Islam Menyuguhkan Paket Sistem Kesehatan Paripurna: Sejarah Emas Sistem Kesehatan Islam (Bagian 3)

0
1741
sumber gambar : theaustralian.com.au

Oleh: dr.Eko Budi (member of HELP-Sharia)

Pada zaman kekhilafahan Umayah (abad ke-8 M) mulai dibangun rumah sakit resmi pertama di dunia dengan bangunan dan fasilitas bagus pada zamannya. Rumah sakit disebut dengan istilah Bimaristan. Zaman kekhilafahan Abbasiyah sudah banyak rumah sakit besar di kota-kota Islam yang tersebar di benua Asia dan Afrika. Menurut Dr. Hossam Arafa dalam Hospital in Islamic History, pada abad ke-13 rumah-rumah sakit itu untuk pertama kalinya di dunia mulai menyimpan data pasien dan rekam medisnya. Di sekitar rumah skit didirikan sekolah kedokteran.  Rumah sakit juga menjadi tempat menempa mahasiswa kedokteran, pertukaran ilmu kedokteran, serta pusat pengembangan dunia kesehatan. Para dokter yang akan berpraktik pun diuji kompetensi dan disertifikasi untuk menghindari malpraktik. Berabad-abad mendahului apa yang dilakukan oleh dunia kesehatan Barat abad ke-20. Luar biasa!

Keemasan sistem kesehatan Islam diakui sendiri oleh sejarawan Barat Will Durant dalam The Story of Civilization. Dia menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya.  Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa menarik bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis.  Para sejarawan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”

Di laman republika.co.id terdapat testimoni seorang pemuda Prancis yang pernah dirawat di salah satu rumah sakit di Kordoba pada abad ke-10. Dia mengirimkan surat kepada ayahnya dan menceritakan kesan-kesannya saat dirawat di rumah sakit Islam (Bimaristan). Di bawah ini adalah terjemahan surat seorang pemuda Prancis tersebut. Surat ini ditulis dalam majalah sejarah dan kebudayaan AramcoWorld, Arab Saudi.

“Anda telah menyebutkan dalam surat sebelumnya bahwa akan mengirimkan saya sejumlah uang untuk menggunakannya dalam biaya obat-obatan. Saya katakan, tidak memerlukannya sama sekali karena perawatan di rumah sakit Islam ini gratis. Juga ada hal lain. Rumah sakit ini memberikan pakaian baru dan uang lima dinar kepada setiap pasien yang sudah sembuh, sehingga pasien tidak harus bekerja selama masa istirahat proses penyembuhan.

Ayah terkasih, jika ingin mengunjungi saya, Anda akan menemukan saya di departemen bedah dan perawatan sendi. Ketika memasuki gerbang utama, pergi ke aula selatan di mana Anda akan menemukan departemen pertolongan pertama dan departemen diagnosis penyakit maka akan menemukan departemen artritis (penyakit sendi).

Di sebelah kamar saya, Anda akan menemukan perpustakaan dan aula yang digunakan sebagai pertemuan para dokter untuk mendengarkan seminar yang diberikan oleh profesor. Selain itu, aula ini juga digunakan untuk membaca. Departemen ginekologi terletak di sisi lain dari rumah sakit. Laki-laki tidak diizinkan masuk. Di sebelah kanan rumah sakit terdapat aula besar bagi mereka yang pulih. Di tempat ini mereka menghabiskan masa istirahat dan pemulihan selama beberapa hari. Aula ini berisi perpustakaan khusus dan beberapa alat musik.

Ayah terkasih, semua tempat di rumah sakit ini sangat bersih, tempat tidur dan bantal ditutupi dengan kain putih Damaskus yang halus. Bed cover terbuat dari bahan mewah yang lembut. Semua kamar di rumah sakit ini dilengkapi dengan air bersih. Air ini dibawa ke kamar melalui pipa yang terhubung ke sumber. Tidak hanya itu, setiap kamar juga dilengkapi dengan kompor pemanas. Mengenai makanan, ayam dan sayuran selalu disajikan, sehingga beberapa pasien tidak ingin meninggalkan rumah sakit karena mereka ingin terus menikmati makanan lezat ini.”

Nah, kembali lagi ke problematika kesehatan. Tatkala mendiskusikan isu-isu problematika kesehatan di Indonesia semisal pembiayaan kesehatan, ketersediaan obat dan alat kesehatan, ketersediaan sarpras layanan kesehatan, dan nasib para tenaga kesehatan, ternyata para pejabat terkait, para pakar dan profesional kesehatan lebih cenderung membahasnya di sisi hilir daripada sisi hulu. Sisi hilir yang mayoritasnya adalah urusan teknis dan semua orang pun bisa menginderanya, lebih kasat mata, dan lebih ringan dalam pembahasan.

