Oleh : Reza Indra Wiguna, S.Kep.,Ns (Anggota HELP-S)
“Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi..”
Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini, ingin rasanya berbagi cerita sambil membahas sisi lain dari ilmu epidemiologi yang memandang akibat dari amal perbuatan manusia sehingga berdampak pada kesehatan, dan lingkungan sekitarnya. Sebelumnya, beberapa hari yang lalu saya mendapat sebuah video kiriman yang disertai dengan ajakan untuk menshare di beranda facebook, sebuah video animasi singkat dengan durasi 4 menit, namun menarik untuk kita perhatikan, sesuai captionnya “All of it is knowledge, share and forward too”. Video tersebut mengisahkan tentang awal terjadinya wabah kolera di sebuah gubuk pedalaman di pinggiran sungai, sebuah gubuk dengan gambaran alam yang cukup tenang, namun dibalik ketenangan suasana alamnya, juga tersimpan bahaya ancaman yang cukup untuk mengusik suasana ketenangan kehidupan para penduduk setempat. Menariknya dalam frame video tersebut, ancaman bahaya yang ada justru tak terbayangkan oleh penduduk gubuk tersebut.
Sejenak mari kita tinggalkan cerita diatas. Walau saya bukan mahasiswa jurusan epidemiologi, apalagi pakar dalam bidangnya, namun setidaknya saya pernah mendapat mata kuliah ajar terkait gambaran konsep teorinya. Dalam kajian epidemiologi dibahas bagaimana kejadian dari suatu penyakit dapat terjadi dan bagaimana penyebarannya di suatu komunitas populasi, sehingga diperlukan suatu upaya dalam menanggulangi permasalahan kesehatan tersebut. Terdapat sebuah teori klasik yang dikemukakan oleh John Gordon (1950), bahwa timbul atau tidaknya permasalahan kesehatan atau penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu; Host, Agent, Enviroment. Nah, ketiga faktor umum tersebut dikenal luas dengan segitiga epidemiologi.
Lantas bagaimana kaitannya antara ketiga faktor tersebut, jika kita melihat permasalahan yang terjadi pada cerita diatas?. Dalam konsep terjadinya suatu penyakit baik yang menular maupun tidak menular, sangat dipengaruhi oleh faktor aktivitas manusia sebagai penjamu (host), dilain hal terdapatnya suatu agent infeksius yang menyerang manusia, dan pengaruh lingkungan (enviroment) dimana manusia bertempat tinggal. Ketiga faktor itulah yang berhubungan dan saling mempengaruhi.
Jika kita kembali pada cerita gubuk di atas, dimana semuanya bermula ketika manusia abai dalam memperhatikan alam untuk menjaga kebersihan lingkungan, seperti perilaku pembuangan limbah di sungai, buang air besar (BAB) disembarang tempat, yang berdampak pada buruknya sanitasi air sungai sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Padahal kebutuhan sumber air penduduk setempat sebagaian besar bergantung pada sungai di gubuk tersebut. Proses terjadinya masalah kesehatan yang menyerang gubuk diatas, tidak terlepas disebabkan oleh agent infeksius bernama bakteri vibrio cholerae. Sebagai agen penyakit, bakteri tersebut menyerang saluran usus manusia menyebabkan diare dan muntah-muntah sehingga seseorang yang terserang penyakit kolera akan mengalami dehidrasi kehilangan banyak cairan.
Penyakit kolera akan berakibat fatal jika statusnya meningkat menjadi wabah, penyebaran agen cholerae sangat mudah menginfeksi komunitas populasi manusia yang bersifat epidemik, baik melalui makanan yang dikonsumsi, minuman dari sumber air yang telah terinfeksi, inilah yang terjadi pada cerita gubuk diatas, dimana sebagaian besar penduduk menggunakan sumber air dari sungai tempat mereka tinggal. Jika perilaku manusia sudah tidak memperhatikan kondisi alam dan lingkungan sekitarnya, di lain hal agen penyakit sudah berkembang pesat, maka wabah dari suatu penyakit sangat cukup untuk mengganggu ketenangan kehidupan komunitas manusia, persis apa yang diceritakan dalam frame kisah diatas.
Jika kita melihat kasus di atas, terdapat hubungan causalitas yang dominan disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri disamping faktor-faktor lain, kelalaian manusia bahkan mereka tidak sadar dengan kebiasaan yang sepele dapat membahayakan kesehatan sendiri dan mempengaruhi kerusakan lingkungan. Padahal menjaga kebersihan diri dan lingkungan merupakan bagian dari iman dalam ajaran islam. Dalam hal ini Allah sang pemilik alam semesta telah jauh-jauh hari memberikan peringatan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 11 yang tertera di awal tulisan ini.
Jika dalam ajaran islam, memperhatikan alam dan menjaga keseimbangan lingkungan merupakan bagian dari iman islam itu sendiri, maka sudah selayaknya spiral masalah di atas dapat dihentikan dengan melakukan perbaikan diri dengan sikap dan perilaku yang menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Karena terdapat hadist Rasulullah Saw untuk menjaga kebersihan, “Bersuci adalah separuh dari keimanan“ (HR.Muslim).
Oleh karena itu masyarakat sekarang harus segera disadarkan. Bahwa penyakit dan permasalahan kesehatan lainnya yang mereka hadapi sangat dipengaruhi oleh perilaku atau perbuatan, seperti yang telah di ungkapkan oleh H.L Blum. Jika tidak adanya kesadaran dan niat untuk melakukan perubahan perilaku maka hanya akan menambah resiko terserangnya penyakit, dan wabah yang menimpa lingkungan sekitar. Maka sebab itu harus ada upaya perubahan untuk melakukan tindakan preventif sebelumnya, Sesuai dengan apa yang disebut dalam sebuah pantun melayu “malam cerah bertabur bintang, burung hantu bertengger di dahan, jika alam selalu seimbang, urung bencana kian menelan”. Wallahu Aa’lam.