti ini, hadiah dari detailer farmasi bagi dokter hukumnya boleh. Karena hadiah tersebut merupakan hadiah dalam rangka pemasaran (hadaayaa taswiiqiyyah) dari produsen kpd konsumen yang hukumnya boleh. (Ziyaad Ghazzaal, Masyruu’ Qaanuun Al Buyuu’, bab Al Hadaayya At Taswiiqiyyah).
Dalilnya adalah hadits yang membolehkan penjual memberi hadiah kepada pembeli, sebagaimana hadits dari Ibnu Umar sbb :
ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ : ” مَنِ ابْتَاعَ عَبْدًا وَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلْبَائِعِ ، إِلا أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ ”
Ibnu Umar berkata, “Telah bersabda Rasulullah SAW,’Barangsiapa yang membeli seorang budak yang mempunyai harta benda, maka harta benda itu tetap miliknya pihak penjual budak, kecuali harta itu disyaratkan (sebagai hadiah) oleh pihak pembeli.” (HR Bukhari).
Wallahu a’lam.
Bogor, 7 Maret 2019
M. Shiddiq Al Jawi.