Oleh: Aulia Yahya, Apt
(Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Sulsel, Anggota HELP-S)
“World Health Organization (WHO) dalam penelitiannya tahun 2000 memposisikan gangguan depresif berada pada urutan keempat penyakit di dunia dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia”
Depresi adalah gangguan medis yang tidak bisa disepelekan.Penanganannya mestilah tepat, aman dan terjamin.Jika tidak, depresi dapat berakibat fatal hingga kematian.Gangguan depresif dapat diobati dan dipulihkan melalui konseling/psikoterapi dan beberapa diantaranya memerlukan tambahan terapi fisik maupun kombinasi keduanya.Karena ada beberapa faktor yang saling berinteraksi untuk timbulnya gangguan depresif, penatalaksanaan yang komprehensif sangat diperlukan.Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur penderita dan respon terhadap terapi sebelumnya.
Berdasarkan tingkat parahnya gejala yang dialami, WHO membagi depresi ke dalam tiga jenis.
1. Depresi ringan, umumnya dipicu oleh kejadian atau peristiwa yang membuat seseorang stres. Muncul kegelisahan dan kemurungan yang akan membuat suasana hati menjadi buruk dalam waktu yang cukup lama. Biasanya mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan berkonsentrasi.Kegiatan yang tadinya dinikmati pun jadi terasa menyiksa dan membebani.
2. Depresi sedang, dimana selain mengalami gejala-gejala depresi ringan, seseorang mulai merasakan tanda-tanda secara fisik. Misalnya pola makan dan tidur yang berubah drastis, tubuh yang terasa lemas dan berat, serta ekspresi wajah yang kosong atau murung.Biasanya pada tingkat depresi sedang, dokter sudah meresepkan obat antidepresan.
3. Depresi berat (major depressive disorder), pada tahap ini biasanya seseorangdalam keseharian sudah tidak bisa menjalankan fungsi “normal”nya, seperti menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh, bekerja, bersosialiasi, atau berkendara. Ada kecenderungan kuat untuk mengurung diri dan pada beberapa kasus yang ekstrem, mereka yang menderita depresi berat melakukan percobaan bunuh diri.Depresi jenis ini biasanya membutuhkan penanganan dengan obat antidepresan serta terapi.
Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta untuk mengindentifikasi gejala gangguan depresif, memberikan konseling tentang terapi yang dipakai, obat yang dikonsumsi, serta monitoring efek samping obat yang dikonsumsi penderita.
Sekilas Tentang Obat Antidepresan
Dalam kondisi sehat, sel-sel saraf di otak akan mengirimkan impuls lewat berbagai senyawa dan zat dalam otak. Ketika seseorang diserang depresi, senyawa-senyawa tertentu dalam otak seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin jadi tidak seimbang dan menghalangi saraf untuk mengirim impuls. Para ahli percaya bahwa obat antidepresan akan membantu menyeimbangkan senyawa dan zat-zat yang diperlukan otak untuk berfungsi secara normal. Secara umum, obat antidepresan aman dikonsumsi tentu saja jika sesuai aturan pemakaian.
Namun hal yang mesti diketahui adalah, walaupun bisa membantu mengatasi depresi dan meringankan gejala-gejala yang dialami, obat antidepresan juga bisa memberikan dampak yang perlu diwaspadai.
Biasanya, seseorang yang mengonsumsi obat antidepresan menunjukkan perbaikan pada suasana hati dan tingkat konsentrasi lebih cepat dari mereka yang tidak mengonsumsi obat antidepresan. Obat antidepresan juga mampu meningkatkan energi sehingga tubuh tak lagi terasa lemas dan berat, sehingga bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan relatif lebih mudah. Jika dibarengi dengan terapi, obat antidepresan bisa mencegah depresi kumat lagi dalam jangka panjang.
Lebih lanjut, obat antidepresan tidak bisa bekerja dalam sekejap.Untuk merasakan perbaikan dan perubahan yang positif, biasanya pasien membutuhkan waktu paling cepat satu bulan setelah memulai pengobatan dengan antidepresan. Pada beberapa orang, efek obat ini baru akan terasa setelah empat atau enam bulan karena gaya hidup yang kurang mendukung penyembuhan.
Pada beberapa kasus, pemberian obat antidepresan tidak dianjurkan untuk dihentikan, dan tetap diminta untuk meneruskan pengobatan dengan antidepresan hingga satu atau dua tahun, tergantung kondisi dan tingkat depresi yang diderita
Mengingat lamanya waktu pemberian obat antidepresan tersebut, faktor efek samping obat tentunya akancukup membawa dampak bagi tubuh. Lebih dari 30% orang yang menjalani pengobatan dengan antidepresi melaporkan efek samping yang dirasakan pada minggu-minggu awal. Efek samping yang paling sering muncul dan antara lain mual, pusing, gemetar, dan berkeringat. Namun, biasanya efek ini akan hilang sendiri dalam waktu beberapa hari. Sementara efek samping yang cukup mengganggu adalah insomnia, gelisah, panik, kehilangan gairah seksual, dan berat badan.
