Oleh: Dwi Kirana LS,. (HELPS Korda Jember Raya)
Gizi buruk tidak hanya terjadi pada daerah terpencil atau geografis wilayah yang sulit, seperti di Asmat. Gizi buruk juga bahkan ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta, Batam, Surlabaya dan Semarang, seperti yang dilansir republika.co.id dalam helpsharia.com (16/2).
Pertanyaannya mengapa negeri yang penduduknya beragama Islam dengan jumlah muslimah lebih banyak dari kaum adamnya, namun balitanya menderita busung lapar ?
Nusantara, tempat ibu mengandung beta. Tersandang sebutan zamrud katulistiwa. Suatu tempat terbentang hamparan alam hijau nan permai, dan birunya laut yang luas, berbagai jenis hayati tumbuh yang membuat siapa saja terkesima.
Tanah yang subur dengan berbagai sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dapat memberikan manfaat.
Pembangunan nasional negeri ini, memiliki tujuan utama berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan, adalah bervisikan pembangunan gizi dalam mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi, untuk mencapai status gizi keluarga yang optimal.
Keadaan gizi tersebut meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan aktifitas.
Kurang gizi dapat terjadi dari beberapa akibat, yaitu ketidak seimbangan asupan zat-zat gizi, faktor penyakit pencernaan, absorsi dan penyakit infeksi.
Gambaran perkembangan keadaan gizi masyarakat menunjukkan kecenderungan yang sejalan kondisi ekologi ibu pertiwi.
Prevalensi kurang energi protein, yang kemudian disebut masalah gizi makro. Kasus gizi buruk (malnutrisi) pada balita turun dari 37.5 % pada tahun 1989 menjadi 26.4 % pada tahun 1999, namun keadaan ini juga diikuti dengan prevalensi masalah gizi lain. Pada tahun 2007, Badan Litbangkes telah melakukan Riskesdas (riset kesehatan dasar) pertama, yang meliputi semua indikator kesehatan utama, yaitu status kesehatan (diantaranya status gizi), kesehatan lingkungan (lingkungan fisik), konsumsi rumahtangga, pengetahuan-sikap-perilaku kesehatan sebagaimana hal perilaku konsumsi makanan dan berbagai aspek mengenai pelayanan kesehatan (akses, cakupan, mutu layananan, pembiayaan kesehatan).
Usaha Perbaikan gizi Keluarga (UPGK) telah dilakukan, dengan melakukan usaha perbaikkan gizi masyarakat yang berintikan penyuluhan gizi, melalui peningkatan peran serta masyarakat dan didukung kegiatan yang bersifat lintas sektoral, yang dilaksanakan oleh berbagai sektor terkait (kesehatan, BKKBN, Pertanian Dalam Negeri), Dikbud, PKK
dan lain-lain.
Dengan pengertian lain mengenai UPGK yakni:
- Usaha keluarga sendiri memperbaiki keadaan gizi seluruh anggota
keluarga
- Dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan petugas berbagai sektor sebagai motivator, pembimbing dan pembina,
- Merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
- Secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga dan masyarakat.
Dikutip dari berfirman Allah, dalam al quran :
فَإِنْ أَرَادَا فِصَالا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (٢٣٣)
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan“. [Al Baqarah : 233].
Imam Ibnu Katsir mengatakan, bahwasannya maksud dari firman Allah (yang artinya), ” Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya” adalah apabila kedua orangtua sepakat untuk menyapih sebelum bayi berumur dua tahun, dan keduanya berpendapat hal itu mengandung kemaslahatan bagi bayi, serta keduanya telah bermusyawarah dan sepakat melakukannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya. Dengan demikian, faidah yang terpetik dari hal ini adalah tidaklah cukup apabila hal ini hanya didukung oleh salah satu orang tua tanpa persetujuan yang lain. Dan tidak boleh salah satu dari kedua orang tua memilih untuk melakukannya tanpa bermusyawarah dengan yang lain [Tafsir al-Quran al-‘Azhim 1/635].
Dan melalui regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 menyebutkan tentang Pemberian ASI Eksklusif menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik sejak dilahirkan sampai berusia 6 bulan. Pasal 9 ayat (1) jelas mengatur Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam. Inisiasi menyusu dini dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.
Angka frekuensi proses Inisiasi Menyusui Dini, di Indonesia masih sangat kecil, menilik hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan angka IMD di bawah satu jam kelahiran sebesar 29,3%. Angka ini memang mengalami kenaikan bila mengacu pada data Riskenda 2013 sebesar 34,5%
Data ini yang dikumpulkan International Baby Food Action Network (IBFAN) 2014, bahwasannya Indonesia menduduki peringkat ke tiga terbawah dari 51 negara di dunia yang mengikuti penilaian status kebijakan dan program pemberian makan bayi dan anak (Infant-Young Child Feeding).
96℅ perempuan Indonesia, yang menyusui anak dalam kehidupan mereka, terdapat 42% ibu dari bayi yang disusui di bawah 6 bulan, mendapatkan ASI eksklusif, dan hingga saat anak-anak mereka, mendekati ulang tahunnya yang ke dua sebanyak 54% yang masih diberi ASI.
Di Kabupaten Jember, sebagai salah satu kabupaten yang pencapaian ASI eksklusifnya dibawah standar yang ditetapkan pemerintah Kabupaten Jember yaitu sebesar 60%.
Tercatat Puskesmas yang cakupan ASI eksklusif terendah, hingga urutan teratas berada di PKM Rowotengah sebesar 12,26%, PKM Arjasa sebesar 14,50%, PKM Rambipuji 31,28%, PKM Gladakpakem sebesar 33,19%, dan PKM Balung sebesar 36,12% (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2012).
Realisasi pencapaian ASI eksklusif, agar sesuai target Pemkab masih sulit dicapai secara optimal, hal ini disebabkan gangguan atau ketidaklancaran pengeluaran ASI. (Sulistyoningsih,2011; Naylor et al, 2009).
Kutipan terakhir sebagai masukan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), yang angkat bicara tentang kecukupan gizi pada anak dimulainya dari pemberian ASI. Karena itu bilamana ibu tidak dapat memberikan ASI, keluarga dihimbau dapat mencari melalui ASI donor yang telah terjamin higienis dan keamanannya. Begitupun dari aspek ekonomi, pengasuhan dan persaudaraan sepersusuan anak di kehidupan rumah tangga.