Detik.com, Jakarta – Dewan Pengawas BPJS Kesehatan melaporkan defisit yang mencapai Rp 9 triliun ke Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) pekan lalu. Defisit tersebut muncul akibat timpangnya penerimaan dari iuran peserta dengan beban jaminan kesehatan yang harus ditanggung.
JK tengah mempertimbangkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan tersebut diperhitungkan dengan nilai inflasi sendiri.
“Memang tarif sedang dipertimbangkan karena juga menghitung inflasi, ini kan sudah tiga tahun masa begitu-begitu saja sedangkan mungkin layanan yang diberikan sudah naik,” tutur JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2017).
JK menganggap, dengan kondisi defisit seperti ini akan sulit bagi BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan dengan optimal.
“Kalau defisit begitu, banyak utang di rumah sakit, nanti RS tidak bisa jalan. Rumah sakitnya biasa aja, karena dia menerima saja pasien kemudian dibayar pemerintah. Jadi setiap defisit itu pemerintah lah yang membayarnya, bukan rumah sakit,” jelasnya.
Selain mempertimbangkan kenaikan iuran, JK juga tengah mengkaji untuk meningkatkan kontribusi Pemerintah Daerah (Pemda).
“Jadi Pemda harus ikut bertanggungjawab karena sekarang Pemda merasa itu hanya BPJS saja sehingga baik dinas kesehatan tidak mengontrolnya, kan banyak juga hal-hal yang tidak sesuai. Padahal Pemda juga banyak, selalu ada program kesehatan oleh daerah masing-masing jadi gabungkan saja itu nanti akan selesai itu defisit. Sudah dibicarakan kabinet, nanti akan saya usul dibicarakan lagi supaya jangan tiap tahun tinggi defisitnya,” imbuhnya.