Oleh: Ustazah Rezkiana Rahmayanti
Satu Muharam bukanlah sekadar berganti tahun. Tahun baru Islam memiliki makna politik, yaitu perubahan sistem dari sistem kufur ke sistem Islam. Hal ini diawali dengan kedatangan Rasulullah ﷺ ke Madinah berposisi sebagai kepala negara.
Siapapun yang memahami shiroh, tidak bisa menolak bahwa Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah karena adanya penyerahan kepemimpinan dari masyarakat muslim Madinah kepada Rasulullah ﷺ tanpa kekerasan fisik apalagi melalui peperangan.
Point pentingnya adalah masyarakat Madinah saat telah menerima Islam secara total melalui lisan-lisan Musha’ab bin Umair, akhirnya memiliki kebutuhan untuk dipimpin oleh Rasulullah ﷺ dengan menerapkan Islam.
Aktivitas Bai’ah Aqabah 2 secara gamblang mengisahkan bagaimana dialog Rasulullah ﷺ bersama para pemimpin masyarakat Madinah yang diwakili oleh 73 orang laki-laki dan dua orang perempuan.
Pada musim haji berikutnya, Mush’ab bin ‘Umair kembali ke Mekkah dengan membawa sejumlah besar kaum Muslim Madinah. Mereka berangkat dengan menyusup di tengah-tengah rombongan kaum musyrik yang pergi haji.
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik: Kemudian kami berjanji kepada Rasulullah ﷺ untuk bertemu di ‘Aqabah pada pertengahan hari Tasyrik. Setelah selesai pelaksanaan haji, dan pada malam perjanjian kami dengan Rasulullah ﷺ, kami tidur pada malam itu bersama rombongan kaum kami. Ketika sudah larut malam, kami keluar dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui Rasulullah ﷺ sampai kami berkumpul di sebuah lembah di pinggir ‘Aqabah. Kami waktu itu berjumlah tujuh puluh orang lelaki dan dua orang wanita, Nasibah binti Ka’b dan Asma’ binti Amr bin ‘Addi.
Di lembah itulah kami berkumpul menunggu Rasulullah ﷺ sampai beliau datang bersama pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib. Orang-orang pun lantas berkata, “Ambillah dari kami apa saja yang kamu suka untuk dirimu dan Rabb-mu.“ Kemudian Rasulullah ﷺ berbicara dan membacakan al-Quran. Beliau mengajak supaya mengimani Allah dan memberikan dorongan kepada Islam, kemudian bersabda: “Aku baiat kamu untuk membelaku, sebagaimana kamu membela istri-istri dan anak-anakmu.“
Kemudian Barra’ bin Ma’rur menjabat tangan Rasululalh ﷺ seraya mengucapkan, “Ya, demi Allah yang telah mengutusmu sebagai nabi dengan membawa kebenaran, kami berjanji akan membelamu sebagaimana kami membela diri kami sendiri. Baiatlah kami wahai Rasululalh ﷺ. Demi Allah, kami adalah orang-orang yang ahli perang dan senjata secara turun-temurun.“
Di saat Barra’ masih berbicara dengan Rasulullah ﷺ Abu al-Haritsam bin Taihan menukas dan berkata, “Wahai Rasulullah ﷺ, kami terikat oleh suatu perjanjian dengan orang-orang Yahudi, dan perjanjian itu akan kami putuskan! Kalau semuanya itu telah kami lakukan, kemudian Allah memenangkan engkau (dari kaum musyrik), apakah engkau akan kembali lagi kepada kaummu dan meninggalkan kami?“ Mendengar itu Rasulullah ﷺ tersenyum kemudian berkata: “Darahmu adalah darahku, negerimu adalah negeriku, aku darimu dan kamu dariku. Aku akan berperang melawan siapa saja yang memerangimu, dan aku akan berdamai dengan siapa saja yang berdamai denganmu.“
Kemudian Rasulullah ﷺ minta dihadirkan dua belas orang dari mereka sebagai wakil (naqib) dari masing-masing kabilah yang ada di dalam rombongan. Dari mereka terpilih sembilan orang dari kabilah Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus. Kepada dua belas naqib yang terpilih itu Rasulullah ﷺ berkata: “Selaku pemimpin dari masing-masing kabilahnya, kamu memikul tanggung jawab atas keselamatan kabilahnya sendiri-sendiri, sebagaimana kaum Hawariyyin (12 orang murid Nabi Isa as) bertanggung jawab atas keselamatan Isa putra Maryam, sedangkan aku bertanggung jawab atas kaumku sendiri (yakni kaum Muslim di Mekkah).”
Orang yang pertama kali maju membaiat Rasulullah ﷺ adalah Barra’ bin Ma’rur, kemudian diikuti oleh yang lainnya.
Setelah kami berbaiat kepada Rasulullah ﷺ beliau berkata, “Sekarang kembalilah kamu ke tempat perkemahanmu.“
Kemudian Abbas bin ‘Ubadah buin Niflah berkata: “Demi Allah yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau suka, kami siap menyerang penduduk Mina dengan pedang-pedang kami esok hari.“
Tetapi Rasulullah ﷺ menjawab: “Kami belum diperintahkan untuk itu, tetapi kembalilah kamu ke tempat perkemahanmu.“
(Dikutip dari Shiroh Rasulullah )
Inilah bukti penerimaan Islam sebagai suatu sistem berikut keberadaan pemimpinnya tidaklah mustahil melalui perubahan pemikiran bahkan terbukti secara nyata menghantarkan Perubahan yang luar biasa. Mengubah bangsa arab menjadi pemimpin di jazirah Arab dengan penerapan Islam secara kaffah.
Bahkan saat Islam semakin menyebar ke seluruh dunia, telah terbukti menghantarkan rahmatan lil ‘alamin sekaligus menjadi Peradaban Raksasa Dunia dalam kemajuan di berbagai bidang selama belasan abad.
Sekarang sudah tahun 1440 Hijriyah , semoga bukan sekedar seremonial pergantian tahun. Tetapi kaum muslimin benar-benar bisa memahami hakekat dari Hijrah Rasulullah ﷺ pada setiap tanggal 1 Muharam.
Seluruh tausiyah dan zikir yang disampaikan dan disebarluaskan, semoga dapat menghantarkan kita memahami apa yang dimaksudkan dengan hijrah secara hakiki yaitu meninggalkan apa saja yang telah Allah subhanahu wa ta’ala larang.
Hijrah dimaknai sebagai momentum perubahan dan peralihan dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari segala bentuk kejahiliahan menuju Islam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sungguh orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah, itulah mereka yang benar-benar mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS al-Baqarah [2]: 218).
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الأرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Siapa saja yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Siapa saja yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpa dirinya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS an-Nisa’ [4]: 100).
Baginda Nabi ﷺ bersabda:
« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ »
Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, dll).