LGBT dan Ideologi

0
1996

Oleh: dr.Maria Ulfah, M.Si.Med

(Praktisi Kesehatan, Wasekjen II Help-S)

 

Pro dan Kontra LGBT terus menyeruak. Dari awalnya cuma sebatas bisik dan bahan olokan, namun tak dinyana masalah ini semakin menderas. Mengejutkan, ketika kita disentakkan oleh info-info yang menyebutkan kaum terlaknat ini sudah berjuang hingga ke tahap legislasi. Tentu ini bukan sekedar senda gurauan para hombreng lagi. Mereka sudah begitu serius. Dan kaum normal tak layak untuk berdiam diri.

Kita, sebagai seorang muslim, jelas paham, bahwa apa yang dilakukan oleh LGBT itu dilaknat oleh Allah. Parahnya, sebagaimana yang diungkapkan AlQur’an, dosa dan azab yang ditimpakan bukan hanya bagi pelakunya tapi juga bagi orang-orang shalih disekitarnya. Ini sebenarnya ‘warning’ tanda bahaya bagi kita, agar peduli. Keberadaan penyakit LGBT adalah tanggung jawab, bukan hanya bagi pelakunya, tapi juga bagi semua.

***

“astaghfirullah” saya tercekat…

Si pasien pun menunduk.

“tega sekali. Anda muslim… istri Anda… anak Anda” saya berasa tak sanggup berbicara lebih lanjut.

Salah seorang pasien pegawai rumah sakit datang ke poliklinik, singkatnya dia terdiagnosis gonorrhoe. Setelah digali, ternyata dia adalah seorang gay. Gay yang memiliki istri dan anak.

Saya lirik istrinya yang mengantar dia ke poliklinik. Istrinya sengaja diminta datang juga karena memiliki keluhan servisitis. Ah, tega sekali engkau pak. Istrinya yang berkerudung rapi dan terkesan lugu…. Belum lagi dengan anak-anaknya….

Hingga pada akhirnya batin saya hanya bisa teriak. Teriak pada orang-orang seperti mereka. Teriak pada pejuang-pejuang, organisasi-organisasinya. Teriak pada pemerintah dan orang-orang yang tidak peduli. Teriak pada ketidakberdayaan saya untuk melawan semuanya!

Sebagai seorang dokter, saya merasakan betul bagaimana kalangan LGBT terlaknat ini adalah sumber biang kerok segala penyakit berbahaya dan mematikan bahkan bisa dikatakan tidak ada obatnya. HIV/AIDS, sifilis, kanker anal, Gonorrhea dan lain sebagainya.

Saya katakan tidak ada obatnya, karena mereka melakukan itu berulang kali, diobati penyakitnya, begitu lagi, lagi dan lagi. Dan semua mati dalam keadaan tragis dengan akhir hidup yang sangat mengerikan. Seorang yang kena HIV/AIDS akan mengalami diare terus-menerus, jamur di sekujur tubuh sampai ke dalam otak, sariawan di seluruh mukosa mulut, wajah dan badan kurus kering tinggal tulang berbalut kulit.

Ya, itu yang kami hadapi, dan parahnya penyakit itu sangat mungkin mereka tularkan kepada kami, para dokter dan paramedis. Tidak sedikit juga dokter yang merawat tertular dan merasakan mati tragis seperti yang mereka hadapi padahal dokter dan paramedis yang tertular lewat jarum suntik/ alat medis bukan bagian dari LGBT ini. Belum lagi kalau bicara jumlah mereka yang semakin massif dan jumlah angka HIV/AIDS yang semakin tinggi gara-gara sumbangsih terbesar atas perilaku laknat mereka.

Kalau sudah seperti ini, apakah kita masih bilang kalau masalah LGBT ini tidak gawat darurat?!

Lalu bila memang gawat darurat, kenapa hukuman dan aturan yang jelas untuk mereka ini masih saja diperdebatkan?

Menarik apa yang dikatakan salah satu narasumber acara ILC beberapa waktu lalu, sekaligus beliau juga salah satu pemohon uji materi tiga pasal terkait perzinahan dan LGBT, beliau mengatakan bahwa dalam persidangan telah terjadi peperangan antara dua ideologi dalam wacana “LGBT dan kumpul kebo” ini. Ideologi mana yang lebih kuat, biasanya itu lah yang dimenangkan.

Ya, ideologi. Bagaimanapun ideologi adalah pangkalnya. Masalah LGBT adalah masalah ideologi. Dan pertentangan yang terjadi sesungguhnya merupakan cerminan dari peperangan antar ideologi. Dalam hal ini Islam versus Sekuler-Kapitalisme. Ideologi Islam yang diturunkan Allah, dibawa Muhammad SAW sejak belasan abad yang lalu, dimana peradaban yang diciptakannya mampu menguasai 2/3 dunia. Ideologi yang mampu memberikan penerangan dan kesejahteraan pada dunia. Di seberang yang menjadi lawannya, ideologi sekuler-kapitalisme. Ideologi yang ingin memisahkan antara agama dari kehidupan. Agama tidak berhak mencampuri apapun perbuatan yang dilakukan manusia. Agama hanya cukup dengan mengimani adanya Tuhan saja. Namun Tuhan tidak berhak campur tangan kehidupan manusia.

Para pejuang LGBT, sejatinya mengakarkan diri kepada ideologi sekular kapitalisme ini. HAM dan demokrasi, adalah pupuk dan bahan baku utama yang menyuburkan keberadaan mereka. Di bawah ideologi ini bahkan bunga-bunga mereka bersemi berwarna warni layaknya pelangi.  Dan bunga ini , di ladang ideologi sekular kapitalisme, HARAM dicabut. Mereka adalah bagian dari keindahan ladang yang mesti lestari. Dan ini adalah harga mati!

Wajar bila terhadap ideologi Islam mereka luar biasa benci. Karena jangankan bunganya sempat tumbuh. Bahkan benihnya sekedar mampir ke ladang ideologi ini saja, tak akan dibiarkan. LGBT tak ada tempat di ideologi Islam. Wajar bila mereka begitu benci, kawan.

***

Saya akhirnya hanya menarik nafas panjang.

“Baik pak, kita akan melakukan serangkaian pengobatan” ucap saya ke beliau

“Namun Anda harus janji untuk segera taubatan nasuha….” Sorot saya tajam.

Saya mencoba berdamai dengan kemarahan hati saya.

Iya. Saya harus sadar. Saya tidak bisa memaksakan kemarahan. Memangnya siapa saya?

Karena saya akhirnya sadar. Bukankah saya lagi hidup di ladangnya punya sekular kapitalis? Ini bukan ladang Islam! LGBT adalah bunga peliharaan mereka. Dan saya, dan orang-orang yang tidak suka dengan bunga-bunga pelangi ini adalah parasit yang dibenci. Dan justru kamilah yang harus dibasmi!

Ah, kali ini saya jadi betul-betul rindu dengan  ladang Islam. Kapan muncul lagi?

 

LEAVE A REPLY