“Indonesia yang memiliki perkapita yang lebih tinggi daripada Bangladesh namun kebutuhan obat Indonesia 96 persennya merupakan obat impor. Salah satunya adalah parasetamol yang pertahunnya mencapai 4.500 ton” ungkap Ketua Departemen Riset dan Pemberdayaan Ummat HELP-S, DR. Kintoko, M.Sc, Apt dalam Seminar Kedaulatan Obat Indonesia di RS Pratama, Sabtu 14 April 2018.
DR. Kintoko menambahkan 96 persen bahan baku obat kimia tersebut diimpor dari China sebanyak 60 persen, India 30 persen dan Eropa 10 persen. Di mana nilai import ini setara dengan Rp 11 triliuyun pertahun. Sshingga hal ini menunjukkan kalau Indonesia belum berdaulat dalam memenuhi kebutuhan obat.
Untuk berdaulat obat, sambung Kintoko, sebenarnya Indonesia mampu memenuhi sendiri tanpa harus impor karena Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, yang mana Indonesia memiliki koleksi 30.000 jenis tanaman berkhasiat obat. Selain Indonesia yang memiliki 1.065 etnis di mana tiap etnis memiliki ramuan tradisional.
Lebih jauh Staff pengajar Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta ini mengatakan Indonesia dalam waktu 5-10 tahun bisa berdaulat obat. Yakni dengan memilih 10 bahan aktif obat dengan industrilisasi ke sepuluh bahan yang menjadi prioritas.
“Dengan mengupayakan 10 bahan baku obat nantinya akan mengurangi ketergantungan impor 20-30 persen. Sehingga Indonesia perlahan bisa berdaulat di bidang obat” terangnya.
Selain DR. Kintoko, hadir sebagai narasumber perwakilan dari DR. Khamim Zarkasih Putra, M.Si (Koordinator Presidium KAHMI DIY), Wimbuh Dumadi, S.Si, MH,Apt (Ketua IAI PD DIY) dan perwakilan dari Dinas Kesehatan DIY.
Acara seminar ini merupakan rangkaian kegiatan HELP-S roadshow 20 kota, dimana Yogyakarta merupakan kota ke 19 yang melaksanakan. 160an hadirin yang memadati aula RS Pratama tampak antusias mengikuti jalannya acara dari awal sampai akhir.