Misalnya seseorang sedang sakit namun tidak punya uang dan kartu KIS. Solusi yang diberikan biasanya dengan menyarankan untuk daftar menjadi peserta BPJS kesehatan baik mandiri atau mengajukan PBI, atau pinjam uang ke tetangga untuk berobat, atau disarankan menjual barang yang dimiliki, atau diberikan bantuan uang sekedarnya untuk berobat saat itu. Contoh lain tatkala ada kasus keluarga tidak mampu dengan anak balita stunting, kemudian diberikan solusi untuk rajin makan bergizi, atau diminta rutin kontrol ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan program kesehatan kuratif, tanpa diberikan solusi penyebab stunting secara holistic dari sisi status ekonomi, sosial, dan spiritual.

Apabila diperhatikan, terdapat beberapa alasan mengapa pembahasan sisi hilir kesehatan lebih banyak dan lebih diminati para stake holder kesehatan:
Pertama, mereka telah menganggap kondisi hulu (sistem kesehatan) yang ada sekarang sudah fixed, sudah beres dan modern. Tinggal memperbaiki problem hilir saja.

Kedua, mereka telah nyaman dengan kondisi yang ada. Mereka telah berada di zona nyaman cenderung malas berpikir serius. Misalnya orang-orang yang secara ekonomi sudah berlebih, sehingga berapapun biaya kesehatan bisa dijangkau. Atau para profesional kesehatan yang telah menikmati kecukupan hidup di tengah penderitaan banyak orang. Atau para pejabat dan pebisnis yang telah menikmati kondisi nyaman dalam sistem kesehatan ini.

Ketiga, bahasan sisi hulu lebih berat dan tidak mudah menginderanya karena bersifat fundamental. Problem di sisi hulu pasti akan menciptakan problem di sisi hilir. Dengan menyelesaikan problem hilir, selama sumber problem hulu tidak diselesaikan juga, maka problem tidak akan selesai dan makin bertambah.

Keempat, mereka belum menemukan alternatif solusi terhadap problem hulu yang sedang terjadi. Jika ini alasannya, maka secara otomatis mereka akan berputar-putar di sisi hilir tanpa bisa keluar dari problematika.

Jadi ada yang tidak match di sini, yakni terjadi ketimpangan pembahasan. Yang menjadi sumber masalah adalah sisi hulu kesehatan (sistemnya), namun yang selalu dibahas adalah sisi hilirnya. Kita menyibukkan diri menyelesaikan urusan hilir daripada hulu sebagai sumber problematikanya. Tentunya ini tidak akan menyelesaikan problematika kesehatan yang bermunculan. Jadi ini adalah tentang mindset yang harus diubah. Untuk mengubah itu harus digalakkan diskusi secara mendalam, lebih objektif, dan lebih serius menemukan solusinya yang sahih untuk kebaikan umat manusia. Diskusi yang argumentatif, diskusi yang tidak terbelenggu pakem-pakem jadul kolonial, diskusi yang out of the box.

Nah, bagi seorang Muslim reformis (bahkan revolusioner) yang ingin mendapat kebaikan dunia dan akhirat, dia tidak percaya lagi dan tidak akan membela sistem kesehatan yang saat sekarang sedang diterapkan dan telah terbukti menyengsarakan umat manusia, yaitu sistem kesehatan yang lahir dari rahim ideologi jahat Kapitalisme, sebuah sistem kesehatan yang berisi persaingan bisnis yang berorientasi profit, berprinsip survival of the fittest, lepas dari konsep pelayanan dan kemanusiaan. Ideologi yang kejam ini telah membentuk warga masyarakat bermental egois dan materialistik, yang penting dirinya memperoleh kue ekonomi. Ideologi jahat ini telah mengkapitalisasi atau mengkomersialisasi, dengan kata lain men-swastanisasi atau memprivatisasi sektor kesehatan yang ada sehingga lepas dari pengelolaan negara secara langsung. Akhirnya tanggung jawab negara menjadi minimal terbatas sebagai regulator yang menyebabkan derajat dan akses layanan kesehatan menjadi sangat problematik bagi mayoritas rakyat. Sehingga, dia mesti berani menggugat sistem jahat ini tanpa malu dan ragu.

Bagi seorang Muslim revolusioner semestinya dia akan mengkaji sistem kesehatan Islam, mempercayainya, berargumentasi dengan Islam, dan memperjuangkan terwujudnya kembali sistem kesehatan Islam yang telah terbukti dan teruji sukses besar tersebut. Yang tentunya penerapan sistem kesehatan ini sangat terkait dengan sistem kemasyarakatan lainnya. Hal ini akan terwujud nyata bila sistem Islam dijadikan landasan untuk mengatur semua urusan negara. Inilah proyek besar kita abad ke-21, apalagi yang saat ini masih sedang diterjang pandemi Covid-19, untuk mewujudkan the new world order, yakni diterapkannya sistem Islam kembali termasuk di dalamnya sistem kesehatan paripurna.

LEAVE A REPLY