Jangan Lupa Bahagia
Ketidaknyamanan, kekhawatiran dan ketakutan adalah stressor penyebab utama gangguan jiwa yang dapat berkembang menjadi gangguan fisik atau biasa disebut dengan psikosomatik.Saat ini, penyakit-penyakit organik atau fisik yang berawal dari gangguan jiwa semakin banyak.Kemarahan (yang biasanya juga diikuti dengan bahasa tubuh tidak baik, seperti caci maki dan umpatan), kekhawatiran, dan ketakutan, dapat merangsang sekresi atau keluarnya hormon adrenalin dan noradrenalin dalam sirkulasi tubuh. Apabila hormon-hormon tersebut di dalam tubuh terdapat jumlah yang besar, maka akan bersifat seperti racun sehingga menyebabkan pembuluh-pembuluh darah menyempit dan detak jantung meningkat. Penyempitan pembuluh darah mengakibatkan aliran darah tidak lancar dan distribusi oksigen serta sari-sari makanan terhambat.Untuk melancarkan pembuluh darah agar suplai oksigen dan sari makanan tetap mencukupi, maka jantung harus bekerja lebih kuat dan tekanan darah menjadi lebih tinggi.
Bersyukurlah kita terhadap ke Maha Kuasa-an Allah Sang Pencipta, bahwa sejatinya, dalam tubuh setiap insan, terdapat penawar depresi yang sangat manjur, sekaligus sebagai zat penghilang rasa sakit yang terbaik. Kuncinya hanya satu, yakni “ jangan lupa bahagia “.
Adalah zat Endorphin, senyawa kimia yang membuat seseorang merasa senang dan memiliki kekebalan tubuh.Endorphin diproduksi oleh kelenjar pituitary pada tubuhketikaseseorang merasa bahagiadan pada saat tubuh istirahat dengan cukup.
Endorphin mampu menimbulkan perasaan senang dan nyaman hingga membuat seseorang berenergi.Selain mencegah memburuknya emosi, bahagia juga merangsang timbulnya zat imunitas, perasaan akan lebih rileks, dan tentunya akan lebih mudah mengontrol diri kita dari amarah sekaligus berpikir positif dengan mengutamakan kesabaran.
Dengan zat tersebut, kita dapat merasakan rileks, dan semua penyakit hati yang berhubungan dengan tekanan pada perasaan kita seperti marah, sedih dan depresi dapat dikurangi bahkan dihilangkan.Efek lain hormon Endorphin adalah meningkatkan dilatasi atau pengembangan pembuluh darah sehingga aliran darah ke seluruh tubuh menjadi lancar, tekanan darah dan kerja jantung menjadi normal.
Endorphin dalam tubuh bisa dipicu munculnya melalui berbagai kegiatan, seperti pernapasan yang dalam, relaksasi, meditasi, dan terutama adalah memperbaiki hubungan dengan lingkungan sosial.Bahasa tubuh yang baik, senyuman dan perkataan baik dapat berpengaruh langsung dalam merangsang otak, sehingga memacu keluarnya hormon endorphin.Maka tidak mengherankan jika ada hasil riset yang menyebutkan bahwa dua indikator utama kesehatan adalah frekuensi silaturrahim dengan sanak saudara dan kehadiran dalam pertemuan-pertemuan. Dimana perjumpaan positif antarmanusia dapat menurunkan kadar hormone pemicu stress epinefrin/norepinefrin dan kortisol dalam darah. Sebaliknya, hormon yang memperkuat rasa saling percaya dan ikatan emosi, oksitosin dan vasopresin justru meningkat. Ilmuwan juga menduga bahwa silaturahim memicu dua neurotransmiter penting: dopamin yang meningkatkan daya konsentrasi dan rasa bahagia, serta serotonin yang mengurangi ketakutan dan kecemasan.
Endorphin disebut juga sebagai hormon kebahagiaan.Semakin banyak hormon ini diproduksi dalam tubuh, seseorang semakin merasakan bahagia.Perasaan bahagia juga meningkatkan daya tubuh menjadi optimal sehingga mampu menghadapi berbagai jenis penyakit dengan baik.Hal ini tentu saja menjadikan tubuh seseorang lebih sehat, dan orang yang sehat berpeluang memiliki umur yang lebih panjang [ ].