Layanan Kesehatan Khilafah Berkualitas Unggul

Share

dr. Putri Firdayanti (Anggota HELP-S)

Kesehatan berpengaruh besar terhadap peran, fungsi dan produktifitas manusia. Karenanya, Islam menetapkan paradigma pemenuhan kesehatan ini sebagai sebuah Jaminan yang disediakan oleh Negara. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggungj awab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Dalam Islam, kesehatan dipandang sebagai kebutuhan pokok publik, baik Muslim maupun non-Muslim. Islam telah meletakkan dinding pemisah antara kesehatan dan kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan. Negara akan menyediakan layanan kesehatan, sarana dan pra sarana pendukung dengan visi melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Kaya-miskin, penduduk kota dan desa, semuanya mendapat layanan dengan kualitas yang sama. Negara berfungsi sebagai pelayan masyarakat, dan tidak menjual layanan kesehatan kepada rakyatnya. Negara tidak boleh mengkomersilkan hak publik, sekalipun ia orang yang mampu membayar.

Berbeda dengan Negara kapitalis yang memandang bahwa kesehatan bukan hak setiap individu, melainkan menjadi hak istimewa bagi seseorang yang sanggup membayar biaya kesehatan. Karenanya ia mengkomersilkan kesehatan kepada rakyatnya sendiri. Tidak ada paradigma menjamin kebutuhan rakyat, yang ada adalah perantara bagi penyedia layanan kesehatan untuk dijual. Karenanya, biaya dokter tinggi, harga obat mahal, biaya pengadaan dan pemeliharaan alat-alat dan sarana kesehatan dibebankan kepada konsumen. Layanan kesehatan menjadi diskriminatif, bukan lagi menjadi hak bagi setiap orang. Karena mereka yang miskin tidak akan sanggup membayar layanan kesehatan yang berkualitas.

Rasulullah Peletak Fondasi Pertama Kesehatan
Rasulullah saw. telah membangun fondasi bagi terwujudnya upaya preventif-promotif dan kuratif. Upaya preventif seperti mewujudkan pola hidup sehat, baik terkait dengan diri sendiri ataupun yang berhubungan dengan orang lain dan sekitarnya. Pola Makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, lingkungan yang sehat, perlaku seks yang sehat serta pencegahan penyakit menular dengan baik. Keberhasilan Rasulullah saw. melakukan upaya preventif-promotif direfleksikan oleh sebuah peristiwa yang terukir indah dalam catatan sejarah, yaitu saat dokter yang dikirim Kaisar Romawi selama setahun berpraktik di Madinah kesulitan menemukan orang yang sakit. Upaya kuratif direalisasikan di atas prinsip-prinsip etik kedokteran yang tinggi. Ini menjadi faktor penting agar setiap pasien memperoleh pelayanan sebagai sebaik-baiknya makhluk ciptaan Allah SWT.

Layanan Kesehatan Adalah Kewajiban Negara

Layanan kesehatan berkualitas dijamin ketersediaannya oleh negara. Hal ini terlihat dari apa yang dilakukan Rasulullah saw. kepada delapan orang dari Urainah yang menderita gangguan limpa. Saat itu mereka datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Mereka dirawat di kawasan pengembalaan ternak kepunyaan Baitul Mal, di Dzil Jildr arah Quba’. Selama dirawat mereka diberi susu dari peternakan milik Baitul Mal. Demikian pula yang terlihat dari tindakan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau mengalokasikan anggaran dari Baitul Mal untuk mengatasi wabah penyakit Lepra di Syam.

Banyak juga institusi layanan kesehatan yang didirikan selama masa Kekhilafahan Islam agar kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan gratis dan bermutu terpenuhi. Di antaranya, Rumah Sakit Al-Nuri. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang pertama kali dibangun umat Islam. Didirikan pada tahun 706 M oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Al-Malik dari Dinasti Umayyah. Rumah sakit ini dilengkapi dengan peralatan paling modern dan tenaga dokter serta perawat yang profesional. Rumah sakit ini yang pertama kali menerapkan rekam medis (medical record). Tidak cukup itu, khalifah juga membuka sekolah kedokteran di rumah sakit tersebut. Untuk memajukan sekolah, khalifah menghibahkan perpustakaan pribadinya. Salah satu lulusan terkemuka adalah Ibn Al-Nafis yang dikenal sebagai penemu sirkulasi paru-paru.

