Oleh: dr. Yanuar Ariefudin (DPP HELP-S)
Kematiaan tidak dapat diketahui kapan tibanya. Kematian dalam keadaan husnul khatimah sudah pasti menjadi harapan bagi kita semua. Kematian yang berjalan tenang, dimudahkan melafadzkan kalimat tahlil (Laa Ilaaha Illallah) disaat akhir hidupnya dan meninggalkan berbagai jasa yang dapat dibanggakan di hari akhir kelak. Siapa yang tidak menginginkan kematiannya demikian? Namun, pertanyaan penting buat kita, “Sudahkah kita mengantongi berbagai jasa dari peran kita kepada Islam yang dapat dibanggakan di hadapan Allah kelak?”
Tim medis dan paramedis yang sering menyaksikan terjadinya kematian pasien-pasien di bangsal, di IGD, di ICU, ataupun di berbagai sudut rumah sakit harusnya mampu membuat dirinya lebih shalih dan lebih taat kepada Allah. Namun karena terbiasanya menyaksikan kematian, seolah-olah kabar kematian tidaklah membuat mereka ingat kepada hari akhir. Kematian sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Yang mereka rasakan hanya sedih, menyesal (meskipun sudah extra energic menolong), dan turut bela sungkawa kepada pihak keluarga. Sebatas itu yang sering ada di benak tim medis paramedis. Jarang sekali mereka melihat lebih jauh tentang peran penting dibalik perjalanan kematian. Apa yang akan dihadapi setelah fase kematian, dan seterusnya.
Pada suatu kasus, ada pasien yang dalam keadaan kritis namun pihak keluarganya duduk berjam-jam mengelilingi bed sang pasien untuk mendoakan untuknya, membaca surat Yaa Siin, dan sesekali diselingi bacaan tahlil diperdengarkan disisi pasien. Meski terlihat pasien seperti tercekik karena mungkin pasokan oksigen di dalam tubuh yang mulai menipis, atau mungkin karena sangat sakitnya proses sakaratul maut, namun pemandangan itu nampak lebih menenangkan. Tenang karena pihak keluarga sangat mengapresiasi dan memberi kesempatan sang pasien untuk mengakhiri hidupnya dengan kalimat tahlil.
“Talqinlah orang yang akan meninggal diantara kalian kalimat Laa Ilaaha Illallah (barangsiapa yang akhir ucapanyya Laa Ilaaha Illallah ketika akan meninggal, maka ia akan masuk jannah suatu hari diantara masa yang berjalan, meskipun ia mendapatkan apa yang ia dapatkan sebelumnya) (HR. Muslim).
Teori saat kuliah yang dibawakan oleh Dr. Ismet Yusuf, Sp.KJ mengenai Dying with Dignity (Meninggal secara terhormat) sungguh benar apa adanya. Memang perlu adanya pembedaan antara death dan deathing. Kalau death berarti peristiwa yang ditandai dengan waktu. Sedangkan deathing yaitu persiapan secara sadar dalam mempersiapkan kematian.
Keadaan penting bagi pasien yang sedang mengalami proses kematian yaitu ia dikelilingi suasana cinta, kasih sayang keluarga dan dapat meninggal dengan tenang penuh dignity.
Kemajuan ilmu kedokteran sampai saat ini tetap tidak dapat mencegah kematian. Dulu dokter selalu diharapkan menyembuhkan dan kematian dianggap kegagalan maka kini sudah berbeda. Semoga kedepannya setiap pelayanan kesehatan bisa mewujudkan teori meninggal secara terhormat kepada setiap pasien-pasiennya.
Hadits mengenai membacakan surat Yaa Siin yang dimaksud yaitu:
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Jantung al-Quran adalah surat Yasin. Tidaklah seorang laki-laki yang membacanya karena mengharap ridha Allah dan kampung akhirat, kecuali Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni dosa-dosanya. Maka, bacalah surat Yasin atas orang-orang yang telah meninggal dunia diantara kalian”. Imam Daruquthni dan Ibnu al-Qaththan mencacatkan hadits ini, tetapi Imam Ibnu Hibban dan al-Hakim menshahihkannya. Ibnu Hibban dalam Shahihnya berkata, “Maksud hadits ini adalah orang yang menjelang kematian, bukan mayit (jenazah) yang dibacakan kepadanya surat Yasin”. Al Muhib at Thabari membantah pendapat Ibnu Hibban, “Hal itu tidak menyelamatkannya, dan jika hendak selamat maka (harus dengan) talqin (yang) dilakukan saat menjelang kematian”.Pada dasarnya memang ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) dalam permasalahan ini. Wallahu a’lam.
Referensi
Ismet Yusuf, Dr,Sp.KJ. Dying with Dignity (Meninggal Secara Terhormat). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unissula/RSI Sultan Agung Semarang.
Syamsuddin Ramadlan An Nawiy. Amalan Sholeh yang Dianggap Bid’ah. Al Azhar Press. Bogor.