BPJS Kesehatan Defisit, Kapan Bisa Bangkit?

Share

Oleh: Rayni Ummu Attaqi*

Defisit BPJS Kesehatan yang mencapai 16,5triliun rupiah sontak membuat publik geram. Tak hanya masyarakat awam yang kena imbas, industri farmasi dan asosiasi rumah sakit pun ikut panas.

Sejumlah strategi penghematan telah dilakukan, mulai dari menetapkan waktu tunggu aktifnya kartu baru, denda bagi yang telat bayar, sampai ancaman administratif bagi yang tak mau jadi peserta. Tetapi semua itu tidak membuahkan hasil. Akhirnya keluarlah jurus pamungkas, pelayanan dipangkas. Peraturan dirjen BPJS  nomor 02,03, dan 05 tahun 2018 mengukuhkan adanya batasan manfaat bagi penderita katarak, pasien fisioterapi, dan bayi baru lahir.

Peraturan sepihak tersebut bukannya meredakan protes malah menuai kecaman di mana-mana. Keluhan demi keluhan menjadi viral di lini masa. Dewan Jaminan Sosial Nasional pun ikut angkat bicara. Kementerian keuangan berjanji mengucurkan dana 4,9 triliun saja. Selebihnya, BPJS diminta mengambil dana dari pajak dan cukai rokok, menagih iuran dari pemerintah daerah, dan mengais dana di tempat lain yang belum tentu terwujud keberadaannya.

Defisit Sejak Lahir

BPJS sampai kapan pun akan berpotensi defisit. Hal ini disebabkan setidaknya oleh tiga hal:

Pertama, sejak awal pembentukannya, BPJS mewarisi sejumlah beban finansial yang dimiliki pendahulunya yakni PT Askes. Meski kemudian mendapat dana abadi (endowment) dari pemerintah, dana ini harus diputar di bursa investasi supaya bisa menutup hutang-hutang terdahulu.

Kedua, jumlah iuran yang saat ini ditetapkan oleh pemerintah jauh di bawah nilai yang sebenarnya. Nilai aktuaria untuk peserta kelas 3 setidaknya Rp36.000,00/orang per bulan, tetapi pemerintah menetapkan hanya Rp25.500,00/orang per bulan.

Padahal peserta BPJS mayoritas adalah peserta kurang mampu yang dibayari oleh pemerintah. Jumlahnya hampir 100 juta jiwa. Ini artinya, pemerintah (pusat dan daerah) hanya mengalokasikan sekitar 2,5 triliun per bulan untuk pembayaran peserta kurang mampu sementara yang dibutuhkan adalah 3,6 triliun per bulan.

Ketiga, dengan kondisi finansial yang kembang kempis begini, pemerintah mewajibkan BPJS  memberikan pelayanan kesehatan dengan cakupan yang luas tanpa melakukan seleksi peserta.

Lazimnya, asuransi swasta memberikan batas cakupan pelayanan, tidak semua pelayanan di-cover. Misalnya, dengan premi sekian rupiah per bulan, asuransi akan menanggung persalinan caesar tetapi tidak mau menanggung operasi laparotomi.

Asuransi swasta juga melakukan screening bagi calon peserta (seleksi pre-existing condition). Mereka yang memiliki resiko sakit berat, preminya lebih mahal .Kalau tidak memiliki kemampuan finansial, tidak akan diloloskan.

Masalahnya, BPJS tidaklah demikian. Prinsip gotong royong dan nirlaba menuntut BPJS menjamin seluruh rakyat tanpa melihat apakah calon pesertanya sehat ataukah sudah sekarat. Dengan premi semurah-murahnya, BPJS juga harus memberikan pelayanan yang sangat luas: dari pilek biasa sampai hemodialisa, dari memar kejedot tembok sampai pendarahan otak karena stroke.

Mengingat profil penyakit di Indonesia yang rata-rata adalah penyakit metabolik seperti hipertensi, jantung, dan diabetes, maka bisa dipastikan kebanyakan peserta BPJS  akan membutuhkan pengobatan kuratif selamanya. Matematika sederhana pun tentu bisa menduga, BPJS seumur hidup ditakdirkan untuk bangkrut.

Kemanusiaan Vs Korpotokrasi Kesehatan

BPJS Kesehatan, sebagaimana konsep UHC (Universal Health Coverage), lahir dari semangat yang tinggi untuk memberikan pelayanan kesehatan bermartabat kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa menambah beban finansial.

