Heartsanitizer, Energi Positif di Musim Pandemi

0
905

sumber gambar : khazanahalquran.com

 

Oleh : apt. Aulia Yahya
Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia – Sulawesi Selatan

 

Bak jelaga yang menyelimuti ruang, kepulan asap pandemi Covid-19 makin lama makin membumbung, legam menebal membentuk kerak hitam di sisi-sisi dinding kehidupan manusia. Terbayang, betapa sesaknya nafas kita, berada dalam ruang sempit aktivitas atas nama karantina, isolasi dan serangkaian protokol kesehatan yang membatasi.

Semuanya, sejauh ini terlakoni dengan segala keluh kesah, dan atau sedikit mencoba ikhlas, sembari mencari celah, memburu udara segar kebebasan laiknya kehidupan manusia normal. Terhadap keruhnya suasana kebathinan hidup ini, sesegera mungkin kita berupaya mencari penawar. Tak hanya fisik yang mesti dibersihkan, psikis juga. Hati kita butuh guyuran heartsanitizer sekaligus juga stabilizer.

“Dan Kami turunkan dari al Qur’an suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS al-Isrâ’/17: 82)

Sebagai ummat yang beriman, ajaran agama adalah jalan keselamatan, dalamnya ada pedoman, peringatan sekaligus juga pembelajaran. Satu contoh sederhana sebagai bahan pemikiran, bagaimana Tuhan mengajarkan kita merubah masalah – musibah menjadi sebuah peluang beribadah.
Sesejatinya, ketika partikel asing seperti debu, kotoran, serbuk sari atau iritan lainnya masuk ke dalam hidung, maka partikel asing tersebut akan berinteraksi dengan rambut halus dan selaput lendir yang menyelimuti rongga hidung. Atas kuasa Allah Sang Pencipta, tubuh secara otomatis menjalankan mekanismenya.

Saat itulah, rangsangan bersin akan timbul. Reseptor di lapisan hidung akan mengirimkan impuls melalui saraf kranial kelima menuju pusat bersin di medulla oblongata sebagai sinyal bahwa ada yang harus dikeluarkan dari saluran pernapasan. Dengan sigap, tubuh segera mempersiapkan diri untuk melakukan kontraksi.

Kerongkongan dan mata dipaksa tertutup, lidah bergerak ke langit-langit mulut dan otot dada juga diafragma pada perut akan menguat. Pada akhirnya udara, ludah dan lendir akan keluar dari hidung juga mulut, dan terjadilah refleks alami yang kita sebut dengan bersin. Sekali bersin, terdapat setidaknya 40.000 butir air yang berisi ratusan ribu kuman keluar dengan kecepatan mencapai 160 kilometer per jam.

Demikianlah adanya. Manusia dalam penciptaanya telah dibekali sistem pertahanan tubuh terhadap bakteri atau virus penyakit yang menyerang dengan otomatis membuang bakteri maupun virus dari saluran pernapasan melalui aktivitas bersin tadi. Yang teramat istimewa, rangkaian peristiwa alam ini dibarengi dengan sebuah kesadaran spiritual yang mendalam.

Lagi-lagi, seruan dari langit mengajarkan manusia penghuni bumi, perilaku etik dan dialektika ketika satu insan mengalami bersin. Ia, dalam kesahajaan seorang hamba berujab syukur Alhamdulillah, karena virus maupun bakteri yang mengancam seketika terhalang dan terbuang. Orang lain di sekitar yang mendengar pun punya kesadaran spiritual yang sama. Mereka saling mendo’akan selalu dalam kebaikan. Menggubah secara indah, satu masalah – musibah menjadi sebuah peluang beribadah.
Jika salah seorang dari kalian bersin, hendaknya mengucapkan Alhamdulillai Rabbil ‘Alamin (segala puji bagi Allah), dan orang yang menjawabnya mengucapkan Yarhamu kallah (semoga Allah merahmatimu), kemudian ia mengucapkan Yaghfirullaahu Lanaa wa Lakum (semoga Allah mengampuni kami dan kalian). [HR. Tirmidzi No.2664].

Pandemi ini, entah di titik mana ia bertepi. Mari melewati dengan kelapangan hati. Saling menjaga dan juga saling menasehati. Tugas besar tetap menanti, instrospeksi diri dan saling memberi koreksi. Bisa jadi, ada celah kesalahan dalam melakukan mitigasi. Langkah promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif kurang terintegrasi dan terkoordinasi.

Menggalakkan pola hidup 3 M dan vaksinasi, tapi tetap membuka arus warga negara asing berkeliaran di dalam negeri tak ada penyaringan deportasi. Tak seperti reseptor di rongga hidung yang sigap mendepak jauh potensi masuknya virus dan bakteri, kedatangan mereka yang katanya atas nama pariwisata dan investasi, dapat menjelma pintu lebar yang menganga bagi wabah pandemi yang mudah beradaptasi lalu bermutasi.

Pemerintah terkesan jalan sendiri. Mestinya dengan para pakar ahli membangun ruang diskusi. Libatkan semua anak negeri turut berpartisipasi. Jelasnya, tujuh miliar lebih penduduk bumi menanti solusi, bukan retorika narasi yang cenderung basa basi [ ].

LEAVE A REPLY