Sama dengan rumah sakit al-Nuri, rumah sakit di Bagdad ini sangat memperhatikan kualitas layanan dan ketepatan dalam penggunaan obat-obat yang teruji secara ilmiah. Salah satu pemimpinnya adalah Al-Razi, ahli penyakit Dalam termasyhur. Al-Razi atau Abu-Bakr Mohammad ibn-Zakaria al-Razi (841-926) adalah dokter istana Abu Saleh al-Mansur, penguasa Khorosan. Dokter yang oleh Barat disebut dengan nama Razes. Al-Razi menulis banyak buku tentang kedokteran. Salah satunya bertajuk al-Mansuri. Dalam buku ini ia membahas tiga aspek penting dalam kedokteran, yaitu kesehatan masyarakat, pengobatan preventif, dan penanganan penyakit-penyakit khusus. Buku-buku al-Razi banyak menjadi rujukan dan dipelajari di sekolah-sekolah kedokteran, termasuk di negara-negara Barat. Namun, invasi bangsa Mongol menghancurkan rumah sakit ini, berikut koleksi pustakanya.
Ada pula Rumah Sakit Ahmad ibn Tulun. Rumah sakit ini merupakan yang pertama di Kairo yang didirkan pada tahun 872-874 oleh Sultan Ahmad ibn Tulun. Pada jamannya, ia telah memiliki manajemen perawatan yang modern dan spesifik, bahkan lebih maju di masanya. Untuk melengkapi pelayanan, rumah sakit ini memiliki dua rumah pemandian, masing-masing untuk pria dan wanita. Pasien yang hendak masuk rumah sakit ini harus melepas pakaian berpergian mereka untuk disimpan di tempat khusus, termasuk barang berharganya, dan dijaga oleh petugas rumah sakit. Mereka diberikan pakaian khusus untuk pasien dan dibawa menuju tempat tidurnya. Rumah sakit ini juga memiliki akademi kedokteran dan perpustakaan yang kaya literatur medis. Selain perpustakaan, Sultan Ahmad ibn Tulun membangun rumah obat di samping masjid Tulun satu kompleks dengan rumah sakit Tulun.

Ada juga Rumah Sakit Al-Mansuri. Rumah Sakit ini didirikan oleh Raja Al-Mansur Sayf al-Din Qalawun di Kairo pada 683 H/ 1284 M. Rumah sakit ini memiliki kualitas akurasi, organisasi dan kebersihan. Selain juga mampu menampung lebih dari 4000 pasien setiap harinya. Rumah sakit ini juga termasuk modern mirip dengan RS al-Nuri. Di dalam kompleks rumah sakit yang luas ini terdapat empat bangunan berdiri di sekitar taman dengan pilar-pilar pepohonan rindang dan kolam air mancur. Rumah sakit ini memiliki bangsal terpisah untuk ragam penyakit dan pemulihan pasien, terdapat pula laboratorium, dapur diet, pemandian, perpustakaan, ruang pertemuan serta perawatan khusus sakit mental. Layanan perawatan diberikan gratis baik pria maupun wanita. Pasien yang terjaga dihibur dengan alunan musik lembut dan buku-buku. Jumlah pasien yang dilayani rumah sakit ini mencapai 4.000 orang setiap harinya. Layanan rawat inap bebas biaya dan jika pasien selesai rawat inap diberikan bekal serta uang kompensasi penghidupan yang hilang selama ia dirawat.

Selain itu, negara tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat dan para musafir. Untuk itu negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negeri.

Khilafah tidak akan memungut biaya kesehatan kepada rakyatnya, karena itu adalah tanggung jawabnya. Biaya kesehatan yang cukup besar akan dipenuhi Khilafah dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak, gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat.

Pembiayaan kesehatan tersebut diperuntukan bagi terwujudnya pelayanan kesehatan gratis berkualitas unggul bagi semua individu masyarakat. Yaitu mulai dari pembiayaan pembangunan semua komponen sistem kesehatan, penyelenggaran pendidikan SDM kesehatan untuk menghasilkan SDM kesehatan berkualitas dalam jumlah yang memadai, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan segala kelengkapannya, industri peralatan kedokteran dan obat-obatan, penyelenggaraan riset biomedik, kedokteran, hingga seluruh sarana pra sarana yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, seperti listrik, air bersih dan transportasi.

Demikianlah sebagian kecil saja Sejarah indah yang tersimpan dalam peradaban emas Khilafah di bidang layanan kesehatan. Tidak ada alasan untuk tetap melanggengkan penerapan sistem kapitalis yang mengkomersilkan setiap layanan publik. Tidak ada pilihan lain kecuali berusaha menegakan Khilfah yang melayani kebutuhan rakyatnya dengan gratis dan berkualitas unggul. Hidup dalam naungan Khilafah adalah pilihan logis disamping menjadi kewajiban bagi umat untuk mewujudkannya.

تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ ا للهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ اَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَّرِيًّا ، فَتَكُوْنَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ثُمَّ سَكَتَ

“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).

Read more

Local News