Namun tatkala semangat kemanusiaan ini diwujudkan dalam bentuk badan asuransi, maka yang didapat bukanlah jaminan kesehatan melainkan korpotokrasi kesehatan. Ide dasar jaminan kesehatan sosial ala UHC adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan dari pemerintah kepada institusi yang mendapat pendanaan dari rakyat.

Skema asuransi yang dilakukan institusi penjamin biaya kesehatan ini di mana-mana tidak akan mampu menjamin kesehatan seluruh rakyat. National Health Service di Inggris misalnya, sangat sering mengalami defisit. Defisit tahun ini bahkan sangat besar, mencapai 930 juta poundsterling.

Dalam kasus BPJS Kesehatan,terbukti bahwa semangat kemanusiaan berbenturan dengan tata aturan perusahaan. BPJS secara normatif harus dijalankan mengikuti tata cara korporasi. Semangat kemanusiaan, by default, justru mengakibatkan perusahaan tergoncang seperti saat ini.

Ibarat kata, BPJS dari sononya dibentuk untuk jadi pedagang. Ketika pedagang tidak ada modal, tidak menaikkan iuran peserta, tetapi berkewajiban menggratiskan barang dagangannya, yang terjadi adalah kerugian.

Penutup

Hanya dengan peran negara, semangat kemanusiaan bisa diwujudkan. Kesehatan adalah bagian dari tanggung jawab negara. Amanat ini sudah jelas dimaktubkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Negara tidak boleh hanya mengambil sikap sebagai regulator atau pemain tengah.

Malah seharusnya 264 juta jiwa penduduk Indonesia semuanya dibayari oleh negara. Dengan begitu, tidak perlu lagi ada iuran rakyat. BPJS tak usah lagi ribut menagih premi peserta dan memaksa tenaga kesehatan berhemat. Pencairan klaim lancar, rumah sakit senang, pasien ikut bahagia.

Bahan Bacaan

https://www.cnbcindonesia.com/news/20180917153108-4-33491/terungkap-defisit-kas-bpjs-kesehatan-2018-tembus-rp-165-t

https://www.cnbcindonesia.com/news/20180917081645-4-33363/bpjs-kesehatan-defisit-industri-farmasi-kejepit

https://www.jawapos.com/nasional/humaniora/05/09/2018/utang-obat-dan-alkes-rp-35-triliun-bagaimana-nasib-program-jkn

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/07/29/pcmbvk370-bpjs-tak-berwenang-mengurangi-manfaat-pelayanan

http://industri.bisnis.com/read/20180815/12/828520/rugikan-dokter-3-aturan-bpjs-kesehatan-ini-diminta-revisi

http://djsn.go.id/berita/detail/siaran-pers-sikap-djsn-terhadap-peraturan-direktur-jaminan-pelayanan-kesehatan-bpjs-kesehatan

ttps://bisnis.temhpo.co/read/1127416/bpjs-kesehatan-defisit-pemerintah-kucurkan-rp-49-triliun

https://finance.detik.com/moneter/d-4217643/jokowi-teken-perpres-cukai-rokok-tambal-defisit-bpjs-kesehatan

www.radarcirebon.com/pemkab-kuningan-akui-utang-rp-89-miliar-ke-askes-ini-sebabnya.html

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/11/23/618116/genjot-investasi-di-sbn-bpjs-kesehatan-gandeng-tiga-man

https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/POJK-01.-SBN/SALINAN-%20POJK%20Investasi%20Surat%20Berharga%20Negara%20Bersih.pdf

https://www.merdeka.com/uang/5-fakta-di-balik-defisit-bpjs-kesehatan-hingga-ada-rencana-8-penyakit-tak-ditanggung.html

http://id.beritasatu.com/macroeconomics/iuran-jkn-tak-sesuai-aktuaria/161967

http://www.who.int/healthsystems/universal_health_coverage/en/

https://www.telegraph.co.uk/news/2018/02/21/nhs-faces-1bn-deficit-widespread-shortages-staff/amp/

https://ekonomi.kompas.com/read/2015/10/13/120520626/BPJS.Kesehatan.Dilahirkan.untuk.Defisit

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/LO/article/view/5867

http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S1413-81232017002702151&script=sci_arttext&tlng=en

https://www.hhrjournal.org/2014/07/the-impact-of-reliance-on-private-sector-health-services-on-the-right-to-health/

*Penulis adalah dokter umum dan pemerhati kebijakan kesehatan, tinggal di Bogor, Jawa Barat.

Read more

Local News