Saya Gagal Mendiagnosis Kesalahpahaman Mereka

2
13231

Oleh: dr. Dony Wahyu BS (Anggota HELPS)

Nama saya Dony Wahyu, seorang dokter umum biasa di Tulungagung. Sebuah kota yang terbilang kecil di Jawa Timur. Saya, ya… sebagaimana dokter yang lain ingin hidup yang nyaman dan tenang bersama keluarga. Meski seringkali saya tergelitik dan terusik dengan banyak permasalahan di negeri ini.

Penasaran saya dengan berbagai macam tumpah ruah masalah di negeri ini banyak tertuntaskan setelah mengenal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).  Saya mulai kenal dengan organisasi ini mulai SMA dulu… berarti kalau dihitung-hitung sudah 20 tahunan. Kebetulan kakak kelas saya adalah Pengurus Osis dan sekaligus aktivis HTI, sewaktu kuliah pun saya kenal dekat dengan seorang mahasiswa IAIN Jember yg kebetulan aktivis HTI, saking dekatnya saya bahkan sudah menganggapnya layaknya kakak saya sendiri. Dan selama itu pula sedikit banyak saya mengamati dan menyaksikan berbagai aktivitas dakwah yang mereka lakukan. dalam hal ini saya bisa tegaskan, tidak satupun aktivitas yang mereka lakukan layaknya yang dituduhkan oleh banyak orang.

Yang saya ketahui HTI selalu memberikan kontribusi baik… saya pernah d minta mengisi materi tentang narkoba kepada anak-anak SMP dan SMA, di lain waktu diminta mengisi materi berkaitan dengan HIV dan kenakalan remaja serta materi lain yang masih ada hubungannya dengan profesi kesehatan yang saya geluti. Di lain waktu saya pernah diminta membantu di pos mereka pada saat bencana letusan gunung kelud beberapa waktu yang lalu.

Jujur, saya rasakan kepedulian mereka amatlah besar kepada negeri ini. Jadi masalahnya dimana hingga ada cerita orang yang memusuhi HTI? Logika berpikir saya sebagai seorang dokter tidak bisa menalar sampai ada orang-orang yang nggak senyambung ini. Mau dimasukkan ke diagnosis apa, sakit ‘nggak nyambung’ yang mereka miliki ini? J

***

Minggu kemarin, saya sekali lagi diminta tolong sebagai bagian dari tim kesehatan aksi sosialisasi panji Rasululullah yang dilakukan oleh HTI Jawa Timur. Sebuah acara yang dikemas secara kolosal menempuh rute 1,6km dengan target 30.000 peserta. Itu info yang saya dapat dari panitia. Setelah saya pertimbangkan.. oke lah… sekalian bisa refreshing sambil bersilaturahim ke orang tua di kampung. Maka berangkatlah saya beserta keluarga ke masjid Akbar surabaya, tempat yang akan menjadi titik kumpul mereka.

Ditengah jalan, saya dikejutkan oleh sebuah kabar dari panitia bahwa acara berubah, tidak ada aksi pawai, hanya shalat tahajud dan tausiah. Otomatis saya juga berhitung ulang, masih perlu dilanjut tidak? Akhirnya saya sekeluarga memutuskan tetap kesana. Sesampai di sana jama’ah sudah mulai berkumpul, satu persatu kendaraan pengangkut jama’ah mulai datang dan berjejer rapi di area parkir masjid, bahkan sesaat kemudian sudah meluber hingga ke jalan jalan sekitar. Jamaah tua, muda, bahkan anak2 juga turut dengan riangnya, bahkan tak tampak wajah lelah atau gelisah dari mereka, hanya senyum renyah dan tegur sapa bahagia ketika kebetulan mereka bertemu dengan rombongan lain dari berbagai kota seluruh penjuru jawa timur. ahh….layaknya sebuah reuni keluarga besar sewaktu lebaran saja…

Iseng iseng saya memesan lontong kikil, satu makanan khas yang sudah agak jarang saya temui. penjualnya pun dengan semangat bercerita, bahwa ini acara pengajian terbesar yg pernah dia lihat di masjid Akbar ini. Itulah mengapa dia memutuskan berjualan lagi khusus di malam hari ini, karena biasanya dia berjualan pagi  hingga jam 2 siang. Busnya ada 200, mobilnya lebih banyak lagi celotehnya… lumayan dagangan cepat laku.

Asyik dengan lontong kikil, desas-desus peserta mulai riuh dengan kabar adanya penghadangan d beberapa tempat serta perampasan atribut bahkan ancaman kekerasan dari ormas yang selama ini lebih dikenal dengan aktivitasnya menjaga gereja… saya hanya bisa geleng geleng kepala… dimana akal sehatnya??

