Oleh : Dr. Rano Ismail, Sp.PD (Departemen Humas HELPS – Healthcare Professionals for SHARIA)
Memprihatinkan, untuk kesekian kalinya marwah profesi kesehatan diciderai oleh kasus persekusi terhadap seorang dokter di Sampang.
Sebagaimana yang sedang viral di media sosial, terekam di CCTV seorang dokter wanita di UGD RSUD Sampang dianiaya oleh seorang oknum kepala desa dikarenakan sang kades merasa penanganan rumah sakit terhadap pasien terkesan lambat. Dari video berdurasi 54 detik tersebut, memang secara visual kita tidak mampu menarik kesimpulan dan menganalisa secara proprosional, kecuali dari penjelesan narasi dari kedua belah pihak yang berada saat itu. Tetapi apa yang terekam menunjukkan secara jelas gestur tubuh sang kades yang berusaha mengintimidasi, meluapkan kemarahannya kepada sang dokter perempuan berkacamata tersebut hingga menjambak kerudung sang dokter.
Tentu saja kita tidak sedang membesar-besarkan masalah ini. Apalagi konon, kasus tersebut sudah berakhir dengan perdamaian kedua belah pihak. Bahkan bupati Sampang sendiri, sebagaimana yang dilansir di media telah turun tangan langsung memediasi. Namun, kejadian Sampang setidaknya telah menambah daftar persekusi yang dialami oleh tenaga kesehatan. Ada banyak kasus mulai dari verbal bahkan yang berujung fisik yang menimpa tenaga kesehatan. Banyak kasus mencuat di media, namun pasti lebih banyak yang tidak terungkap ke permukaan
Kenapa harus kami yang disalahkan?
Profesi luhur tenaga kesehatan memegang peranan dalam hal pelayanan kesehatan. Akan tetapi tanggung jawab utama pemberian pelayanan bukanlah dibebankan kepada tenaga kesehatan semata.
Ketika pelayanan kesehatan buruk, maka masyarakat selaku konsumen kesehatan harus cerdas dalam menunjuk siapa biang keladinya. Dokter, paramedis dan yang lainnya hanyalah sebuah sub sistem. Mereka bukanlah pelaku utamanya. Sehingga tak layak semata tenaga kesehatan yang diintimidasi.
Masyarakat harus paham pelayanan kesehatan itu terdiri dari aspek manajemen, pembiayaan, sarana dan prasarana serta SDM tenaga kesehatan didalamnya. Peranan semua elemen di atas tentunya sangat diperlukan bagi peningkatan layanan kesehatan di Indonesia. Sayangnya hampir semua sub sistem mengalami kelemahan yang berakibat buruknya pelayanan kesehatan kita.
Berharap SDM kesehatan hadir dengan perkasa, sementara penghargaan kepada mereka jauh dari layak serasa jauh panggang dari api. Sistem BPJS yang berlaku di negeri ini menyebabkan profesi kesehatan dipandang begitu remeh, bayaran seorang dokter bahkan lebih rendah daripada bayaran kepada tukang parkir. Satu sisi, profesi kesehatan dituntut untuk ikhlas untuk kemanusiaan. Namun, dengan penghargaan yang tidak layak seperti itu, tak elok juga rasanya masyarakat menuntut segala rupa.
Tidak dipungkiri, pelayanan kesehatan yang lahir dari terbatasnya dana jangan terlampau berharap muncul proses pemberian pelayanan kesehatan yang baik, malah justru merusak dan mengganggu kaidah kaidah keilmuan yang sudah terukur. Bekerja atas dasar efisiensi anggaran seperti yang selama ini terjadi – dimana dokter dituntut berhemat, bukan dituntut untuk berkualitas – tentunya secara langsung mempengaruhi kinerja praktisi medis dilapangan, dan akhirnya memberi dampak pada pasien yang ada. Beban bukan saja menimpa pasien, tetapi juga praktisi kesehatan yang menghadapi resiko akibat segala keterbatasan subsidi dari penguasa. Masyarakat diluar sana mungkin tidak mengetahui, bahwa selama ini praktisi kesehatan mengalami beban mental dan fisik dan selalu dituntut berimprovisasi dengan segala keterbatasan yang ada.
