Catatan Seorang Dokter Terhadap HTI

2
5221

Oleh: dr. Muhammad Amin (DPP HELPS)

Sebuah cita-cita sederhana bagi seorang dokter seperti saya adalah melihat bangsa ini hidup sehat dan tercukupi kebutuhan sandang-pangan-papannya. Akan tetapi bagaimana mungkin hal itu akan dapat tercapai jika daya beli mereka rendah, sementara cost kesehatan tidak murah? BPJS yang diharapkan akan dapat menjadi jawaban ternyata bukan sekedar tidak mampu memberikan solusi justru menimbulkan masalah lain.

Ah memang mengherankan yang terjadi di sini, tanah yang kaya akan tetapi penduduknya miskin, dan  sulit mendanai kesehatannya.

Di tengah kegalauan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan jalan keluar atas persoalan pendanaan kesehatan ini, muncullah organisasi HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang menurut hemat saya sangat tepat dalam meramu solusi yang berasal dari agama Islam. Awalnya memang saya tidak tahu  bahwa agama Islam mempunyai cara yang khas dalam mendanai kesehatan. Saya sangka agama Islam hanya memiliki peraturan tata cara shalat dan aneka ritual yang lain. Ternyata dengan penjelasan yang meyakinkan HTI mampu memberi tawaran yang baik dalam hal ini. Menurut mereka Kanjeng Nabi menjadikan kesehatan sebagai bentuk pelayanan murni yang dilakukan oleh negara kepada warganya. Jadi pelayanan kesehatan diberikan oleh negara kepada warganya secara bermutu dan cuma-cuma. Memang pada awalnya hati ini bertanya-tanya dapat dari mana dana besar untuk melayani kesehatan begitu rupa, bukan hanya gratis tetapi bermutu tinggi. Lagi-lagi HTI mampu meyakinkan saya bahwa agama Islam memberi jalan keluar yang baik. Agama Islam menentukan bahwasannya kekayaan alam semisal mineral dan batu bara, minyak dan gas bumi, hutan, dan air adalah milik rakyat. Negara akan mengelolanya untuk kepentingan warganya, termasuk dalam bidang kesehatan. Inilah hebatnya, karena selama ini saya rasa persoalan kesehatan selalu berpangkal pada persoalan pendanaan. Ya mestinya bukan hanya dalam hal kesehatan, melainkan dalam bidang pendidikan dan pembangunan infra struktur dan semuanya berpangkal pada kesulitan pendanaan. Selama ini kesehatan dibebankan kepada warga negara untuk membiayainya sendiri, termasuk dengan cara membayar iuran asuransi BPJS.

Inilah jalan keluar yang masuk akal: kesehatan menjadi bidang pelayanan gratis oleh negara dan sumber pendanaannya pun sudah ditentukan yaitu berasal dari kekayaan alam yang melimpah. Lagi-lagi saya dibuat penasaran dari mana memulainya? Pertanyaan ini wajar muncul, karena kenyataannya sekarang kekayaan alam yang melimpah itu sudah terlanjur diberikan kepada swasta, lokal maupun asing. Siapa yang akan mengambilnya kembali? Bagaimana caranya?

HTI selalu saja berhasil menjelaskan dengan baik, sehingga sayapun menjadi semakin yakin dengan syariah Islam dan khilafah yang selama ini ditawarkan sebagai solusi yang sekaligus membawa keberkahan. Dalam penjelasannya, ketika suatu negara dengan secara sadar menjadikan semua proses berlandaskan syariah Islam maka semua bidang kehidupan yang memang kenyataannya saling terkait akan didasarkan kepada syariah Islam ini. Pendidikan didasarkan syariah Islam sehingga akan menghasilkan generasi hebat sekelas ilmuwan dan ulama jaman dulu –Imam Syafi’i,  Alkhawarizmi, Aljabbar, Alkindi, Ibnu Hajar, Annawawi, banu Musa dll.

Kemelimpahan harta-benda, tingginya produk sains dan teknologi, dan aneka keberkahan itu akan dapat dinikmati oleh baik warga yang beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam alias kafir dzimmi. Maka bagaimana mungkin kita akan menuduh bahwa syariah Islam yang dibawa kanjeng Nabi dan sekarang sedang ditawarkan oleh HTI sebagai solusi akan menyengsarakan bangsa ini? Bagaimana mungkin syariah Islam yang mulia dianggap berpotensi memecah-belah?

Saya melihat HTI selalu aktif memberikan edukasi kepada masyarakat secara luas, dan perlu dicatat bahwa HTI tidak meminta uang sepeserpun kepada ummat untuk imbal jasa. Bahkan bagi saya cukup mengherankan karena mereka membiayai sendiri semua aktivitas edukasi ini dengan cara iuran, subhanallah. Padahal saya tahu tidak semua anggotanya dari golongan berada. Akan tetapi saya lihat para anggota HTI dengan suka rela memberi sumbangan dana dengan ringan.

Itulah kiranya yang terjadi pada acara tanggal 2 April 2017 kemarin. Mereka mengagendakan acara super besar dalam ukuran saya yang hanya seorang dokter. ‘Masiroh Panji Rasulullah’. Dalam acara yang digelar di Surabaya ini sedianya mereka akan mengenalkan panji rasulullah kepada jamaah. Target pesertanya tidak main-main, 25 ribu, sebuah angka yang fantastis.

Tetapi sungguh sangat disayangkan, karena ada pihak-pihak yang tidak berkenan dengan agenda HTI. Dari segi konten, apa yang mereka tawarkan ke masyarakat sangat dibutuhkan oleh bangsa ini, termasuk dunia kesehatan. Di saat negara sedang dalam kondisi krisis dalam banyak bidang, semestinya solusi yang baik berupa syariah Islam ini menjadi kebutuhan kita semua, dan bukan malah dicurigai yang bukan-bukan.

Dan subhanallah lagi-lagi saya dibuat terkagum-kagum dengan HTI. Sebagaimana diberitakan banyak media meski harus menghadapi tekanan dari sana-sini secara tidak adil, namun HTI menghadapinya tidak dengan emosional. Bagi saya ini semakin menunjukkan bahwa HTI benar-benar bekerja untuk kebaikan bangsa dan negara ini. Semoga ke depan tidak ada lagi pihak-pihak yang menghalangi dakwah HTI. Maju terus HTI, ummat merindukan karya terbaik kalian, saya yakin akan solusi yang kalian tawarkan. Dan semoga Allah SWT memuliakan kalian dan ummat Islam secara keseluruhan.

2 COMMENTS

Leave a Reply to Catatan Seorang Dokter terhadap HTI – Dakwah Media News Cancel reply