Ahh… sudahlah, lebih baik saya fokus ke lontong kikil saya dulu. sementara 3 anak saya sedang bercanda ria di pelataran masjid ditemani bundanya….

Para jamaah terlihat tidak begitu memperdulikan desas-desus itu. mereka larut dalam ibadah qiyamullailnya.. hingga tak terasa, subuh pun tiba.

Ba’da shubuh,

Panitia mengumumkan hal yang penting. Suatu pengumuman yang seperti gemuruh bagi para hadirin yang sudah jerih menempuh ratusan kilometer menuju tempat itu, Acara dibatalkan karena ada rongrongan pihak tertentu yang arogan menyebutkan sejumlah 1500 personel mereka siap membubarkan acara ini. Saya tersenyum kecut, 1500 orang dengan arogannya ingin membubarkan 25000 jamaah? Nggak sedang ngelucu ini? andai perintahnya kami ber 25.000 tetap lanjut dan melawan 1500 orang itu… tentu hitung-hitungan sederhananya kubu 25000 lah yang menang, apalagi kubu 25000 ini barusan dapat energi qiyamullail.. pedang malam, kata kanjeng rasulullah… memang ada yang bisa mengalahkan pedang malam itu?

Namun pengumuman dari panitia adalah jama’ah diminta pulang dengan tertib serta berdoa agar semua jerih payah mereka diterima sebagai amal sholeh. Sungguh sesak dada ini melihat keikhlasan dan kepatuhan mereka. Ratusan kilo mereka tempuh, berbagai kepentingan mereka tunda untuk bisa berkumpul disini, di dalamnya tentunya bukan berisi kalangan pengangguran yang tidak ada kerjaan. Di 25000 itu ada para ulama, pengusaha, birokrat, cendekiawan, praktisi, para profesor, dan lainnya. Pasti bukan karena nggak ada kerjaan sampai mereka meninggalkan urusannya dan memilih ada di masjid alAkbar pada hari itu.

Apa salah mereka? Dan apa salah acara mereka? Apakah mereka rombongan bonek yang bakal bikin rusuh? Bahkan bonek saja tidak seperti itu diperlakukan. Acara mereka sederhana, tabligh akbar, seperti tabligh akbar-tabligh akbar lainnya.. kemudian jalan santai sambil membawa panji-panji yang berwarna hitam dan putih bertuliskan kalimat tauhid. Jadi apa yang salah?

Tabligh akbarnya? Ada apa dengan tabligh akbar?

Jalan santainya? Kenapa sebuah acara jalan santai diributkan?

Atau panji Rasulnya? Lho ada yang salah dengan bawa-bawa panji bertuliskan laa ilaa ha illallah… Bendera partai saja bebas dipasang dimana-mana? Bahkan bendera PKI dipasang, didiamkan saja.

Sekali lagi saya tidak mampu mendiagnosis..

Saya bisa membayangkan betapa kecewanya mereka…tapi yg saya saksikan sungguh membuat hati ini lebih bergemuruh lagi… mereka patuh dengan keputusan panitia!!! memang tampak sedikit raut kecewa dan marah, tapi mereka mengikuti semua instruksi untuk pulang dengan tertib ke daerah masing masing. Sekali lagi kalau mau berhitung, 1500 itu jumlah yang kecil jika dibandingkan jamaah yg sekitar 25.000an. Tapi ukhuwah memang harus dikedepankan. Ini hal yang menurut saya amat luar biasa. Suatu sikap yg menurut saya hanya akan kita temukan pada orang yang benar benar ikhlas dan mampu menata hatinya. Suatu sikap ketundukan kepada perintah Allah dan kematangan dalam hal berorganisasi.

Itu yang membuat saya juga salut dengan keputusan panitia. dan Alhamdulillah..tugas saya juga menjadi lebih simpel. Tidak ada keluhan berarti akan kondisi kesehatan jama’ah. Berarti saya bisa lanjut dengan tenang ke rumah orangtua.

Ah, sungguh HTI adalah aset dan juga bagian dari ummat yang juga punya hak untuk memberikan sumbangsih bagi kebaikan negeri ini. Sungguh mereka selama ini telah bergerak memberikan harapan baru dan membina masyarakat dengan pemahaman pemahaman Islam. Harusnya mereka kita apresiasi… kita berikan ruang gerak…bahkan difasilitasi dan digandeng untuk bersama sama elemen bangsa lainnya untuk memperbaiki negeri.

Kepada teman-teman HTI… tetaplah bergerak, bikin acara yang lebih mantap lagi.. insya Allah saya nggak bakal kapok kok bantu-bantu lagi.

2 COMMENTS

Leave a Reply to Saya Gagal Mendiagnosis Kesalahpahaman Mereka – My Blog Cancel reply