Bermula dari Bobby

0
3242

Oleh: dr. Fauzan Muttaqien (Sekjend HELPS)

Masih ingat dengan nama Bobby Febri Krisdiyanto?

Ah, kita memang generasi yang mudah lupa dengan peristiwa. Bisa jadi karena sangat derasnya informasi. Sehingga ketika arus baru muncul, yang lama dengan cepat terlupakan.

Kita telah dibuat takjub dengan gelombang-gelombang aksi yang begitu massifnya dalam beberapa waktu ini. Berkumpulnya 3 juta orang lebih pada aksi bela islam II dan bahkan 7 juta lebih di aksi bela Islam III, dimana dari aksi tersebut muncul ghiroh yang luar biasa pada umat Islam. Rezim yang ada mulai ketar-ketir. Ini sebuah sinyal bangkitnya Muslim di negeri ini. Berarti pula sebuah sinyal bakal ambruknya sekularisme di negeri ini. Dan bak orang yang mau tenggelam, begitulah rezim ini, melakukan segala daya untuk menyelamatkan diri. Mulai dari pengalihan isu, pemutarbalikan fakta, hingga penangkapan demi penangkapan. Namun, arus ini sudah terlanjur sangat deras. Hingga bobolnya pintu sekularisme dan terbitnya kebangkitan Islam boleh dikatakan hanya menunggu waktu. Hanya butuh sedikit ketabahan lagi.

Izinkan saya mengingatkan rekan pembaca sekalian. Aksi Bela Islam II tanggal 4 november dan Aksi Bela Islam 2 Desember sejatinya adalah seperti sebuah bola salju besar yang menggelinding dari puncak bukit. Dan mari kita menelisik sebentar tentang jejak asal muasal bola salju tersebut. Mundur sedikit dari rekam jejak peristiwa Aksi Bela Islam II dan III, kita akan menemui Aksi Bela Islam I tanggal 14 Oktober 2016. Memang tidak setenar aksi yang kedua dan ketiga, karena hanya dihadiri ratusan ribu dan media massa mainstream tutup mata tidak banyak mau meliputnya. Namun tentunya aksi ini tidak boleh dilupakan begitu saja.

Apakah itu awal gelinding bola salju? Sebentar, ternyata tidak. Tanggal 4 September, sebuah aksi di Patung Kuda Monas, yang digeber oleh Hizbut Tahrir Indonesia Jakarta dihadiri 20 ribu orang, bisa dikatakan sebagai aksi besar pertama yang berani dengan lantang menyuarakan tolak pemimpin kafir. Dan ini bisa jadi awal mula kampanye besar melawan kepongahan ‘sang pemimpin kafir’ itu. Boleh kita katakan, inilah awal salju besar yang menggelinding. Meski sekali lagi, media saat itu betul-betul tidak adil dengan menutup pemberitaan sama sekali terhadap aksi tersebut.

Cukup itukah? Ternyata tidak. Tentunya kita tidak boleh melupakan peran salju-salju yang lain, serta para penggelinding, baik para tokoh, maupun ormas yang berperan. Namun, ada satu tokoh menarik, yang di hari-hari awal september itu diributkan banyak media. Dia bukan tokoh besar. Hanya seorang mahasiswa magister yang numpang tenar lewat sebuah video amatiran yang diunggah di yuotube. Dialah Bobby Febri Krisdiyanto, mahasiswa S2 Keperawatan Medikal Bedah UI, anggota gema pembebasan. Yang dengan seragam almameter kuningnya meneriakkan ‘tolak pemimpin kafir’.

Apa menariknya yang dia lakukan? Toh videonya pun kualitasnya sangat jelek, bahkan goyang-goyang.

Ya, mungkin kalau video Bobby diunggah sekarang, akan menjadi sangat biasa. Tidak ada istimewanya. Tapi kita harus ingat. Bobby berteriak di kala Ahok sedang jumawa-jumawanya. Ada di atas angin. Di kala elektabilitasnya berada di puncak. Ketika saat itu dia seperti dewa yang dielu-elukan. Ketika hampir tidak ada yang berani bilang penolakan pada pemimpin kafir.

Lihat saja. Seketika Bobby bicara, badai langsung menerpanya. Ribuan celaan langsung menohok. Para akademisi turun tangan mencela kebodohan si Bobby. Tak pelak, pejabat UI pun mengancam men-DO. Ahok pun bicara mengejek dan mengecam tanpa ampun di berbagai media.

Hancurkah sang Bobby?  Anda bisa melihat alur ceritanya bukan? Ini baru 6 bulan sejak si Bobby dijadikan pesakitan. Dan lihat betapa serpih salju itu kini sudah menjadi bola raksasa.

 

***

September awal, beberapa hari setelah ribut video itu, lewat seorang teman saya minta dipertemukan dengan Bobby. Dari RS Harapan Kita Slipi, saya meluncur ke kampus UI Depok. Saya juga bingung, energi apa yang membuat saya begitu semangat pada hari itu untuk bertemu dengan dia. Padahal penat selepas tugas di RS masih terasa. Tugas masih banyak yang perlu dikerjakan. Tapi ya sudahlah…

Pertemuan dengan Bobby kita rancang tertutup, karena situasi memang sedang panas. Mas Ricky Fattamazaya yang saat itu memoderasi pertemuan mengatakan bahwa kita betul-betul akan memanfaatkan momen ini. Ahok jual, kita beli… sudah banyak tawaran mulai dari kalangan mantan aktivis reformasi hingga ormas-ormas yang lain. Bahkan, bisa jadi ini akan jadi reformasi jilid kedua, atau lebih lagi, jadi revolusi. Pemantik sudah nyala! Bobby adalah whistle blower-nya. Sekarang bola di tangan kita.

Saya tercenung. Kedatangan saya ke sini lebih karena kepedulian. Bobby, saya katakan, seperti adik saya. Persamaan kami selain karena persamaan iman, adalah persamaan satu profesi kesehatan. Ahok, kini bukan hanya sedang ganggu umat Islam. Tapi dia sekarang sedang ‘jitak’ adik kami di profesi kesehatan. Jelaslah, ketersinggungan kita kini berlipat, ungkap saya.

Saya janji, lewat momen ini akan mengumpulkan dukungan dari profesional kesehatan yang lain. Saya memang bukan siapa-siapa. Bobby juga bukan siapa-siapa. Tapi lewat momen ini, kita akan teriakkan sudah saatnya anak-anak kesehatan turun gunung. Sudah saatnya anak-anak kesehatan peduli masalah umat. Bukan hanya terkungkung di praktek dan studinya saja. Begitu ungkap saya, sambil menyalami Bobby dan Ricky.

 

***

Bola salju bergerak cepat dalam hitungan hari. Banyak hal terjadi. Memang semua, jelas tidak semata karena Bobby.

Kita melihat gerakan umat muncul di berbagai sisi, menyertai sang bola. Ada yang bergerak membangunkan teman-teman politiknya, membangunkan teman-teman ekonominya, membangunkan teman-teman akademisinya, dan lainnya.

Dan karena Bobby pula, beberapa minggu sejak pertemuan itu saya aktif menghubungi rekan-rekan profesi kesehatan sevisi… dan secara berantai mereka meneruskan pesan gelinding bola salju ini… Anak-anak kesehatan.. ayo bangkit! ayo turun gunung! Mari tegakkan syariah dan khilafah di negeri ini!

Dan, izinkan kami perkenalkan, bagian bola salju yang kini turut menggelinding bersama gerak revolusi umat itu kini bernama: Healthcare Professionals for Sharia (HELP-S).

 

 

LEAVE A REPLY