Islam memberikan tuntunan yang paripurna tentang bagaimana memandang kesehatan. Kesehatan, dalam islam merupakan kebutuhan pokok layaknya pangan sandang papan, pendidikan dan keamanan. Negara bertanggung jawab secara penuh dalam penjaminan sehat bagi warganya. Sejarah memberi kita teladan, bagaimana nabi dan khalifah khalifah sesudahnya menaruh perhatian besar terhadap masalah kesehatan ini. Nabi saat itu telah berupaya menyediakan dokter bagi rakyatnya, dilanjutkan oleh para khalifah pengganti. Seiring perkembangan zaman, dunia kesehatan islam semakin maju, bahkan tercatat negara Islamlah yang pertama kali meramaikan kota-kotanya dengan rumah sakit-rumah sakit. Pelayanan kesehatan berkualitas tersebut disubsidi penuh oleh negara, alias gratis. Tidak seperti yang terjadi di negeri ini, dimana negara mencoba melimpahkan masalah kesehatan kepada BPJS, dan membiarkan masalah kesehatan luntang-lantung tak karuan.
Dan jangan tanya, bagaimana Islam menghormati praktisi kesehatan. Bahkan ulama sekaliber imam Syafi’I berkata seperti ini: “Saya tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu halal dan haram- yang lebih berharga daripada ilmu kedokteran”. Dalam kesempatan lain beliau berkata “Janganlah sekali-kali engkau tinggal di suatu negeri yang tidak ada di sana ulama yang bisa memberikan fatwa dalam masalah agama, dan juga tidak ada dokter yang memberitahukan mengenai keadaan (kesehatan) badanmu.”
Maka wajar sejarah peradaban Islam mencatat, penghormatan umat terhadap tenaga kesehatan serupa dengan penghormatan terhadap para ulama.
Belajar dari Kasus Sampang, membuat kita berpikir ulang… harus ada pembenahan besar dalam dunia kesehatan kita. Belajarlah dari Islam bagaimana ajarannya memuliakan kesehatan hingga mengadidaya.
Mengapa harus menjambak kerudung?
Satu lagi yang membuat kita miris dari video singkat tersebut adalah adegan pelecehan sang kepala desa kepada sang dokter dengan cara menjambak kerudung sang dokter.
Sekali lagi, penulis tidak bisa memberi kesimpulan apapun terhadap kronologis sehingga terjadi insiden, akan tetapi apapun masalah yang melatarbelakangi hal tersebut, apakah pantas terjadi intimdasi berupa penarikan kerudung terhadap seorang muslimah?
Kerudung adalah simbol kehormatan bagi kaum wanita. Tentunya bagi kalangan muslim -dengan rasa ukhuwah yang ada- kita tidak bisa terima simbol simbol kehormatan ini terhina. Marwah kehormatan inilah yang dahulu pernah dijaga oleh Rasulullah dan para sahabat.
Sejarah mencatat peristiwa di pasar Qainuqa di kampung Yahudi memberi pelajaran untuk kita. Saat itu terjadi kejahilan orang orang yahudi terhadap gamis dari seorang muslimah yang mengakibatkan tersingkapnya aurat muslimah tersebut sehingga keputusan dari Rasulullah sebagai kepala Negara saat itu adalah mengusir seluruh yahudi Qainuqa dari Madinah akibat perbuatan kezaliman mereka. Kurun waktu lain, saat khalifah Mu’tashim billah memimpin Khilafah, tersebutlah seorang wanita muslimah berbelanja di pasar dan diganggu oleh orang Romawi. Dia mengkaitkan pakaian wanita itu sehingga saat wanita itu bergerak, tersingkaplah auratnya. Tak tahan dengan pelecehan tersebut, berteriaklah ia memanggil sang khalifah. Ammuriyyah, adalah sebuah kota dibawah kekuasaan Romawi masih di daerah benua asia, dimana wanita itu dilecehkan dan berteriak. Sedangkan Khalifah Al-Mu’tasim berada di pusat pemerintahan di kota Baghdad. Namun saat teriakan itu sampai kepada Al-Mu’tasim. Beliau langsung memerintahkan panglima perang untuk mengumpulkan pasukan untuk memenuhi panggilan wanita itu. Beribu-ribu pasukan langsung dikerahkan. Banyak sekali, sehingga saat pasukan itu berbaris, pasukan terdepan sudah ada di kota Ammuriyah, sedangkan pasukan yang ada di belakang masih di perbatasan kota Baghdad.
Sekali lagi penulis tidak sedang berupaya membesar-besarkan masalah. Namun Islam memberikan rambu-rambu tegas. Kehormatan wanita, siapapun dia, harus dijaga.
Dan tentunya semua menaruh harapan besar untuk kearah yang lebih baik bagi kelangsungan peradaban di negeri ini. Diharapkan tidak ada lagi konflik dan friksi akibat depresi sosial dikarenakan kebijakan liberal dan kapitalistik yang sudah menginfiltratif di semua segi kehidupan.
Belajar dari kasus Sampang, sudah semestinya negara hadir. Kehormatan wanita harus dijaga. Apatah lagi, dia adalah tenaga kesehatan yang berprofesi mulia. Salam.